Bukan sekedar bicara hukum secara normatif saja namun dilihat berbagai sudut pandang dengan segala pengalaman dan cerita.....UNTUK SARAN,PENGADUAN,KONFIRMASI,KLARIFIKASI,KONSULTASI SILAHKAN WA/LINE/SMS :0813 9080 6999

Jumat, 20 Februari 2015

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO



Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, definisi Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
LKM bertujuan untuk:
  1. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
  2. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan
  3. membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
Bentuk badan hukum LKM adalah:
  1. Koperasi; atau
  2. Perseroan Terbatas.
LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing. LKM hanya dapat dimiliki oleh:
  1. Warga negara Indonesia;
  2. Badan usaha milik desa/keluarahan;
  3. Pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau
  4. Koperasi.
Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Dalam melakukan pembinaan, Otoritas Jasa Keuangan melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri. Pembinaan dan pengawasan didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam hal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum siap, Otoritas Jasa Keuangan dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada pihak lain yang ditunjuk.



KANTOR HUKUM BALAKRAMA
 JL.Kijang 1/12A SEMARANG
www.balakrama.blogspot.com
balakrama6999@gmail.com



  sumber : http://www.ojk.go.id/lembaga-keuangan-mikro

UNSUR - UNSUR TINDAK PIDANA PENIPUAN

Menurut ahli hukum pidana Andi Zainal Abidin Farid (1961 : 135), bahwa unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam Pasal 378 tersebut yaitu :
1.    Membujuk (menggerakkan hati) orang lain untuk
2.    Menyerahkan (afgifte) suatu barang atau supaya membuat suatu hutang atau menghapuskan suatu hutang
3.    Dengan menggunakan upaya-upaya atau cara-cara :
a.    Memakai nama palsu
b.    Memakai kedudukan palsu
c.    Memakai tipu muslihat
d.    Memakai rangkaian kata-kata bohong
4.    Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum.
Sedangkan unsur-unsur tindak pidana penipuan menurut Moeljatno (2002 : 70) adalah sebagai berikut :
1.    Ada seseorang yang dibujuk atau digerakkan untuk menyerahkan suatu barang atau membuat hutang atau menghapus piutang. Barang itu diserahkan oleh yang punya dengan jalan tipu muslihat. Barang yang diserahkan itu tidak selamanya harus kepunyaan sendiri, tetapi juga kepunyaan orang lain.
2.    Penipu itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk merugikan orang yang menyerahkan barang itu.
3.    Yang menjadi korban penipuan itu harus digerakkan untuk menyerahkan barang itu dengan jalan :
a.    Penyerahan barang itu harus akibat dari tindakan tipu daya.
b.    Sipenipu harus memperdaya sikorban dengan satu akal yang tersebut dalam Pasal 378 KUHP.
Sebagai akal penipuan dalam Pasal 378 KUHP mengatur bahwa :
1.    Menggunakan akal palsu
Nama palsu adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya, meskipun perbedaaan itu tampak kecil, misalnya orang yang sebenarnya bernama Ancis, padahal yang sebenarnya adalah orang lain, yang hendak menipu itu mengetahui, bahwa hanya kepada orang yang bernama Ancis orang akan percaya untuk memberikan suatu barang. Supaya ia mendapatkan barang itu, maka ia memalsukan namanya dari Anci menjadi Ancis. Akan tetapi kalau sipenipu itu menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, maka ia tidak dikatakan menggunakan nama palsu tetapi ia tetap dipersalahkan.
2.    Menggunkan kedudukan palsu
