Sekilas Tentang FIDUSIA
Fidusia
Pengertiansesuai dengan pasal 1 uu no 42 tahun 1999, yaitu:
-Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda
atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
-Jaminan
Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai agunan
bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Subyek
1.
Dari
segi individu (person), yang menjadi subyek fidusia adalah :
a.
Orang
perorangan;
b.
Korporasi.
2.
Para
Pihak, yang menjadi subyek fidusia adalah :
a.
Pemberi
Fidusia atau Debitur;
b.
Penerima
Fidusia atau Kreditur.
Obyek
1. Benda bergerak baik yang berwujud maupun
tidak berwujud;
2. Benda tidak bergerak yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan atau hipotek, yaitu bangunan di atas tanah milik orang
lain, sebagai contoh rumah susun, apartemen
Kewajiban/Tanggung
Jawab
1. Penerima Fidusia :
a. wajib mendaftarkan jaminan fidusia kepada
Kantor Pendaftaran Fidusia;
b. wajib mengajukan permohonan pendaftaran
atas perubahan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia
kepada Kantor Pendaftaran Fidusia;
c. wajib mengembalikan kepada Pemberi Fidusia
dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan;
d. wajib memberitahukan kepada Kantor
Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia. Pengecualian: Penerima
Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi
Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari
perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda
yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
2. Pemberi Fidusia :
a. dalam hal pengalihan benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia, wajib menggantinya dengan obyek yang setara;
b. wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi;
c. tetap bertanggung jawab atas utang yang
belum terbayarkan.
Hak
1. Penerima Fidusia mempunyai hak:
a. kepemilikan atas benda yang dijadikan obyek
fidusia, namun secara fisik benda tersebut tidak di bawah penguasaannya;
b. dalam hal debiturwan prestasi, untuk
menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri
(parate eksekusi), karena dalam Sertifikat Jaminan Fidusia terdapat adanya
titel eksekutorial, sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. yang didahulukan terhadap kreditur lainnya
untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia;
d. memperoleh penggantian benda yang setara
yang menjadi obyek jaminan dalam hal pengalihan jaminan fidusia oleh debitur;
e. memperoleh hak terhadap benda yang menjadi
obyek
jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan
eksekusi;
f. tetap berhak atas utang yang belum
dibayarkan oleh debitur.
2. Pemberi Fidusia mempunyai hak:
a. tetap menguasai benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia;
b. dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur
atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia, atau melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas utang apabila
Penerima Fidusia menyetujui.
Hapusnya
Hapusanya jaminan fidusia tercantum dalam pasal 25 ayat 1, yaitu:
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
2. Adanya pelepasan hak atas Jaminan Fidusia
oleh Penerima Fidusia;
3. Musnahnya benda yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia.
Musnahnya Benda
yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim
asuransi
Sifat
Fidusia:
1. Fiducia merupakan perjanjian ikutan dari
suatu perjanjian pokok, dan bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
suatu prestasi. Perjanjian Fidusia tidak disebut secara khusus dalam KUH
Perdata. Karena itu, perjanjian ini tergolong dalam perjanjian tak bernama
(Onbenoem De Overeenkomst);
2. Berrsifat memaksa, karena dalam hal ini
terjadi penyerahan hak milik atas benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia,
walaupun tanpa penyerahan fisik benda yang dijadikan obyek jaminan;
3. Dapat digunakan, digabungkan, dicampur atau
dialihkan terhadap benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia dengan persetujuan dari Penerima Fidusia
4. Bersifat individualiteit, bahwa benda yang
dijadikan obyek Jaminan Fidusia melekat secara utuh pada utangnya sehingga
meskipun sudah dilunasi sebagian, namun hak fidusia atas benda yang dijadikan
obyek jaminan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah
dilunasi;
5. Bersifat menyeluruh (totaliteit), berarti
hak kebendaan atas fidusia mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi
satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan;
6. Tidak dapat dipisah-pisahkan
(Onsplitsbaarheid), berarti pemberian fidusia hanya dapat diberikan untuk
keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja;
7. Bersifat mendahulu (droit depreference),
bahwa Penerim Fidusia mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya
untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang dijadikan obyek
Jaminan Fidusia;
8. Mengikuti bendanya (Droit de suite),
pemegang hak fidusia dilindungi hak kebendaannya, Jaminan Fidusia tetap
mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda
itu berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia;
9. Harus diumumkan (asas publisitas), benda
yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, hal ini merupakan
jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani
Jaminan Fidusia;
10. Berjenjang/Prioriteit (ada prioritas yang
satu atas yang lainnya), hal ini sebagai akibat dari kewajiban untuk melakukan
pendaftaran dalam pembebanan Jaminan Fidusia dan apabila atas benda yang sama
menjadi obyek lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia;
11. Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas),
Fidusia adalah hak kebendaan yang bersifat terbatas, yang tidak memberikan hak
kebendaan penuh kepada Pemegang atau Penerima Fidusia.Jaminan Fidusia hanya
sematamata ditujukan bagi pelunasan utang. Fidusia hanya memberikan hak
pelunasan mendahulu, dengan cara menjual
sendiri benda yang dijaminkan denganFidusia.
