Bukan sekedar bicara hukum secara normatif saja namun dilihat berbagai sudut pandang dengan segala pengalaman dan cerita.....UNTUK SARAN,PENGADUAN,KONFIRMASI,KLARIFIKASI,KONSULTASI SILAHKAN WA/LINE/SMS :0813 9080 6999

Kamis, 29 Oktober 2015

Pengadilan Agama Semarang ( PA Semarang )

PROFIL PENGADILAN AGAMA SEMARANG


logo pa smg

1. N A M A : PENGADILAN AGAMA SEMARANG
2. ALAMAT : Jl. Uripsumoharjo No. 5 Semarang 50152
Telp. 024 - 7606741 Fax. 024 - 7622887
3. DASAR PEMBENTUKAN : Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda Nomor 24 tanggal 19 Januari 1882 yang dimuat dalam Staadblad Nomor 152 Tahun 1882 Tentang Pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura.
peta-kota-semarang-besar
4. WILAYAH HUKUM :
a. Kecamatan : 16
b. Desa/Kelurahan : 176
c. Batas Wilayah : Sebelah Utara LAUT JAWA
Sebelah Timur Kab. Demak dan Kab. Grobogan
Sebelah Barat Kab. Kendal
Sebelah Selatan Kab. Semarang
5. LETAK GEOGRAFIS : 7°00' Lintang Selatan 110°24' Bujur Timur

 
 sumber:http://pa-semarang.go.id/index.php/profil-pa-semarang/pasemarang diakses Tgl 30 oktober 2015 Jam 10.25 WIB