Seseorang yang dapat dipersalahkan menipu dengan menggunakan kedudukan palsu, misalnya : X menggunakan kedudukan sebagai pengusaha dari perusahaan P, padahal ia sudah diberhentikan, kemudian mendatangi sebuah toko untuk dipesan kepada toko tersebut, dengan mengatakan bahwa ia X disuruh oleh majikannya untuk mengambil barang-barang itu. Jika toko itu menyerahkan barang-barang itu kepada X yang dikenal sebagai kuasa dari perusahaan P, sedangkan toko itu tidak mengetahuinya, bahwa X dapat dipersalahkan setelah menipu toko itu dengan menggunakan kedudukan palsu.
3.    Menggunakan tipu muslihat
Yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan gambaran peristiwa yang sebenarnya dibuat-buat sedemikian rupa sehingga kepalsuan itu dapat mengelabui orang yang biasanya hati-hati.
4.    Menggunakan susunan belit dusta
Kebohongan itu harus sedemikian rupa berbelit-belitnya sehingga merupakan suatu atau seluruhnya yang nampaknya seperti benar dan tidak mudah ditemukan di mana-mana.
Tipu muslihat yang digunakan oleh seorang penipu itu harus sedemikian rupa, sehingga orang yang mempunyai taraf pengetahuan yang umum (wajar) dapat dikelabui. Jadi selain kelicikan penipu, harus pula diperhatikan keadaan orang yang kena tipu itu. Tiap-tiap kejahatan harus dipertimbangkan dan harus dibuktikan, bahwa tipu muslihat yang digunakan adalah begitu menyerupai kebenaran, sehingga dapat dimengerti bahwa orang yang ditipu sempat percaya. Suatu kebohongan saja belum cukup untuk menetapkan adanya penipuan. Bohong itu harus disertai tipu muslihat atau susunan belit dusta, sehingga orang percaya kepada cerita bohong itu.
Unsur-unsur tindak pidana penipuan juga dikemukakan oleh Togat (Moeljatno, 2002 : 72), sebagai berikut :
1.    Unsur menggerakkan orang lain ialah tindakan-tindakan, baik berupa perbuatan-perbuatan mupun perkataan-perkataa yang bersifat menipu.
2.    Unsur menyerahkan suatu benda. Menyerahkan suatu benda tidaklah harus dilakukan sendiri secara langsung oleh orang yang tertipu kepada orang yang menipu. Dalam hal ini penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang tertipu itu kepada orang suruhan dari orang yang menipu.
Hanya dalam hal ini, oleh karena unsur kesengajaan maka ini berarti unsur penyerahan haruslah merupakan akibat langsung dari adanya daya upaya yang dilakukan oleh si penipu.
3.    Unsur memakai nama palsu. Pemakaian nama palsu ini akan terjadi apabila seseorang menyebutkan sebagai nama suatu nama yang bukan namanya, dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan kepada orang yang namanya disebutkan tadi.
4.    Unsur memakai martabat palsu. Dengan martabat palsu dimaksudkan menyebutkan dirinya dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang mengakibatkan si korban percaya kepadanya, dn berdasarkan kepercayaan itu ia menyerahkan suatu barang atau memberi hutang atau menghapus piutang.
5.    Unsur memakai tipu muslihat dan unsur rangkaian kebohongan. Unsur tipu muslihat adalah rangkaian kata-kata, melainkan dari suatu perbuatan yang sedemikian rupa, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan keprcayaan terhadap orang lain.
Sedangkan rangkaian kebohongan adalah rangkaian kata-kata dusta atau kata-kata yang bertentangan dengan kebenaran yang memberikan kesan seolah-olah apa yang dikatakan itu adalah benar adanya.
Berdasarkan semua pendapat yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka seseorang baru dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana penipuan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP, apabila  unsur-unsur yang disebut di dalam pasal tersebut telah terpenuhi, maka pelaku tindak pidana penipuan tersebut dapat dijatuhi pidana sesuai perbutannya.
 