Tatacara
Pendaftaran Penjaminan Fudisia
Prosedur
mengenai pendaftaran jaminan fidusia tercantum dalam Pasal 11 sampai dengan
Pasal 18 UU Jaminan Fidusia, dimana pada pokoknya dinyatakan bahwa prosedur
pendaftaran jaminan fidusia adalah sebagai berikut:
a.
Pendaftaran
jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia dengan wilayah kerja
mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia dan berada di lingkup tugas
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;
b.
Permohonan pendaftaran jaminan fidusia
dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan
pernyataan pendaftaran jaminan fidusia;
c.
Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia
sebagaimana dimaksud di atas, memuat:
1.
Identitas
pihak pemberi dan penerima fidusia;
2.
Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan
tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia;
3.
Data
perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4.
Uraian
mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
5.
Nilai
jaminan;
6.
Nilai
benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
d.
Kantor
pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada
tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran;
e.
Kantor
pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia
sertifkat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan
permohonan pendaftaran;
f.
Jaminan
fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia
dalam buku daftar fidusia;
g.
Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia
ulang terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
Pelanggaran - Pelanggaran Hukum Dalam Perjanjian Kredit Dengan
Jaminan Fidusia
Pelanggaran-pelanggaran
yang sering dilakukan oleh kreditur adalah sebagai berikut :
1. Kreditur tidak
mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) maupun bank umum untuk nilai pinjamannya kecil. Dalam hal ini
pihak bank sudah siap menanggung resiko jika terjadi kredit macet. Lembaga
Pembiayaan (finance) juga banyak yang tidak mendaftarkan jaminan fidusianya
dengan alasan demi efisiensi dalam menghadapi persaingan dengan lembaga
pembiayaan lainnya.
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 sudah
mengatur bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Terhadap
jaminan fidusia yang tidak didaftarkan maka ketentuan-ketentuan dalam
Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia tidak berlaku, dengan kata lain untuk
berlakunya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia maka
harus dipenuhi bahwa benda jaminan fidusia itu didaftarkan. Kreditur yang tidak
mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak bisa
menikmati keuntungan-keuntungan dari ketentuan-ketentuan dalam undang-undang
jaminan fidusia seperti misalnya hak preferen atau hak didahulukan (J. Satrio,
242 -243). Konsekwensi lain dengan tidak didaftarkannya suatu obyek jaminan
fidusia adalah apabila debitur wanprestasi maka kreditur tidak bisa langsung
melakukan eksekusi terhadap jaminan fidusia namun harus menempuh gugatan secara
perdata di pengadilan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata). Apabila sudah ada putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap maka baru dapat dimintakan eksekusi terhadap obyek jaminan
fidusia.
2. Pendaftaran fidusia dilakukan setelah
debitur wanprestasi.
Pelanggaran ini masih
banyak dilakukan oleh lembaga pembiayaan (finance) dengan alasan sebagaimana
telah dikemukakan di atas. Pada saat debitur mulai wanprestasi, perusahaan
finance baru mendaftarkan obyek jaminan fidusia dalam rangka untuk memenuhi
persyaratan untuk melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia. Pemicu
tindakan lembaga finance ini dikarenakan dalam Undang-Undang tentang Jaminan
Fidusia tidak diatur ketentuan mengenai daluarsa pendaftaran jaminan fidusia
sehingga Kantor Pendaftaran Fidusia tidak punya alasan untuk menolak permohonan
pendaftaran fidusia yang perjanjian kreditnya sudah ditandatangani dalam waktu
yang lama (biasanya 2 -3 tahun sebelum didaftarkan).
Walaupun tidak ada aturan mengenai daluarsa pendaftaran
jaminan fidusia, namun dalam Pasal 14 sub 3 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia telah diatur bahwa jaminan fidusia lahir pada tanggal
yang sama dengan tanggal pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana tercatat dalam
Buku Daftar Fidusia. Oleh sebab itu, apabila ada perjanjian kredit yang dibuat
beberapa tahun yang lalu namun pendaftaran jaminan fidusianya baru dilakukan
belakangan maka berlakunya jaminan fidusia itu adalah pada saat didaftarkan
bukan pada saat perjanjian kredit ditandatangani atau pada saat penandatanganan
akta notariil. Konsekwensinya adalah peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi
sebelum pendaftaran jaminan fidusia tidak berlaku ketentuan-ketentuan dalam
Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
3. Perjanjian kredit
yang diikat dengan jaminan fidusia namun obyeknya bukan merupakan obyek
jaminan fidusia, seperti misalnya hak sewa, hak pakai maupun sewa beli
(leasing). Hal ini lebih dikarenakan ketidaktahuan kreditur terhadap aspek
hukum tentang jaminan fidusia. Benda yang merupakan obyek sewa-menyewa, hak
pakai atau sewa beli bukan merupakan hak kebendaan sehingga bukan merupakan
obyek jaminan fidusia sehingga tidak dapat didaftar di Kantor Pendaftaran
Fidusia. Karena bukan merupakan obyek jaminan fidusia, maka apabila debitur
wanprestasi maka kreditur tidak mempunyai hak preferen dan tidak dapat
melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
4. Kreditur
melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia tidak sesuai ketentuan Pasal
29 Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia.