Pengadilan Negeri Semarang

Wilayah Hukum dan Pembentukan Pengadilan
Pengadilan Negeri Semarang merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum. Tugas pokok Pengadilan Negeri Semarang adalah sebagai berikut:
  1. Mengadili, dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
  2. Menyelenggarakan Administrasi Perkara dan Administrasi Umum lainnya
Pengadilan Negeri Semarang masuk dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, dengan luas wilayah kurang lebih 371,52 Km2 yang terdiri dari 16 (enam belas) kecamatan dan 177 (seratus tujuh puluh tujuh) kelurahan sebagai berikut:
  • Kecamatan Gajah Mungkur, terdiri dari 8 (delapan) kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Karangrejo
  2. Kelurahan Bendan Duwur
  3. Kelurahan Bendan Ngisor
  4. Kelurahan Sampangan
  5. Kelurahan Gajah Mungkur
  6. Kelurahan Lempongsari
  7. Kelurahan Petompon
  8. Kelurahan Bendungan
  • Kecamatan Mijen, terdiri dari 14 (empat belas) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Cangkiran
  2. Kelurahan Bubakan
  3. Kelurahan Karangmalang
  4. Kelurahan Polaman
  5. Kelurahan Purwosari
  6. Kelurahan Tambangan
  7. Kelurahan Wonopolo
  8. Kelurahan Mizen
  9. Kelurahan Jatibarang
  10. Kelurahan Kedungpane
  11. Kelurahan Ngadirgo
  12. Kelurahan Wonoplumbon
  13. Kelurahan Jatisari
  14. Kelurahan Pesantren
  • Kecamatan Candisari, terdiri dari 7 (tujuh) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Candi
  2. Kelurahan Jatingaleh
  3. Kelurahan Kaliwungu
  4. Kelurahan Jomblang
  5. Kelurahan Karanganyar Gunung
  6. Kelurahan Tegalsari
  7. Kelurahan Wonotingal
  • Kecamatan Tugu, terdiri dari 7 (tujuh) Kelurahan yaitu
  1. Kelurahan Jrakah
  2. Kelurahan Tugurejo
  3. Kelurahan karanganyar
  4. Kelurahan Randugarut
  5. Kelurahan Mangkang Kulon
  6. Kelurahan Mangkang Wetan
  7. Kelurahan Mangunharjo
  • Kecamatan Gunungpati, terdiri dari 16 (enam belas) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Pekintelan
  2. Kelurahan Mangunharjo
  3. Kelurahan Plalangan
  4. Kelurahan Gunung Pati
  5. Kelurahan Nongkosawit
  6. Kelurahan Pongangan
  7. Kelurahan Ngijo
  8. Kelurahan Patemon
  9. Kelurahan Sekaran
  10. Kelurahan Sukorejo
  11. Kelurahan Sadeng
  12. Kelurahan Cepoko
  13. Kelurahan Jatirejo
  14. Kelurahan Sumurejo
  15. Kelurahan Kalisegoro
  16. Kelurahan Kandri
  • Kecamatan Ngaliyan, terdiri dari 10 (sepuluh) Kelurahan yaitu :
  1. Kelurahan Gondoriyo
  2. Kelurahan Podorejo
  3. Kelurahan Beringin
  4. Kelurahan Purwoyoso
  5. Kelurahan Kalipancur
  6. Kelurahan Bambankerep
  7. Kelurahan Wates
  8. Kelurahan Wonosari
  9. Kelurahan Tambak Aji
  10. Kelurahan Ngaliyan
  • Kecamatan Banyumanik, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Pundakpayung
  2. Kelurahan Gedawang
  3. Kelurahan Jabungan
  4. Kelurahan Pedalangan
  5. Kelurahan Banyumanik
  6. Kelurahan Srondol Kulon
  7. Kelurahan Srondol Wetan
  8. Kelurahan Ngresep
  9. Kelurahan Tinjomoyo
  10. Kelurahan Padangsari
  11. Kelurahan Sumurboto
  • Kecamatan Tembalang, terdiri dari 12 (dua belas) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Meteseh
  2. Kelurahan Rowosari
  3. Kelurahan Mangunharjo
  4. Kelurahan Bulusan
  5. Kelurahan Kramas
  6. Kelurahan Tembalang
  7. Kelurahan Jangli
  8. Kelurahan Tandang
  9. Kelurahan Kedungmundu
  10. Kelurahan Sendangguwo
  11. Kelurahan Sendangmulyo
  12. Kelurahan Sambiroto
  • Kecamatan Gayamsari, terdiri dari 7 (tujuh) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Tambakrejo
  2. Kelurahan Kaligawe
  3. Kelurahan Sawah Besar
  4. Kelurahan Siwalan
  5. Kelurahan Sambirejo
  6. Kelurahan Pandean Lamper
  7. Kelurahan Gayamsari
  • Kecamatan Semarang Utara, terdiri dari 8 (delapan) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Bandarharjo
  2. Kelurahan Plombokan
  3. Kelurahan Purwosari
  4. Kelurahan Kuningan
  5. Kelurahan Panggung Lor
  6. Kelurahan Panggung Kidul
  7. Kelurahan Tanjungmas
  8. Kelurahan Dadapsari
  • Kecamatan Semarang Barat, terdiri dari 16 (enam belas) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Ngemplak Simongan
  2. Kelurahan Manyaran
  3. Kelurahan Krapyak
  4. Kelurahan Tambakharjo
  5. Kelurahan Kalibanteng Kulon
  6. Kelurahan Kalibanteng Wetan
  7. Kelurahan Gisikdrono
  8. Kelurahan Bongsari
  9. Kelurahan Bojong Salaman
  10. Kelurahan Salaman Mulyo
  11. Kelurahan Cabean
  12. Kelurahan Karangayu
  13. Kelurahan Krobokan
  14. Kelurahan Tawangsari
  15. Kelurahan Tawangmas
  16. Kelurahan Kembagarum
  • Kecamatan Pedurungan, terdiri dari 12 (dua belas) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Penggaron Kidul
  2. Kelurahan Tlogomulyo
  3. Kelurahan Tlogosari Wetan
  4. Kelurahan Tlogosari Kulon
  5. Kelurahan Tlogosari Kidul
  6. Kelurahan Plamongan Sari
  7. Kelurahan Gemah
  8. Kelurahan Pendurungan Kidul
  9. Kelurahan Pedurungan Lor
  10. Kelurahan Tengah
  11. Kelurahan Palebon
  12. Kelurahan Kalisari
  • Kecamatan Genuk, terdiri dari 13 (tiga belas) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Sambungharjo
  2. Kelurahan Kudu
  3. Kelurahan Karangroto
  4. Kelurahan Genuksari
  5. Kelurahan Banjardowo
  6. Kelurahan Gebangsari
  7. Kelurahan Trimulyo
  8. Kelurahan Penggaron Lor
  9. Kelurahan Bangetayu Kulon
  10. Kelurahan Bangetayu Wetan
  11. Kelurahan Terboyo Kulon
  12. Kelurahan Terboyo Wetan
  • Kecamatan Semarang Selatan, terdiri dari 10 (sepuluh) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Randusari
  2. Kelurahan Bulustalan
  3. Kelurahan Barusari
  4. Kelurahan Megassari
  5. Kelurahan Pleburan
  6. Kelurahan Wonodri
  7. Kelurahan Peterongan
  8. Kelurahan Penggaron Lor
  9. Kelurahan Lamper Lor
  10. Kelurahan Lamper Kidul
  11. Kelurahan Lamper Tengah
  • Kecamatan Semarang Tengah, terdiri dari 13 (tiga belas) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Miroto
  2. Kelurahan Brumbungan
  3. Kelurahan Jagalan
  4. Kelurahan Kranggan
  5. Kelurahan Gabahan
  6. Kelurahan Kembangsari
  7. Kelurahan Sekayu
  8. Kelurahan Pandansari
  9. Kelurahan Bangunharjo
  10. Kelurahan Kauman
  11. Kelurahan Purwodinatan
  12. Kelurahan Karangkidul
  13. Kelurahan Pekunden
  • Kecamatan Semarang Timur, terdiri dari 10 (sepuluh) Kelurahan yaitu:
  1. Kelurahan Kemijen
  2. Kelurahan Rejomulyo
  3. Kelurahan Mlatibaru
  4. Kelurahan Kebonagung
  5. Kelurahan Bugangan
  6. Kelurahan Mlatiharjo
  7. Kelurahan Sarirejo
  8. Kelurahan Rejosari
  9. Kelurahan Karangturi
  10. Kelurahan Karangampel
Pengadilan Negeri Semarang tidak hanya berfungsi sebagai peradilan umum yang menangani perkara perdata dan pidana, tetapi juga memiliki pengadilan-pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum. Hal tersebut dimungkinkan berdasarkan Pasal 15 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman: “Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan”. Pada Pengadilan Negeri Semarang terdapat dua pengadilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga dan Pengadilan Hubungan Industrial. Setiap pengadilan khusus ini memiliki kompetensi absolute dan relative untuk mengadili perkara berdasarkan Undang-Undang yang membentuknya. Wilayah hukum pengadilan-pengadilan khusus pada Pengadilan Negeri Semarang adalah sebagai berikut :
  • Pengadilan Negri Semarang
  1. Propinsi Jawa Tengah
  2. Daerah Istimewa Yogyakarta
  • Pengadilan Hubungan Industrial
  1. Propinsi Jawa Tengah
  2. Daerah Istimewa Yogyakarta
Pembentukan Pengadilan Khusus pada Pengadilan Negeri Semarang
Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga didirikan pada tahun 1998 dimana pada awalnya Pengadilan Niaga terbatas hanya mengadili perkara berdasarkan Undang-Undang Kepailitan yang baru. Tetapi pada tahun 2001, terjadi perluasan yang mencakup kewenangan untuk mengadili perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), meliputi kewenangan memeriksa sengketa merek, paten, hak cipta, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.
Pengadilan Niaga pertama kali dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Pasal 306 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 jo Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 97 tahun 1999 didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Semarang dan Medan. Perluasan pengembangan Pengadilan Niaga dilihat dari eksistensinya yaitu sebagai Pengadilan yang memutus perkara-perkara Kepailitan/Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Perkara HAKI. Pembentukan Pengadilan Niaga membawa beberapa pembaruan, sebagai contoh adanya standar waktu penyelesaian perkara dan diperkenalkannya hakim Ad Hoc. Pengadilan Niaga juga merupakan Pengadilan pertama yang memberikan kewenangan bagi hakimnya untuk mengajukan pendapat yang berbeda atau dissenting opinion dalam putusan.

Selebihnya, karena Pengadilan Niaga merupakan bagian dari Pengadilan Negeri maka Ketua Pengadilan serta Panitera Pengadilan juga bertindak sebagai Ketua Pengadilan dan Panitera Pengadilan Niaga. Namun, hakim yang menangani perkara niaga merupakan Hakim Karir yang khusus ditunjuk atau ditugaskan untuk itu. 5 dari 20 hakim karir di Pengadilan Negeri Semarang telah ditunjuk khusus oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Hakim Pengadilan Niaga Semarang pada tahun 2007. Untuk dapat ditunjuk sebagai hakim niaga, seseorang harus telah memenuhi persyaratan-persyaratan khusus sebagaimana telah ditentukan dalam Undang-Undang yaitu:

a. Memiliki pengalaman sebagai hakim di Pengadilan Negeri
b. Memiliki keahlian di bidang perkara niaga
c. Memiliki kejujuran, integritas tinggi, dan keinginan untuk menegakkan keadilan
d. Tidak melakukan kegiatan yang tidak bermoral
e. Telah mengikuti pelatihan yang dirancang khusus untuk membimbing para hakim dalam melakukan tugasnya

Selain menangani perkara niaga, hakim niaga juga tetap menangani perkara-perkara umum (pidana dan perdata) yang masuk ke Pengadilan Negeri Semarang.

Sementara itu, hakim Ad-Hoc adalah seseorang yang bukan hakim Pengadilan Negeri, namun memiliki keahlian dalam menangani perkara niaga dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk ditugaskan di Pengadilan. Seseorang yang menjabat sebagai hakim Ad-Hoc dapat merupakan pejabat pemerintah, pengacara, akademisi hukum atau pensiunan hakim. Posisi hakim Ad Hoc ini dirancang untuk menambah seseorang yang ahli dalam bidang-bidang khusus yang terkait dengan perkara niaga, ke dalam Majelis Hakim yang menangani perkara niaga. Hakim Ad-Hoc diangkat oleh Presiden RI dengan Keputusan Presiden, berdasarkan rekomendasi atau usul dari Ketua Mahkamah Agung. Hakim Ad-Hoc diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. Mereka dapat ditugaskan pada Pengadilan di tingkat pertama, kasasi atau peninjauan kembali.


Ketua Pengadilan Niaga dapat menunjuk hakim Ad-Hoc untuk menjadi anggota majelis dalam menangani perkara. Pengacara dari pihak dalam perkara niaga juga dapat meminta Ketua Pengadilan Niaga untuk memasukkan hakim Ad-Hoc ke dalam Majelis Hakim.

Pengadilan Hubungan Industrial
Pengadilan Hubungan Industrial adalah Pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang berwenang mengadili dan menyelesaikan perselisihan hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Beroperasinya Pengadilan Hubungan Industrial memiliki perubahan yang cukup mendasar, diantaranya adalah:
* Penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang selama ini berada di bawah lingkup wilayah eksekutif, kini menjadi bagian dari sistem peradilan di bawah kekuasaan yudikatif;
* Hukum acara Pengadilan Hubungan Industrial mengikuti hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pengadilan Hubungan Industrial dibentuk pada bulan Januari 2006 pada Pengadilan Negeri Semarang, dan begitu juga pada Pengadilan-Pengadilan Negeri yang lain disetiap Ibukota Propinsi di Indonesia. Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial seharusnya dilakukan pada awal tahun 2005 tapi ditunda berdasarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 2005 tentang Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang No. 2 Tahun 2004, untuk menambah waktu semua persiapan yang dibutuhkan oleh pemerintah dan institusi lain yang terkait.
Adanya Pengadilan Hubungan Industrial menambah jumlah Pengadilan khusus yang berada di Pengadilan Negeri Semarang. Pengadilan Hubungan Industrial juga membawa perubahan pada struktur organisasi Pengadilan Negeri, yaitu dengan diperkenalkannya Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial yang dipimpin oleh seorang Panitera Muda dan dibantu oleh beberapa orang Panitera Pengganti. Panitera Muda Hubungan Industrial berada sejajar dengan Panitera Muda Pidana, Perdata dan Hukum yang ada di Pengadilan Negeri. Selain itu sebagaimana halnya dengan Pengadilan Niaga dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Hubungan Industrial juga memiliki Hakim Ad Hoc untuk menjadi bagian dari Majelis yang memeriksa perkara. Hakim Ad Hoc diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung dari nama-nama yang diajukan oleh Menteri Tenaga Kerja atas usul Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha. Pengangkatan Hakim Ad Hoc tersebut ditetapkan oleh Keputusan Presiden.
Satu hal lain yang diperkenalkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial adalah dalam berperkara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara dengan nilai gugatan dibawah Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) tidak dikenakan biaya perkara termasuk biaya eksekusi.

sumber:http://www.pn-semarangkota.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1&Itemid=48&lang=id


Senin, 26 Oktober 2015

SEMINAR NASIONAL KIPRAH OJK DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN di SETOR INDUSTRI JASA KEUANGAN PADA ERA MEA



AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DIDAFTARKAN

Pada dasarnya, sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusiajaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia dan kreditur akanmemperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie), seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Selain itu, untuk pembebanan jaminan fidusia, Pasal 5 ayat (1) UUJF mengamanatkan Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusiadibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Mengutip tulisan advokat Grace P. Nugroho, S.H. dalam artikel berjudul Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia Dengan Akta di Bawah Tangan, saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia, namun ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan.

Namun, sesuai dengan amanat UUJF, untuk mendapat perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam UUJF, pembebanan benda dengan akta jaminan fidusia harus dibuat dengan akta otentik dan dicatatkan dalam Buku Daftar Fidusia. Jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi, hak-hak kreditur tidak mendapat perlindungan sebagaimana disebutkan dalam UUJF.

Dalam hal debitur meninggal dunia, sedangkan jaminan fidusia belum didaftarkan, pada dasarnya, terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia  di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusilangsung. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Selain itu, bank sebagai kreditur menjadi tidak memiliki hak didahulukan (lihat Pasal 27 ayat [1] UUJF) terhadap kreditur lain dalam pengembalian pinjamannya karena penjaminan secara fidusia dianggap tidak sah jika tidak didaftarkan.

Masih menurut Grace P. Nugroho, dalam praktiknya tidak jarang kreditur langsung melakukan eksekusi terhadap barang jaminan fidusia. Mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa di atas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitur dan sebagian milik kreditur. Jika eksekusi terhadap barang objek fidusia tidak dilakukan melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) dan dapat digugat ganti kerugian.

Grace lebih jauh menjelaskan bahwa dalam konsepsi hukum pidana,  eksekusi objek fidusia di bawah tangan (tanpa putusan pengadilan) masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditur melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan. Grace menulis bahwa:

Situasi ini dapat terjadi jika kreditur dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan mengambil barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian dari barang tersebut adalah milik kreditur yang mau mengeksekusi tetapi tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia.

Bahkan apabila debitur mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan di bawah tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UUJF, karena tidak sah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat.  Memang, mungkin saja debitur yang mengalihkan barang objek jaminan fidusia di laporkan atas tuduhan penggelapan sesuai Pasal 372 KUHPidana oleh kreditur. Baik kreditur maupun debitur bisa saling melaporkan karena sebagian dari barang tersebut menjadi milik berdua baik kreditur dan debitur. Dibutuhkan putusan perdata oleh pengadilan negeri setempat untuk mendudukkan porsi masing-masing pemilik barang tersebut untuk kedua belah pihak.” 

Dalam suatu perikatan utang piutang, pada prinsipnya utang tersebut harus dilunasi oleh debitur. Dan apabila debitur kemudian meninggal sebelum dilunasinya utang tersebut, maka utang tersebut dapat diwariskan kepada ahli warisnya. Hal ini berdasarkan pada ketentuan hukum perdata Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata. Pasal tersebut menyatakan bahwa para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal. Sebagaimana dikemukakan pula oleh J. Satrio, S.H. dalam bukunya “Hukum Waris” (hal. 8), bahwa warisan adalah kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan pasiva si pewaris yang berpindah kepada para ahli waris.

Walaupun memang, tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya (lihat Pasal 1045 KUHPerdata). Dan bagi ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris (lihat Pasal 1058 KUHPerdata). Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para ahli waris harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu (lihat Pasal 1100 KUHPerdata). Dengan kata lain, ahli waris dapat digugat oleh pihak bank ketika utang pewaris tidak dilunasi.

Sumber : hukumonline

CARA MENGURUS SNI









Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional). SNI dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan utamanya yaitu untuk melindungi konsumen selaku pemakai produk. Produk yang kualitasnya tidak sesuai standar SNI, tidak diijinkan beredar di pasar.
Standar SNI dikenakan pada berbagai produk sepertitabung LPG, helm, lampu, kabel listrik, pupuk, kopi, teh, kakao, minuman, berbagai jenis minyak, gula, tepung, produk besi dan baja, kaca, karet, ban, dan berbagai bahan konstruksi. Bagi produsen, prosedur mengurus SNI tentu menjadi hal yang penting untuk dipahami.
Oleh karena itu, berikut  kami sampaikan tata cara permohonan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI kepada Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standarisasi (LSPro-Pustan) Departemen Perindustrian (Deperin) seperti yang dipaparkan dalam dokumen LSPro-Pustan/P.19.:
1.       Mengisi Formulir Permohonan SPPT SNI
Daftar isian permohonan SPPT SNI dilampiri:
a.       Fotokopi Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu SNI 19-9001-2001 (ISO 9001:2000) yang dilegalisir. Sertifikasi tersebut diterbitkan Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) yang diakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).
b.      Jika berupa produk impor perlu dilengkapi sertifikat dari LSSM negara asal dan yang telah melakukan Perjanjian Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangement/MRA) dengan KAN.
Proses pada tahap pertama ini biasanya berlangsung selama satu hari.
2. Verifikasi Permohonan
LSPro-Pustan melakukan verifikasi meliputi : semua persyaratan untuk SPPT SNI, jangkauan lokasi audit, kemampuan memahami bahasa setempat (jika ada kesulitan, perlu penerjemah bahasa setempat untuk audit kesesuaian). Selanjutnya akan terbit biaya (invoice) yang harus dibayar produsen. Proses verifikasi perlu waktu satu hari.
3. Audit Sistem Manajemen Mutu Produsen
a.       Audit Kecukupan (tinjauan dokumen) : Memeriksa kelengkapan dan kecukupan dokumen sistem manajemen mutu produsen terhadap persyaratan SPPT SNI. Bila hasilnya ditemukan ketidaksesuaian kategori mayor maka permohonan harus melakukan koreksi dalam jangka waktu dua bulan. Jika koreksi produsen tidak efektif, permohonan SPPT SNI akan ditolak.
b.      Audit Kesesuaian : Memeriksa kesesuaian dan keefektifan penerapan Sistem Manajemen Mutu di lokasi produsen. Bila hasilnya ditemukan ketidaksesuaian, pemohon harus melakukan koreksi dalam jangka waktu dua bulan. Jika tindakan koreksinya tidak efektif, maka LSPro-Pustan Deperin akan melakukan audit ulang. Bila hasil audit ulang tidak memenuhi persyaratan SNI, pemohonan SPPT SNI produsen ditolak.
Proses audit biasanya perlu waktu minimal 5 hari.
4. Pengujian Sampel Produk
Jika diperlukan pengambilan sampel untuk uji laboratorium, pemohon menjamin akses Tim Asesor dan Petugas Pengambil Contoh (PPC) untuk memperoleh catatan dan dokumen yang berkaitan dengan Sistem Manajemen Mutu. Sebaliknya, LSPro-Pustan Deperin menjamin para petugasnya ahli di bidang tersebut. Pengujian dilakukan di laboratorium penguji atau lembaga inspeksi yang sudah diakreditasi. Jika dilakukan di laboratorium milik produsen., diperlukan saksi saat pengujian. Sampel produk diberi Label Contoh Uji (LCU) dan disagel. Proses ini butuh waktu minimal 20 hari kerja.
5. Penilaian Sampel Produk
Laboratorium penguji menerbitkan Sertifikasi Hasil Uji. Bila hasil pengujian tidak memenuhi persyaratan SNI, pemohon diminta segera melakukan pengujian ulang. Jika hasil uji ulang tak sesuai persyaratan SNI, permohonan SPPT SNI ditolak.
6. Keputusan Sertifikasi
Seluruh dokumen audit dan hasil uji menjadi bahan rapat panel Tinjauan SPPT SNI LSPro-Pustan Deperin. Proses penyiapan bahan biasanya perlu waktu 7 hari kerja, sementara rapat panel sehari.
7. Pemberian SPPT-SNI
LSPro-Pustan melakukan klarifikasi terhadap perusahaan atau produsen yang bersangkutan. Proses klarifikasi ini perlu waktu 4 hari kerja. Keputusan pemberian sertifikat oleh Panel Tinjauan SPPT SNI didasarkan pada hasil evaluasi produk yang memenuhi : kelengkapan administrasi (aspek legalitas), ketentuan SNI, dan proses produksi serta sistem manajeman mutu yang diterapkan dapat menjamin konsistensi mutu produk. Jika semua syarat terpenuhi, esoknya LSPro-Pustan Deperin menerbitkan SPPT SNI untuk produk pemohon.
8. Biaya Pengurusan SNI
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 tahun 2007, yang berlaku pada Kementerian Perindustrian, biaya SNI sebagai berikut :

No.SatuanTarif (RP)
1.Biaya permohonanPer perusahaan100.000
2.Jasa asesor untuk audit kecukupanPer perusahaan500.000
3.Jasa asesor untuk audit kesesuaian dan pengawasan (surveillance) di dalam negeri
– Biaya asesor.tenaga ahli/petugas pengambil contoh
Asesor kepala
Asesor
Tenaga ahli
Petugas Pengambil Contoh (PPC)
– Biaya per diem
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
1.000.000
750.000
500.000
500.000
150.000
4.Biaya proses sertifikasiPer tahun/SNI1.500.000
5.Biaya pemeliharaan sertifikasi dalam rangka pengawasanPer tahun/SNI1.000.000
6.Biaya sertifikat untuk permohonan baruPer sertifikat100.000
7.Jasa asesor untuk audit kesesuaian dan pengawasan (surveillance) di luar negeri
– Biaya asesor/tenaga ahli/petugas pengambil contoh
Asesor kepala
Asesor
Tenaga ahli
Petugas Pengambil Contoh (PPC)
– Pengambil per diem
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
Per orang/hari
3.000.000
2.500.000
2.000.000
2.000.000
1.000.00

Sumber: http://bisnisukm.com/panduan-mengurus-sni.html

Sabtu, 24 Oktober 2015

Peta Kantor Hukum Balakrama


Bagi anda yang kebingunan mencari alamat kami,silahkan klik saja link berikut untuk melihat melalui google map :
 https://www.google.com/maps/place/Kantor+Hukum+BALAKRAMA/@-6.996706,110.4443673,17z/data=!3m1!4b1!4m2!3m1!1s0x2e708c95aee55d03:0xc84d6c899a07e416


atau search aja di google : Kantor Hukum Balakrama kemudian klik yang Maps



Kantor Hukum Balakrama
Solusi Segala Persoalan Anda !
Kami siap hadir dimanapun anda berada !!!

Kamis, 22 Oktober 2015

" PENGGUNA NARKOBA TIDAK DIHUKUM PENJARA "

Hukuman pidana penjara tidak akan lagi dikenakan terhadap pengguna narkoba. Pada tahun 2015, hukuman terhadap pengguna narkoba akan diubah hanya dalam bentuk rehabilitasi.

Hal demikian merupakan hasil rapat terbatas di Istana Wakil Presiden, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, hari ini. Rapat dihadiri Wapres Boediono, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, Jaksa Agung Basrief Arief, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Anang Iskandar, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, Ketua Mahkamah Agung  Hatta Ali serta Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius.

Setelah rapat, dilakukan penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi. Mou tersebut disaksikan oleh Wapres Boediono.

"Tahun ini masa transisi, tahun depan harus mulai," ujar Kepala BNN Komisaris Jenderal Polisi Anang Iskandar di Istana Wapres, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (11/2014).

Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin menuturkan, sejak berlaku Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, upaya-upaya penanggulangan permasalahan narkotika telah bergulir sedemikian rupa dan bebagai pihak sudah menjalankan fungsi secara maksimal. Akan tetapi, pemerintah masih menemukan ada permasalahan.

"Kebetulan sekali Kemenkum HAM memiliki data informasi yang dijadikan alasan kenapa perlu dilakukan MoU seperti ini, karena fokusnya bagaimana cara kita menempatkan dengan cara yang tepat dan benar, di mana posisi seorang pengguna narkotika, di mana posisi orang pecandu dan di mana posisi mereka yang seharusnya diberikan efek jera," ujar Amir kesempatan yang sama.

Menurut dia, latar belakang MoU tersebut, yakni berkaca pada peristiwa kerusuhan di lapas Tanjung Gusta, Medan pada tahun 2013. "Pada waktu itu Tanjung Gusta dihuni hampir 700 napi. Isinya lebih 60 persen berkaitan dengan pelanggaran narkotika," katanya.

Dia mengatakan, rapat di istana wapres hari ini membahas berbagai permasalahan terkait hal demikian. "Berbagai permasalahan dibicarakan dan harapannya adalah suatu lompatan besar mengatasi permasalahan narkotika yang menimpa anak-anak kita dan banyak sekali dari mereka itu tidak berada di penjara, tapi di panti rehab karena mereka tergolong orang sakit yang patut disembuhkan," tuturnya.


source: http://nasional.sindonews.com/read/843276/13/pengguna-narkoba-tidak-dihukum-penjara-1394536493

PENANGANAN PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI


PERATURAN BERSAMA :

  • KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA 
  • MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
  •  MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 
  • MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA 
  • JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA 
  • KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih detail dan jelas anda bisa download di link berikut :


atau melalui link dibawah ini :

PECANDU DIHUKUM REHABILITASI

Sesuai dengan undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yang termaktub pada pasal 54, 55, dan 103 yang menyatakan bahwa setiap pecandu Narkotika dan Korban Peyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi. Namun pada praktek dilapangan masih ada para penegak hukum yang mempunyai paradigma baik pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika dan pengedar harus dihukum.
Hal ini bisa timbul karena adanya perberdaan persepsi diantara penegak hukum dalam menanggapi pasal-pasal yang terdapat pada undang-undang. Menurut Darmawel Aswar, SH, MH. selaku Direktur Hukum, Deputi Hukum dan Kerjasama BNN RI pada acara Focus Of Discussion (FGD) dalam Rangka Bantuan Hukum Non Litigasi dengan Tema Penyelamatan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dan Penegakan Hukum bagi Pengedar/Sindikat Narkotika Melalui TPPU, yang diadakan di Kantor BNNP Kepulauan Riau, Batam Rabu (20/8),  mengatakan bahwa adanya pemberian pasal yang dliakukan oleh aparat penegak hukum kepada pecandu dan korban penyalahguna membuat mereka di hukum penjara, “karena mereka menganggap pecandu atau pengguna memiliki dan menyimpan barang tersebut”, lanjut Darmawel.
Melihat adanya masalah tersebut, maka dibuatlah Peraturan Bersama (Perber) tujuh kementerian yaitu Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kepolisian Republik Indonesia, BNN, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial dan telah ditandatangani bersama pada tanggal 11 Maret 2014 yang disaksikan oleh Wakil Presiden.
“Peraturan Bersama ini pada intinya untuk mengkoordinasikan dan untuk menyamakan persepi diantara tujuh kementerian tersebut, bahwa setiap pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba wajib direhabilitasi.” Menurut Darmawel .Perber merupakan mekanisme hukum dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya pelaksanaan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahguna Narkotika sebagaimana telah diatur dalam Pasal 54, 55, dan 103.
Perber ini juga, menurut Darmawel, merupakan solusi yang efektif untuk membantu Kementerian Hukum dan HAM dalam mengatasi over capacity di dalam Lapas. Perlu diketahui bahwa data jumlah Napi Narkotika di dalam Lapas per 30 Agustus 2013 yang dikeluarkan oleh KemenkumHAM, sebesar 38,83% atau sejumlah 15.200 orang dari 39.174 orang merupakan pecandu. “Jika ini Perber ini diberlakukan, maka masalah over capacity dapat teratasi”.
Maka jika para pecandu tertangkap oleh Polisi maupun BNN, mereka tidak serta merta langsung dipidana penjara, namun mereka harus melalui proses assemen, untuk menentukan apakah dia termasuk pengedar atau pecandu dan korban penyalahguna narkoba. Jika terbukti menjadi pecandu dan korban penyalahguna narkoba maka ia dapat direhabilitasi.

sumber : http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/humas/berita/12188/pecandu-dihukum-rehabilitasi

Kamis, 15 Oktober 2015

CERITA MASA LALU,BIARKAN FOTO YANG BICARA








                                               Penggalan Kisah di S1 ILMU HUKUM





                                                  Penggalan kisah berjuang meraih mimpi

DOKUMENTASI PROFESI Tim BALAKRAMA : LAKSANA BE,SH

                                                Ketika Menimba Ilmu di  S1 ILMU HUKUM

Ketika Pelantikan Mediator Bersertifikat Akreditasi Mahkamah Agung Angkatan I yang diselengggarakan Magister Ilmu Hukum UNDIP - IMC - DPD AAI JATENG


                                      Ketika dilantik dan diambil sumpah  menjadi Advokat


                                               Cikal Bakal Kantor Hukum BALAKRAMA


   Melengkapi keahlian profesi dengan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Brevet Pajak A dan B



   Dan saat ini saya tercatat sebagai Mahasiswa aktif di Magiter Hukum Universitas Semarang


Rabu, 14 Oktober 2015

MK Tegaskan Imunitas Advokat di Dalam dan di Luar Pengadilan

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan perkara 26/PUU-XI/2013,  pengujian Pasal 16 Undang-Undang (UU)  Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang terkenal sebagai hak imunitas advokat yang diajukan oleh sejumlah advokat. Putusan tersebut dinyatakan MK dalam sidang pengucapan putusan yang dipimpin Ketua MK Hamdan Zoelva, Rabu (14/05/2015).
Pasal 1 angka 1 UU Advokat menyatakan, “Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini ”. Menurut Mahkamah dalam pertimbangannya, pengertian jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. 
Berdasarkan ketentuan tersebut, menurut Mahkamah, peran advokat berupa pemberian konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Peran advokat di luar pengadilan tersebut telah memberikan sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaruan hukum nasional, termasuk juga dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Para Pemohon juga mendalilkan Pasal 16 UU tersebut hanya memberikan perlindungan kepada advokat untuk tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan klien di dalam persidangan padahal pemberian jasa hukum oleh advokat juga dilaksanakan di luar pengadilan. Terhadap dalil tersebut, Mahkamah dalam Putusan Nomor 006/PUU-II/2004, tanggal 13 Desember 2004, mempertimbangkan, “UU Nomor 18/2003 Tentang Advokat adalah Undang-Undang yang mengatur syarat-syarat, hak dan kewajiban menjadi anggota organisasi profesi advokat, yang memuat juga pengawasan terhadap pelaksanaan profesi advokat dalam memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Oleh karena itu, tujuan Undang-Undang advokat, di samping melindungi advokat sebagai organisasi profesi, yang paling utama adalah melindungi masyarakat dari jasa advokat yang tidak memenuhi syarat-syarat yang sah atau dari kemungkinan penyalahgunaan jasa profesi advokat”. Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, antara UU yang dimohonkan diuji oleh Pemohon dengan UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang dijadikan salah satu argumentasi pemohon, terdapat perbedaan mengenai perlindungan advokat dan Pemberi Bantuan Hukum dalam menjalankan profesinya. Perbedaan dimaksud telah menimbulkan perlakuan yang berbeda antara advokat dan Pemberi Bantuan Hukum yang bermuara pada timbulnya ketidakpastian hukum yang adil diantara kedua profesi tersebut.
Mahkamah melihat keadaan demikian bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Keadaan tersebut juga bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Dengan demikian menurut Mahkamah, untuk menghindari terjadinya ketidakpastian hukum, juga untuk mewujudkan keadilan bagi kedua profesi tersebut, Mahkamah perlu menegaskan bahwa ketentuan Pasal 16 UU Advokat harus dimaknai advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.
Dengan pendapat tersebut maka Mahkamah menyatakan, Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”. 

sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=9899#.Vh8MV-yqqko

Kantor Hukum BALAKRAMA Solusi Segala Persoalan Hukum Anda !!!