 
KANTOR HUKUM BALAKRAMA
 JL.Kijang 1/12A SEMARANG
www.balakrama.blogspot.com
balakrama6999@gmail.com
 

PENIPUAN


Penipuan adalah kejahatan yang termasuk dalam golongan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain hak yang timbul dari hak milik atau dalam bahasa belanda disebut "misdrijven tegen de eigendom en de daaruit voortloeiende zakelijk rechten". Kejahatan ini diatur Pasal 378 sampai dengan Pasal 394 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagaimana  dirumuskan Pasal 378 KUHP, penipuan berarti perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang dapat menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan barang, uang atau kekayaannya.
Penipuan memiliki 2 (dua) pengertian, yaitu :
  1. Penipuan dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang yang dirumuskan dalam bab XXV KUHP.
  2. Penipuan dalam arti sempit, yaitu bentuk penipuan yang dirumuskan dalam Pasal 378 (bentuk pokok) dan Pasal 379 (bentuk khusus), atau biasa dengan sebutan oplichting.
Ketentuan Pasal 378 ini merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting) itu sendiri. Rumusan ini adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti sempit dalam bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsur khusus yang bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan yakni dalam Pasal 379. Sedangkan penipuan dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk diperberat. Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Selanjutnya adalah unsur-­unsur subjektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum.

Unsur Subjektif Penipuan
Rumusan penipuan terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Dan selain daripada unsur­-unsur objektif, maka dalam sebuah penipuan juga terdapat unsur-unsur subjektif dalam sebuah kejahatan penipuan meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum. Berikut merupakan penjelasan singkat terkait unsur subjektif dalam sebuah penipuan, yakni sebagai berikut :
  • Maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dalam hal ini maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yakni berupa unsur kesalahan dalam penipuan. Terhadap sebuah kesengajaan harus ditujukan pada menguntungkan diri, juga ditujukan pada unsur lain di belakangnya, seperti unsur melawan hukum, menggerakkan, menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam maksud ini harus sudah ada dalam diri si pelaku, sebelum atau setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menggerakkan. Menguntungkan artinya menambah kekayaan dari yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
  • Dengan melawan hukum, dalam hal ini unsur maksud sebagaimana yang diterangkan di atas, juga ditujukan pada unsur melawan hukum. Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud yang melawan hukum. Unsur maksud dalam rumusan penipuan ditempatkan sebelum unsur melawan hukum, yang artinya unsur maksud itu juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum. Oleh karena itu, melawan hukum di sini adalah berupa unsur subjektif. Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidak­-tidaknya ketika memulai perbuatan menggerakkan, pelaku telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan itu adalah melawan hukum. Melawan hukum di sini tidak semata-mata diartikan sekedar dilarang oleh undang-undang atau melawan hukum formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni juga bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat. Karena unsur melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka menjadi wajib dibuktikan dalam persidangan. Perlu dibuktikan disini adalah si pelaku mengerti maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan sebagai hal yang dicela masyarakat.
Unsur Objektif Penipuan

Pasal 378 KUHP tentang penipuan merumuskan, yakni barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif sebagai berikut :
  • Perbuatan menggerakkan (Bewegen). Kata bewegen dapat juga diartikan dengan istilah membujuk atau menggerakkan hati. Dalam KUHP sendiri tidak memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen. Menggerakkan dapat didefinisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain, karena objek yang dipengaruhi yakni kehendak seseorang. Perbuatan menggerakkan juga merupakan perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya secara konkrit bila dihubungkan dengan cara melakukannya, dan cara melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar. Karena di dalam sebuah penipuan, menggerakkan diartikan dengan cara-cara yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat membohongi atau menipu.
  • Yang digerakkan adalah orang. Pada umumnya orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan Pasal 378 KUHP tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang adalah harus orang yang digerakkan. Orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain atau pihak ketiga menyerahkan benda itu atas perintah atau kehendak orang yang digerakkan.
  • Tujuan perbuatan. Tujuan perbuatan dalam sebuah penipuan dibagi menjadi 2 (dua) unsur, yakni :
a. Menyerahkan benda, dalam hal ini pengertian benda dalam penipuan memiliki arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan pada ketentuan bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak perlu menjadi kenyataan, karena dalam hal ini hanya unsur maksudnya saja yang ditujukan untuk menambah kekayaan.
 
b. Memberi hutang dan menghapuskan piutang, dalam hal ini perkataan hutang tidak sama artinya dengan hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan. Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang jaminan. Oleh karenanya memberi hutang tidak dapat diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi pengertian yang lebih luas sebagai membuat suatu perikatan hukum yang membawa akibat timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan atau membayar sejumlah uang tertentu. Demikian juga dengan istilah utang, dalam kalimat menghapuskan piutang mempunyai arti suatu perikatan. Sedangkan menghapuskan piutang mempunyai pengertian yang lebih luas dari sekedar membebaskan kewajiban dalam hal membayar hutang atau pinjaman uang belaka, karena menghapuskan piutang diartikan sebagai menghapuskan segala macam perikatan hukum yang sudah ada, di mana karenanya menghilangkan kewajiban hukum penipu untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu pada korban atau orang lain.
  • Upaya - upaya penipuan. Upaya penipuan disini dibagi menjadi 2 (dua) unsur, yakni :
a. Dengan menggunakan nama palsu (valsche naam), dalam hal ini terdapat 2 (dua) pengertian nama palsu, antara lain:
Pertama, diartikan sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain (misalnya menggunakan nama seorang teman).
Kedua, diartikan sebagai suatu nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya (misalnya orang yang bernama A menggunakan nama samaran B). Nama B tidak ada pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang tersebut. Dalam hal ini kita harus berpegang pada nama yang dikenal oleh masyarakat luas. Misalkan A dikenal di masyarakat dengan nama C, maka A mengenalkan diri dengan nama C itu adalah menggunakan nama palsu. Kemudian bagaimana bila seseorang menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, tetapi orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang supir bernama A mengenalkan diri sebagai seorang pegawai bank yang juga bernama A, si A yang terakhir benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang pegawai bank. Di sini tidak menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat atau kedudukan palsu.
 
b. Menggunakan martabat atau kedudukan palsu (valsche hoedanigheid), dalam hal ini terdapat beberapa istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid yakni, keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut atau digunakan seseorang, kedudukan mana menciptakan atau memiliki hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad dalam suatu arrest-nya (27-3-1893) menyatakan bahwa perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh keperca­yaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat.
 
c. Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian kebohongan (zamenweefsel van verdichtsels), dalam hal ini kedua cara menggerakkan orang lain ini sama-sama bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan kepercayaan atau kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya. Namun terdapat perbedaan, yakni pada tipu muslihat berupa perbuatan, sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan atau perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang bisa menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena dengan tergerak hatinya atau terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar si korban berbuat menyerahkan benda yang dimaksud.
 
KANTOR HUKUM BALAKRAMA
 JL.Kijang 1/12A SEMARANG
www.balakrama.blogspot.com
balakrama6999@gmail.com

MEDIATOR BERSERTIFIKAT di SEMARANG


Deklarasi dan Perjanjian Kerjasama mediator Center Indonesia dengan Pengadilan Negeri Semarang menjadikan suatu langkah maju dalam dunia mediasi atau Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,

Sebagai bangsa yang beradab dan berjiwa besar dan bangsa timur tentu kita mengedepankan langkah-langkah penyelesaian sengketa/perkara secara kekeluargaan dengan jiwa musyawarah mufakat demi kepentingan bersama sehingga tercapai suatu kesepakatan yang menguntungkan para pihak atau yang biasa lebih dikenal dengan win-win solution,

Dengan win-win solution ikatan persaudaraan,kekerabatan,persahabatan akan terus terjaga karena tidak ada rasa sakit hati,dendam dan rasa tidak puas,

Mediator bersertifikat berperan aktif untuk membantu mediasi sehingga hasilnya akan didapat suatu penyelesaian perkara dengan tetap berlandaskan hukum dan mempunyai kepastian hukum yang dituangkan dalam akta perdamaian.

Payung hukum dan instrumen hukum sudah ada tinggal bagaimana para mediator bersertifikat memperkenalkan dan mensosialisasikan kepada masyarakat luas tentang betapa sangat bermanfaatnya dan elegantnya ketika ada konflik atau sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi dengan bantuan mediator bersertifikat.



KANTOR HUKUM BALAKRAMA
 JL.Kijang 1/12A SEMARANG
www.balakrama.blogspot.com
balakrama6999@gmail.com