Apabila debitur
wanprestasi dengan tidak melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan, maka
dapat dilakukan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia yang telah didaftarkan
di Kantor Pendaftaran Fidusia guna pelunasan utang tersebut. Dalam Pasal 29
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diatur mengenai cara
melakukan eksekusi yaitu :
Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.
Dalam sertifikat jaminan fidusia terdapat irah-irah “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sehingga mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang tetap.
Penjualan benda obyek jaminan fidusia atas kekuasaan
penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum;
Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia untuk memperoleh harga
tertinggi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam hal eksekusi dilakukan dengan penjualan di bawah
tangan maka boleh dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak
diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan
minimal dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.
Prosedur inilah yang sering dilanggar oleh lembaga pembiayaan (finance) dalam
melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan. Biasanya Finance akan menggunakan
jasa debt collector yang langsung mendatangi debitor dan mengambil kendaraan
obyek jaminan dan kemudian oleh finance akan menjualnya kepada pedagang yang
sudah menjadi relasinya. Hasil penjualan tidak diberitahukan kepada debitur
apakah ada sisa atau masih ada kekurangan dibandingkan dengan hutang debitur.
Terhadap eksekusi yang bertentangan dengan ketentuan Pasal
29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 berakibat eksekusi tidak sah sehingga
pihak pemberi fidusia (debitur) dapat menggugat untuk pembatalan.
Pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan debitur
adalah sebagai berikut :
1. Debitur
menjaminkan lagi obyek jaminan fidusia (Fidusia ulang)
Undang-Undang tentang
Jaminan Fidusia melarang adanya tindakan fidusia ulang sebagaimana diatur dalam
Pasal 17. Ketentuan ini dibuat dalam rangka untuk melindungi kepentingan pihak
kreditur yang telah memberikan pinjaman kepada debitur dan obyek jaminannya
tetap dikuasai oleh debitur. Ketentuan tersebut sangat logis karena atas obyek
jaminan fidusia dimaksud hak kepemilikannya telah “beralih” dari pemberi
fidusia (debitur) kepada penerima fidusia (kreditur) sehingga tidak mungkin
lagi dijaminkan kepada pihak lain. Apabila atas benda yang sama menjadi obyek
jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia maka hak yang
didahulukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 diberikan kepada pihak yang
lebih dahulu mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran Fidusia (pasal 28).
1. Pemberi
fidusia (debitur) menggadaikan, mengalihkan atau menyewakan obyek jaminan
fidusia tanpa seijin penerima fidusia (kreditur).
Tindakan ini biasanya dilakukan oleh debitur yang telah
mendapatkan pembiayaan dari perusahaan finance untuk pembelian kendaraan
bermotor, di mana hutangnya belum lunas tapi kendaraannya telah digadaikan
secara di bawah tangan kepada pihak ketiga.
Terhadap perbuatan tersebut, Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 telah mengatur ancaman pidana bagi debitur yang mengadaikan atau
mengalihakan obyek jaminan fidusia tanpa seijin kreditur yaitu diancam pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).
2. Debitur
mengubah dan atau mengganti isi dari benda yang menjadi obyek jaminan sehingga
kualitasnya menjadi turun (jelek). Misalnya mengganti onderdil kendaraan
bermotor dengan onderdil palsu atau onderdil bekas.
Perbuatan debitur tersebut tidak dapat dibenarkan karena
pada saat ditandatanganinya perjanjian kredit dan perjanjian jaminan fidusia,
hak kepemilikan atas obyek jaminan fidusia telah “beralih” dari pemberi fidusia
(debitur) kepada penerima fidusia (kreditur), sehingga pemberi fidusia
(debitur) hanya “dianggap sebagai penyewa” yang mempunyai kewajiban untuk
menjaga, memelihara dan memakai obyek jaminan yang dikuasainya dengan baik.
sumber:
UU No 42 Tahun 1999 Tentang Penjaminan Fidusia
PP Republik Indonesia No 86 Tahun 2000 Tentang Tatacara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
http://tenzdiyanto.blogspot.com/2012/11/fidusia.html
www.balakrama6999.blogspot.com
Kantor Hukum Balakrama
JL Kijang 1/12A Semarang 50161
Telp/Fax :024 6709513
HP :0813 9080 6999
PIN BBM :2669816D
email:balakrama6999@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar