Bukan sekedar bicara hukum secara normatif saja namun dilihat berbagai sudut pandang dengan segala pengalaman dan cerita.....UNTUK SARAN,PENGADUAN,KONFIRMASI,KLARIFIKASI,KONSULTASI SILAHKAN WA/LINE/SMS :0813 9080 6999

Minggu, 14 Februari 2016

KONSULTASI HUKUM GRATIS ONLINE


KONSULTASI HUKUM GRATIS
* PIDANA UMUM * PIDANA KHUSUS (KORUPSI,NARKOBA,TINDAK PIDANA TERTENTU DLL)* PERDATA * TATA USAHA NEGARA *TENAGA KERJA *PERUSAHAAN * DAGANG * PAJAK * PERCERAIAN * HUKUM KELUARGA (GONO -GINI,HAK ASUH ANAK,WASIAT DLL) * PERTANAHAN * ADAT * PERIZINAN * DLL



Anda mempunyai persoalan hukum ???
Bingung mau konsultasi atau sharing atau sekedar mau bertukar pikiran ???
Bingung cari yang bisa dipercaya dan memegang rahasia ?
Bingung cari tempat konsultasi hukum yang berkompeten dan memiliki keahlian di bidangnya ?

Demi pengabdian kepada nusa dan bangsa serta sebagai wujud rasa peduli agar masyarakat dapat sadar melek hukum kami membuka KONSULTASI HUKUM GRATIS secara ONLINE !!!

Dimana saja anda tanpa terbatas ruang dan waktu,kami siap semaksimal mungkin  membantu atau berdiskusi dan mencoba memberikan solusi,saran dan nasihat terbaik bagi anda !

Bagaimana caranya ?

  1. Untuk Konsultasi melalui telpon silahkan sebelumnya anda SMS terlebih dahulu ke Nomor :0813 9080 6999 dengan menyebut Nama,jenis kelamin,permasalahan singkat tentang apa,serta dimana anda tinggal !Kemudian kami akan membalas SMS anda dengan menentukan waktu dan jam anda bisa konsultasi melalui telpon.
  2. Untuk Konsultasi via WhatsApp / Line silahkan langsung saja disampaikan melalui ID kami di +62 813 9080 6999
  3. Untuk Konsultasi melalui Email silahkan saja langsung anda sampaikan ke email kami di:balakrama6999@gmail.com


Apa keunggulan konsultasi dengan Tim Kami :
  • Terjamin KERAHASIAANNYA,kami memegang teguh Kode Etik Advokat ;
  • Ditangani/dihandle oleh ahli-ahli yang sangat berpengalaman,memiliki kecakapan kemampuan dibidangnya serta diakui oleh organisasi profesi dan negara ;
  • GRATIS


Semoga bisa bermanfaat,



Kantor Hukum Balakrama
Solusi Segala Persoalan Hukum Anda


Wilayah Kerja : 
- Seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia

CARA AGAR BLOG RAMAI PENGUNJUNG


Mungkin bagi blogger yang sudah lama eksis pengunjung sudah bukan masalah lagi, tapi bagi bogger pemula seperti penulis jumlah pengunjung akan menjadi masalah utama. buat apa membuat banyak postingan apabila tidak ada yang membaca. iya toh????

Di dalam menarik pengunjung datang keblog kita itu dipengaruhi oleh banyak faktor, yang diantaranya akan penulis ulas dan dirangkum dari berbagai sumber dibawah ini:

  1. buatlah postingan yang original bukan hasil copy paste dari blog lain. sobat bisa mencari referensi dari search engine dan edit menggunakan bahasa sobat sendiri
  2. selesai membuat postingan segera lakukan ping. ping adalah pemberitahuan kalau ada pembaharuan diblog kita. sobat bisa melakukan ping manual di http://googleping.com atau http://auto-ping.com/service/ sobat ikuti langkah-langkahnya dan cek all dicentang semua. ping ini akan memberitahukan ke berbagai macam search engine
  3. jawab setiap komentar diblog sobat, sehingga diharapkan pengunjung merasa diperhatikan dan akan berkunjung balik
  4. berkunjunglah keblog orang lain (blogwalking) terutama yang memiliki DA dan PA yang tinggi, lalu tinggalkanlah komentar yang baik sesuai topik agar pemilik blog berkenan untuk berkunjung balik. penjelasan DA dan PA dapat dibaca pada artikel : Pengertian Domain dan Page authority.
  5. follow blog yang dikunjungi, dapat follow g+, fans page facebook, twitter atau juga subscribe lewat email. sambil berharap admin blog mau follow back.
  6. cari backlink yang berkualitas, sobat juga kudu tahu cara mengetahui backlink berkualitas
  7. daftarkan blog sobat ke google webmaster tool dan bing webmaster tools (sebagai ganti yahoo)
  8. update!!! Cara Paling Mudah dan Ampuh agar Blog Ramai Pengunjung selanjutnya adalah buatlah artikel yang berguna atau paling banyak dicari dengan kata kunci yang menarik, sehingga diharapkan artikel kita ada dihalaman pertama search engine seperti google atau yahoo, dan akan dibuka banyak orang
  9. buatlah anchor teks disetiap artikel, maksudnya disetiap artikel tambahkan link yang menuju artikel kita yang lain setidaknya dua yaitu diatas dan ditengah seperti ini: 5 penyebab peringkat blog kita turun. dengan menambah anchor teks diharapkan pengunjung akan membuka artikel kita yang lainnya dan akan betah berada diblog kita
  10. buatlah blog yang punya artikel gado – gado maksudnya jangan melulu satu topik tapi buta, tapi beberapa topik tapi jang banyak-banyak seperti blog ini yang mengedepankan 4 topik yaitu: sofware, musik, tips dan trik bisnis
  11. sabar dan lakukan secara kontinyu dan kalau 9 cara diatas sudah dilakukan kita tinggal menunggu dan berdo’a


link sumber: http://www.wongcungkup.com/cara-paling-mudah-dan-ampuh-agar-blog-ramai-pengunjung.html

PENYIMPANGAN KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA



A.     Penyimpangan Konstitusi Pada Periode 18 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949
                 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku di Indonesiadalam dua kurun waktu, yaitu yang pertama sejak ditetapkannya oleh Panitia, Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tanggal 10 Oktober 1945 diberlakukan surut mulai tanggal 17 Agustus 1945, sampai denga]L mulai berlakunya Konstitusi ,RIS pada saat pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949. Yang kedua adalah dalam kurun waktu sejak diumumkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 hingga sekarang, dan ini terbagi pula atas masa Qrde Lama dan Orde Baru.
                 Dalam kedua kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 itu kita telah mencatat pengalaman tentang gerak pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan Undang-Undartg Dasar 1945 itu.
Kurun waktu 1945 – 1949, jelas Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat dilaksanakan dengan baik; karena. kita memang sedang dalam masa pancaroba, dalam usaha membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja kita proklamasikan, sedangkan pihak kolonial Belandajustru ingin menjajah kembali, bekas jajahannya yang telah merdeka. Segala perhatian bangsa dan negara diarahkan untuk memenangkan Perang Kemerdekaan.
Sistem pemerintahan dan kelembagaan yang ditentukan dalam Undang¬Undang Dasar 1945 jelas belum dapat dilaksanakan. Dalam kurun waktu ini sempat diangkat Anggota DPA sementara, sedangkan MPR’ dan DPR belum dapat dibentuk. Waktu itu masih terus diberlakukan ketentuan Aturan Peralihan pasalIV yang menyatak:an bahwa: “SebelumMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk’ inenurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaarinya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Kornite Nasional”.Ada dua penyimpangan konstitusional yang dapat dicatat dalam kurun waktu 1945 – 1949 itu, yakni:
a)      berubahnya fungsi Kornite Nasional Pusat dari pembantu Presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut’ menetapkan garis-garis besar dari pada haluan negara berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober, 1945.
b)      perubahan sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer. Berdasarkan usul Badan Pekerja Kornite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada tanggal 11 Nopember 1945, yang kemudian disetujui oleh Presiden dan diumumkan dengan Maklumat Pemerirttah tanggal 14 Nopember 1945, sistem Kabinet Pre.sidensi~l berdasarkan UUD 1945 diganti dengan sistem Kabinet Parlementer.
Sementara itu, pada tan’ggal 3 Nopember 1945 atas usul BP-KNIP, Pemerintah ‘mengeluarkan suatu Maklurnat, yang ditandatangani oleh Wakil Presiden, tentang pembentukan partai-partai politik. Tujuan Pemerintah ialah agar dengan adanya partai-partai itu dapat dipimpin segala aliran paham yang ada di rnasyarakat ke jalan yang teratur.Sejak tanggal 14 Nopember 1945 kekuasaan ‘pemerintahan (eksekutif) dipegang oleh Perdana Menteri sebagai pimpinan Kabinet dengan para Menteri sebagai anggota Kabinet. Secara bersarna-sama. atau sendiri-sendiri Perdana Menteri dan/atau para Menteri bertanggungjawab kepada KNIP, yang berfungsi sebagai DPR, tidak bertanggungjawab kepada Presiden seperti yang dikehendaki Undang-Undang Dasar 1945. Dengan penyimpangan sistem inijelas l”engaruh negatifnya terhadap stabilitas politik dan sta~ilitas pemerintahan.
Perlu diketahui, bahwa dalam masa revolusi fisik tahun 1945 – 1949 itu sistem pemerintahan kita sering berubah dari sistem presidensial menjadi sistem parlementer dan sebaliknya. Namun perlu diingat, bahwa setiap kali negara dalam keadaan gentiDg kita senantiasa kembali kepada sistem presidensial.
Berkat kebulatan tekad seluruh rakyat waktu itu untuk terus beIjuang menegakkan kemerdekaan, maka dengan naungan Undang-Undang Dasar 1945,  meskipun telah terjadi penyimpangan akhimya bangsa Indonesia dapat meglenangkan Perang Kemerdekaan. Akhimya Belanda mengakui Kemerdekaan Indonesia, namun kita, fihak “Republik Proklarnasi” terpaksa menerima beidirinyaNegara Indonesia yang lain dari yang kita proklarnasikan ‘pada tanggal 17 Agustus 1945 dan didirikan berdasarkan UndanfUndang Dasar 1945 yang kita tetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.Negara Kesatuan Republik Indonesia terpaksa menjadi negara Federasi Republik Indonesia’ Serikat .(RIS),• berdasarkan pada Konstitusi RIS dengan IT. Soekamo sebagai Ptesidennya. Undang-Undang Dasar 1945 berlaku hanya di Negara Bagian RI yang meliputi sebagian pulau Jawa dan Sumatera dengan ibukota Yogyakarta. ‘
B.       Penyimpangan Konstitusi Pada Periode 27 Desenber 1049 s/d 17 Agutsu 1950
          Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) merupakan Konstitusi yang kedua dari Negara kita dan berlaku sejak 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950, jadi lebih kuranghanya delapan bulan. Rancangan Konstitusi itu disepakati bersarna di negara Belanda antara wakil-wakil pemerintah Republik Indonesia dengan wakil-wakil pemerintah “negara” BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), negara-negara buatan Belanda di luar’RI. Ini terjadi di kota pantai Scheveningen tanggal29 Oktober 194 9, pada saat berlangsungnya Konperensi Meja Bundar.Pada tanggal’ 14 Desember 1949 di Jakarta disetujui rancangan tersebut oleh wakil-wakil pemerintah dan KNIP Republik Indonesia dan wakil masing-masing pemerintah dan Dewan-dewan Perwakilan Rakyat negara-negara BFO. ‘
           Akhirnya dalam sidang lanjutan pada konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag negeri Belanda, Rancangan Konstitusi RIS tersebut disetujui oleh semua pihak.
Penyimpangan konstitusi pada masa ini antara lain dengan berubahannya bentuk negara kesatuan menjadi negara federasi (negara serikat), yakni negara yang memiliki negara-negara bagian. Untunglah negara federasi RIS hanya berlangsung sangat singkat. Sejak berdirinya Republik Indonesia Serikat terasa desakan-desakan untuk menjadikan RIS kembali menjadi Negara Kesatuan. Desakan itu terutama datang dari, daerah-daerah yarig merasa tidak puas dengan terbentuknya negara federalhasil KMB secta ingin bergabung dengan Rebulkik Indonesia (Yogyakarta). Pembubaran dan penggabungan negara-negara bagian itu memang dimungkinkan oleh Konstitusi RIS Pasa1 43 dan 44.
           Sejarah menunjukkan bahwa pada bulan April 1950 tinggal negara bagian Indonesia Timur dan Sumatera Timur saja1ah yang belum bergabung dengan ‘negara. RI Yogyakarta. Akhimya tercapailah kata sepakat antara negara RI Yogyakarta dan negara RIS, yang sekaligus mewakili negara Bagian Indonesia Timur dan Sumatera Timur untuk dalam waktu sesingkat-singkatnya bersama-sama mendirikan satu negara .kesatuan.
             Persetujuan tersebut secara resmi dimuat dalam suatu Piagam Persetujuan tang gal 19 Mei 1950. Proses selanjutnya adalah membuat rancangan peruQahan konstitusi RIS menjadi UUDS. Republik Indonesia oleh pihak RIS dan Negara Republik Indonesia (Yogyakarta). Pada tanggal 15 Agustus 1950 di depan rapat. gabungan senat dan DPR-RIS, Presiden menyatakan bahwi\ rancangan perubahan tersebut telah disetujui oleh pihak RIS dan negara RI Yogyakarta dan karena ,itu naskah UUD (Sementara) itu telah ditandatangani olehnya bersama Perdana Menteri dan Menteri Kehakiman RIS serta kemudian diumumkan oleh M’enteri Kehakiman dan berlaku mulai tailggal 17 Agustus 1950.
C.       Penyimpangan Konstitusi Pada Periode 17 Agutus 1950 s/d 5 Juli 1959
             Pada tanggal 17 Agustus 1950, negara federasi RIS kembali menjadi Negara Kesatuan RI, tetapi dengan landasan Undang-Undang Dasar yang lain dari Undang-Undang Dasar 1945. Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Dasar Sementara yang diberi nama Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (1950). Ini merupakan Konstitusi kita yang ketiga. penyimpang konstitusi pada masa ini adalah:
1)       perubahan sistem kabinet presidential menjadi sistem kabinet parlementer. Menurut Undang-Undang Dasar baru ini sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer bukan sistem kabinet presidensial. Menurut sistem pemerintahan parlementer itu Presiden dan Wakil Presiden adalah sekedar Presiden konstitusional dan “tidak dapat diganggu gugat”. Yang bertanggung jawab adalah para Menteri kepada Parlemen (DPR).
2)       Undang-Undang Dasar Sementara 1950, yang mtmganut sistem parlementer, berpijak pada landasan pernikiran demokrasi liberal yang me.ngutamalcan pada kebebasan individu, sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistem presidensial berpijak pada landasan Demokrasi Pancasila, yang berintikan’ kerakyatan’ yang dipimpiil oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, Presiden bertanggtung jawab kepada pemberi mandat,MRR,tidak kepada DPR.
       Pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan akibatnya jelas telah kita saksikan bersama, berupa kekacauan, balk di bidang politik, keamanan, maupun ekonorni.Sebabnya ialah sistem Kabinet Parlemehter yang dianut UUDS 1950 menyebabkan tidak tercapainya stabilitas politik dan pemerintahan dikarenakan sering bergantinya kabinet yang didasarkan kepada dukungan suara di Parlemen. Dan tahun 1950 s/d 1959 telah terjadi pergantian kabinet sebanyak tujuh kali yang dengan sendirinya menggambarkan; bahwa program dari suatu kabinet tidak dapat dilaksanakan secara baik dan berkesinambungan. Oleh karena itulah pada waktu itu telah timbul pendapat-pendapat dalam masyarakat agar kita kembali saja kepada sistem kabinet presidensial, seperti yang termuat di dalam UUD Proklamasi.
Pada bulan September 1955 dan Desember 1955 diadakan pernilihan umum, rnasing-masing untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Konstituante. Tugas Konstituante adalah untuk membuat suatu Rancangan Undang-Undang Dasar sebagai pengganti UUDS .1950, yang menurut Pasal 134 akan ditetapkan selekas-Iekasnya bersama-sama dengan pemerintah.Untuk mengambil putusan mengenai Undang-Undang Dasar maka Pasal 137 UUDS1950 menyatakati bahwa :
1.         Untuk mengambil putusan tentang Rancangan Undang-Undang Dasar baru jlka sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota konstituannte harus hadir;
2.         Rancangan tersebut diterirna jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 . dari jumlah anggota yang hadir;
3.         Rancangan yang telah diterima oleh Konstituapte dikirimkan kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah;
4.         Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengari segera serta mengumumkan Undang-Undang Dasar itu dengan keseluruhan.
Lebih dari dua tahun bersidang Konstituante belum berhasil merumuskan Rancangan Undang-Undang Dasar baru. Perbedaan pendapat yang telah menjadi perdebatan-perdebatan di dalam gedung Konstituante mengenai dasar negara telah menjalar ke luar gedung Konstituante dan yang diperkirakan pula akan menimbulkan ketegangan-ketegangan politik dan fisik di kalangan masyarakat. Dalam suasana seperti itu Presiden dalam pidatonya di depan sidang Konstituante tanggal 22 April 1959 menyarankan “marilah kita kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945″.
Saran untuk kembali kepada UUD 1945 itu pada hakikatnya dapat diterima oleh para anggota Konstituante, namun dengan pandangan yang berbeda”.
Pertama, menerima saran kembali kepada UUD 1945 suara utuh, dan kedua menghendaki kembalinya kepada UUD 1945 dengan suatu amandemen, yakni dimasukkannya lagi tujuh kata “dengan kewajiban rrienjalan¬kan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, pada sila pertama Pancasila dibelakang “kata Ketuhanan” seperti yang tercantum dalam Piagam Jakarta ke dalam Pembukaan UUD 1945.Karena tidak memperoleh kemufakatan antara pandangan- pandangan yang berbeda itu, maka Konstituante mengadakan pemungutan suara terhadap usul pemerintah untuk kembali ke UUD 1945.
Pertama-tama diadakan Pemungutan suara terhadap usul amandemen, dan dilaksanakan tanggal 29 Mei 1959. Usul amandemen itu tidak memperoleh .suara dua pertiga dari anggota yang hadir. Anggota yang hadir waktu itu 470 Orang, sedangkan yang menyetujui usul amandemen 201 orang dan yang tidak menyetujuinya 265 orang.
Selanjutnya dilaksanakan pemungutan suara terhadap usul Pemerintah untuk kembali ke UUD i94S. Pemungutan suara dilakukan sebanyak tiga kali.Tanggal 30 Mei 1959 diadakan pemungutaIi suara yang pertama dengan hasil 269 suara setuju dan 199 suara menolak. Karena persyaratan formal, yaitQ 2/3 dari jumlah anggota yang hadir sesuai dengan ketentuan pasal 137 UUDS 1950 tidak tefllenuhi, maka tanggal 1 Juni 1959 diselenggarakan pemungutan suara yang kedua. Hasilnya adillah 264 suara setuju menerima usul untuk kembali ke UUD 1945 dan 204 uara menolak, yapg jugatidak memenuhi kourum.
Pemungutan suara ketiga dilangsungkan tanggal 2 Juni 1945 dan secara rahasia dengan hasil 263 suara setuju dan 203 menolak, sehingga persyaratan formal juga tidak dapat dipenuhi.Sesuai dengan tata tertib Konstituante yang ditentukan, bahwa pemungutan suara untuk amandemen dilakukan satu kali, dan kepada materi baru dilakukan sebanyak tiga kali. Dengan demikian menunjukkan bahwa usul Pemerintahuntuk kembali kepada UUD 1945 tidak mendapat persetujuan dari lembaga Konstituante meskipun telah disetujui oleh lebih dari setengah anggotanya .
Sehari setelah pemungutan suara yang ketiga kalinya itu, Konstituante menjalani reses. Selama reses itu lebih dari separoh anggota Konstituante meriyatakan, bahwa setelah reses nanti mereka tidak akan menghadiri Sidang lagi. Ini berarti bahwa Konstituante gagal dalam tugasnya untuk menetapkan UUD yang tetap sebagai pengganti UUDS 1950. Keadaan itu dianggap oleh Presiden sebagai keadaaan yang dapat membahayakan keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara.
D. Penyimpangan Konstitusi Pada Periode 5 Juli 1959 s/d 1998
Dalam keadaan yang menurut pandangan Kepala Negara (presiden) menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara, nusa, dan bangsa. Maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Tindakan Presiden mengeluarkan Dekrit tersebut dibenarkan berdasarkan hukum darurat negara (staatsnoodrecht).
Berdasarkan alasan yang kuat seperti dikemukan di atas, dan dengan dukungan dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, dikeluarkanlah Dekrit oleh Presiden pada tanggal 5 Juii 1959 tentang kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.Diktum Dekrit Presiden itu adalah :
1.  Menetapkan pembubaran Konstituante;
2.    Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai¬hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang¬Undang Dasar Sementara 1950;
3.    Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta Dewan Pertimbangan Agurtg Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.Dekrit itu dibacakan-secara lisan oleh Presiden di Istana Merdeka pada tanggal 5 Juli 1959, hari Minggu pukul 17 .00 waktu Jawa. Dekrit itu kemudian diumumkan dengan Keputusan Presiden NO.150 tahun 1959 yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia NO.75 tahun 1959. Pada Lembaran Negara itu dilampirkan satu naskah Undang-Undang Dasar 1945.
Meskipun esensinya sama, namun lampiran pada Lembaran Negara NO.75 tahun 1959 itu tidak seluruhnya sama bunyinya dengan naskah Undang- Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dimuat dalam berita Republik Indonesia Tahun II NO.7 tanggal 15 Pebruari 1946. Karena salah satu diktum Dekrit jelas menyatakan “Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …. ” maka yang dimaksud adalah naskah Undang-Undang Dasar yang ditetapkan oleh PPKI dan dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7.
Adapun naskah sebagai lampiran Keputusan Presiden No.150 tahun 1959 yang dimuat dalam lembaran Negara No. 75 tahun 1959 itu pada hakikatnya berfungsi sebagai kelengkapan dalam mengumumkan secara tertulis Dekrit Presiden itu.Sejak 5 Juli 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Sejak itu telah cukup banyak pengalarnan yang kita peroleh dalam melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945. Apabila diadakan perbandingan mengenai pelaksanaan Undang- Undang Dasar 1945 untuk kurun waktu antara 1959 – 1965 (Orde Lama) dan kurun waktu 1966 hingga kini (Qrde Baru), maka jelas terlihat serta dirasakan kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Dalam Orde Lama, lembaga-Iembaga negara seperti MPR, DPR, DPA, dan BPK belum dibentuk berdasarkan undang-undang seperti yang ditentukan dalam Undang-Und/lIlg Dasar 1945; lembaga-Iembaga negara tersebut masih “dalam bentuk• sementara. Belum lagi jika kita mengupas ‘tentang berfungsinya lembaga-Iembaga negara tersebut telah sesuai ‘atau tidak dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 .
Beberapa penyimpangan konstitusi sejak tahun 1959 (orde lama) sampai dengan lahirnya Orde Baru antara lain:
1.      Pada masa Orde Lama itu Presiden, selaku’ pemegang kekuasaan eksekutif, dan pemegang kekuasaan legislatif — bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat — telah menggunakan kekuasaannya dengan tjdak semestinya. Presiden telah mengeluarkan produk legislatif yang pada hakikatnya adalah Undang-undang (sehingga sesuai UUD 1945 harus dengan persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan Presiden, tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2.      MPRS, dengan Ketetapan NO.I/MPRS/1960 telah mengambil putusan menetapkan pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang beIjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang lebih dikenal dengan
3.      Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) sebagai GBHN bersifat tetap, yang jelas bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.
4.      MPRS telah mengambil putusan untuk mengangkat Ir. Soekamo sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan keten¬tuan Undang-Undang Dasar 1945, yang menetapkan masa jabatan Presiden,lima tahun.
5.      Hak budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 Pemerintah tidak mengajukan Rancangan Undang-undang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam tahun 1960, karena.DPR tidak dapat menyetujui Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukanoleh Pemerintah, maka Presiden waktu itu membubarkan DPR basil Pemilihan Umum 1955 dan membentuk DPR Gotong Royong, disingkat DPR-GR.
6.      Pimpinan lembaga-Iembaga negara dijadikan menteri-menteri negara sedangkan Presiden sendiri menjadi ketua D”PA, yang semuanya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.
Inilah beberapa contoh kasus penyimpangan konstitusional yang serius terhadap pelaksanaan Undang-Dasar 1945 . Penyimpangan ini jelas bukan saja telah mengakibatkan tidak berjalannya sistem yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, melainkanjuga telah mengakibatkan membu:ruknya keadaan politik dan keamaan serta terjadinya kemerosotan di bidang ekonomi yang mencapai puncaknya dengan pemberontak¬an G-30-S. PKL Pemberontakan G-3Q-S PKI yang dapat•digagalkan berkat kewaspadaan dan kesigapan ABRI dengan dukungan kekuatan rakyat telah mendorong lahimya Orde Baru yang bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara mumi dan konsekuen.
E. Penyimpangan Konstitusi Pada Periode 5 Juli 1959 s/d 1998
Orde Baru yang lahir dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara mumi dan konsekuen; ternyata tidak mampu melakukannya. Bahkan pada masa Orde Baru ini telah pula terjadi penyimpangan konstitusional, diantaranya:
1)   Pembatasan hak-hak politik rakyat Sejak tahun 1973 jumlah parpol di Indonesia dibatasi hanya 3 buah saja (PPP, Golkar, dan PDI). Pertemuan-pertemuan politik harus mendapat ijin penguasa. Pers dinyatakan bebas, tetapi pemerintah dapat membreidel penerbitan pers (Tempo, Edi¬tor, Sinar Harapan dan lain-lain). Para pengeritik pemerintah dikucilkan secara politik, atau bahkan diculik. Pegawai Negeri dan ABRI diharuskan mendukung partai penguasa, Golkar. Hal-hal tersebut di atas bertentangan dengan UUD 1945 terutama dalam kaitannya dengan pasal-pasal yang berkenaan dengan Hak-hak Asasi Manusia
2)    Pemusatan kekuasaan di tangan presiden

Walaupun secara formal lembaga negara (MPR, DPR, MA, dan lain-lain) mempunyai fungsi yang semestinya, namun dalam praktek melalui mekanisme politik tertentu Presiden dapat mengendalikan berbagai lembaga negara di luar dirinya.

 sumber dari diktat kuliah Hukum Konstitusi Magister Ilmu Hukum Universitas Semarang ;Dosen pengampu Dr.Kadi Sukarna,S.H.,M.H

PERKEMBANGAN KONSTITUSI


A.   Perkembangan Konstitusi Yunani
Konstitusi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Dimulai sejak zaman Yunani Kuno yang dapat dibuktikan dengan memperhatikan pendapat Plato yang membedakan istilah nomoi dan politiea. Nomoi berarti undang-undang, sedangkan politiea berarti Negara atau dapat disepadankan dengan pengertian kostitusi. Politea mengandung kekuasaan yang lebih tinggi daripada nomoi, karena politea mempunyai kekuasaan membentuk sedangkan pada nomoi tidak ada, karena ia hanya merupakan materi yang harus dibentuk agar tidak bercerai-berai. Akan tetapi pada masa itu konstitusi masih diartikan secara materiil saja, karena belum dibuat dalam suatu naskah tertulis sebagaimana dikenal pada masa kini. Pada masa kejayaannya (antara tahun 624-404 SM) Athena pernah mempunyai tidak kurang dari 11 konstitusi. Pada masa itu Aristoteles sebagai murid terbesar Plato berhasil mengumpulkan 158 konstitusi dari berbagai negara sehingga diakui sebagai orang pertama yang mela kukan studi perbandingan konstitusi.
Di dalam kebudayaan Yunani penggunaan istilah UUD berkaitan erat dengan ucapan Resblica constituere yang memunculkan semboyan “Prinsep Legibus Solutus est, Salus Publica Supreme Lex” yang artinya rajalah yang berhak menentukan organisasi/struktur negara oleh karena Raja adalah satu-satunya pembuat undang-undang, sehingga kekuasaan raja sangat absolut.
Pada masa itu pemahaman tentang konstitusi hanyalah merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan semata-mata Bagi bangsa Yunani,Negara merupakan seluruh pola pergaulannya, sebuah kota tempat terpenuhinya semua kbutuhannya secara material dan spiritual. Keberadaan Negara, kataAristoteles, tidak semata mata untuk memungkinkan adanya kehidupan, tetapi untuk membuat kehidupan bias berjalan dengan baik. Menurut Plato dan Aristoteles, ujian atas kewarganegaraan yang baik adalah kepatuhannya terhadap undang-undang atau konstitusi.(CF.Strong,Asal Usul Perkembanganh Negara Konstitusional:24-25).
Dalam kondisi ini para filosof Yunani memulai pemikiran politiknya, antara lain Plato, Socrates clan Aristoteles. Dalam bukunya The Laws (Nomoi) Plato menyebutkan bahwa “Our whole state is animitation of the best and noblest life“, Socrates dalam bukunya Panathenaicus maupun dalam Areopagiticusmenyebutkan “the politeia is the soul of the polis with power over it like that of the mind over the body“, keduanya sama-sama menunjuk kepada pengertian konstitusi. Demikian pula Aristoteles dalam bukunya Politicsmengkaitkan pengertian kita tentang konstitusi dalam frase “in a sense of life of the city“. Apa yang tidak dimiliki konstitusionalisme politik Yunani adalah sesuatu yang penting bagi kelanjutan eksistensi bentuk pemerintahan seperti itu, yaitu kemampuan untuk bergerak seiring dengan perubahan zaman dan memenuhi kebutuhan baru yang muncul.
Dalam bahasa Yunani Kuno tidak dikenal ada nya istilah yang mencerminkan pengertian ka ta jus ataupun constitutio sebagaimana dalam tra disi Romawi yang datang kemudian. Dalam ke se luruhan sistem berpikir para filosof Yunani Kuno, perkataan constitution adalah seperti apa yang kita maksudkan sekarang ini. Perkata an consti tution di zaman Kekaisaran Romawi (Roman Empire), dalam bentuk bahasa latinnya, mula-mula digunakan se ba gai istilah teknis untuk menyebut the acts of legisla tion by the Empe ror. Bersamaan dengan banyak aspek dari hukum Romawi yang dipinjam ke dalam sistem pemikiran hukum di kalangan gereja, maka istilah teknis constitutionjuga dipinjam untuk menyebut peraturan-peraturan eklesiastik yang berlaku di seluruh gereja atau pun untuk beberapa peraturan eklesiastik yang ber laku di gereja-gereja tertentu (ecclesiastical province). Oleh karena itu, kitab-kitab Hukum Romawi dan Hukum Ge reja (Kano nik) itulah yang sering dianggap sebagai sum ber rujukan atau referensi paling awal mengenai peng gu na an perkataan constitution dalam sejarah.
Dalam perkembangannya, bangsa Romawi yang sedang melebarkan sayap kerajaan dunianya, berubah dari negara polis (city state), menjadi suatu imperium (kerajaan dunia) yang dapat mempersatukan seluruh daerah peradaban dalam suatu kerajaan. Pada zaman Romawi, meskipun ilmu ketatanegaraan tidak mengalami perkembangan yang pesat dikarenakan, pada masa Romawi lebih menitikberatkan persoalan -persoalan praktis daripada masalah-masalah teoritis, namun pemikiran-pemikiran hukum pada zaman Romawi sangat mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan pada abad berikutnya. Beberapa bukti di antara nya;
Pertama, pada saat terjadi pertentangan antara kaum patricia (kaum ningrat) dengan kaum Plebeia (kaum gembel, rakyat jelata). Pertentangan ini dapat diselesaikan dengan sebuah undang-undang yang terkenal dengan nama Undang-Undang 12 Meja. Kedua, penggunaan istilah ius gentiumpertamakalinya digunakan pada zaman Romawi untuk menunjukkan bahwa kerajaan Romawi telah membedakan hukum bagi orang-orang Romawi dan di luar Romawi. Bagi orang Romawi diberlakukan ius civil, sedangkan di luar Romawi (bukan Romawi Asli) diberlakukanius gentium(yang dikenal dengan sebutan hukum antar negara). Ketiga, penggunaan perkataan lex dikenal pada masa Romawi. Lex ini dipahami sebagai konstitusi untuk menentukan bagaimana bangunan kenegaraan harus dikembangkan, yang kemudian menjadi kata kunci untuk memahami konsepsi politik dan hukum.
Pada dasarnya gagasan konstitusi dan konstitusionalisme pada masa Romawi sudah terlihat. Namun demikian, gagasan konstitusionalisme ini sungguh sangat disayangkan harus lenyap seiring dengan kekalahan bangsa Romawi oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400).
Mula-mula, Romawi adalah sebuah monarki, tetapi kemudian raja-rajanya diturunkan dengan paksa. Sekitar 500 SM., republic mulai muncul secara jelas, disusul dengan perebutan kekuasaan antar golongan (Patrician-bangsawan dan Plcbeians-buruh petani) yang berlangsung lama dan berakhir (300 SM) dengan ditetapkannya persamaan hak terhadap rakyat jelata yang dilindungi oleh para pejabat yang dipilih khusus untuk itu yang disebut Tribunes. Dalam konstitusi repulik ini,ada tiga elemen pemerintahan yang diharapkan dapat saling memeriksa dan mengimbangi (balance and check) satu sama lain. Yang pertama adalah elemen monarki (diserahkan dari tangan raja semula) yang memanifestasikan dirinya dalam bentuk jabatan penasihat. Elemen kedua adalah elemen aristokratis yang diwujudkan dalam bentuk Senat,sebuah majelis yang dalam suatu masa memiliki kekuasaan legislative yang sangat besar. Elemen ketiga adalah elemen demokratis yang berupa pertemuan-pertemuan rakyat dalam tiga jenis konvensi yang dibagi berdasarkan tanah atau rakyat (cury, century, atau suku bangsa)
Demokrasi Romawi, seperti juga demokrasi Negara-kota Yunani, merupakan demokrasi primer atau demokrasi langsung, sedangkan gagasan perwakilan adalah hal yang asing bagi keduanya. Teori kekuasaan Kekaisaran Romawi dapat dihimpun dengan jelas dan Institutes dan Digest Kaisar Justinian (538-565 M), penyusun terkenal hukum Romawi (Roman Law). Walaupun kekuasaan yang sebanarnya hanya terbatas pada Kekaisaran Romawi di belahan timur dan berpusat di Konstantinopel. Konstitusi Romawi yang di mulai sebagai suatu perpaduan harmonis antara elemen monarki,aristokrasi,dan demokrasi telah berakhir sebagai suatu aristokrasi yang tidak bertanggungjawab. Perasaan nasional sama sekali tidak ada dalam Imperium Romawi.
Berpengaruhnya abadi konstitusionalisme Romawi, pertama,Hukum Romawi (Roman Law) berpengaruh besar terhadap sejarah hukum Eropa continental. Kedua, kecintaan bangsa Romawi akan ketenteraman dan kesatuan sangat kuat sehingga orang-orang di Abad Pertengahan terobsesi dengan gagasan kesatuan politik dunia untuk menghadapi kekuatan disintegrasi. Ketiga,konsepsi dua sisi kedaulatan legal kaisar-pada satu sisi, kesenangan hatinya adalah hokum dan di sisi lain, kekuasaannya dianggap berasal dari rakyat-berlangsung selama berabad-abad dan bertanggung jawab atas dua pandangan berbeda tentang hubungan pemerintah dan pihak yang diperintah di Abad Pertengahan. (C.F Stong,2010 : 26-32).
C.    Perkembangan Kostitusi Abad Pertengahan
Bermula dari Holly Roman Empire yang didirikan oleh Charles Agung pada 800 M,. dimana pemerintahannya sangat berbeda dengan Kekaisaran Romawi semula. Holly Roman Empire adalah Kekaisaran Roma yang telah dimodifikasi secara territorial, rasial,social, politik dan spiritual hingga mencapai taraf yang di sana konstitusionalisme Roma lama lenyap seluruhnya. Sebelum kekaisaran Charles Agung mengembangkan konstitusi, kekaisaran itu terpecah-pecah diantara para penerusnya yaitu timbul masalah konstitusional perebutan kekuasaan antarbangsa yaitu eksperimen yang umumnya dikenal sebagai Gerakan Dewan (Conciliar Movement) antara lain Dewan Umum, Dewan Pisa (1409), Dewan Constance (1414-1418) dan Dewan Basel (1431-1439). Sehingga fenomena feodalisme kemudian berkembang pesat di seluruh Eropa. Feodalisme adalah salah satu jenis konstitusionalisme Abad Pertengahan karena dalam beberapa taraf tersusun menjadi suatu bentuk pemerintahan social dan politik yang dapat diterima secara umum. Ciri utamanya adalah pembagian Negara menjadi unit-unit kecil. Prinsip umum feodalisme adalah “setiap orang harus punya penguasa. Kejahatan feodalisme terletak pada sedemikian banyaknya kekuasaan yang diberikan pada baron-baron tinggi dan proporsisi kekuatan mereka di masa itu yang terhambat ketika Negara kesatuan bangkit. (C.F Strong, 2010: 32-35)
            Sehingga pada abad pertengahan perkembangan konstitusi didukung oleh aliranmonarchomachen yang terutama terdiri dari golongan Calvinis. Aliran ini tidak menyukai kekuasaan mutlak raja. Untuk mencegah raja bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat, aliran ini menghen daki suatu perjanjian antara rakyat dan raja. Perjanjian antara rakyat dan raja dalam kedudukan yang sederajat menghasilkan naskah yang disebut Leges Fundamentalis yang memuat hak dan kewajiban masing-masing. Raja tidak hanya dapat dimintai pertanggungjawaban tetapi juga dapat dipecat bahkan dibunuh jika memang perlu.
            Perjanjian antara rakyat dan raja ini lambat laun dituangkan dalam suatu naskah tertulis. Adapun tujuannya adalah agar para pihak dapat dengan mudah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Selain itu, memudahkan salah satu pihak yang merasa dirugikan menuntut pihak lain yang melanggar perjanjian.
           Perjanjian yang berisi hak dan kewajiban itu dapat juga terjadi antara raja dengan para bangsawan. Para bangsawan berhak meminta perlindungan kepada raja. Sementara itu, raja berhak meminta bantuan para bangsawan jika terjadi perang. Bahkan perjanjian dapat dilakukan antara orang-orang sebelum ada negara. Dalam sejarah para kolonis yang menuju benua Amerika sudah membuat perjanjian ketika masih berada di kapal “Mayflower“.
         Semula konstitusi dimaksudkan untuk mengatur dan membatasi wewenang penguasa, menjamin hak (asasi) rakyat, dan mengatur pemerintahan. Seiring dengan kebangkitan paham kebangsaan dan demokrasi, konstitusi juga menjadi alat mengkonsolidasikan kedudukan politik dan hukum dengan mengatur kehidupan bersama untuk mencapai cita-cita. Itulah sebabnya pada zaman sekarang konstitusi tidak hanya memuat aturan hukum, tetapi juga merumuskan prinsip-prinsip hukum, haluan negara, dan patokan kebijaksanaan yang secara keseluruhan mengikat penguasa.
         Pada abad pertengahan ini terdapat beberapa istilah yang dipakai pada zaman Romawi yang substansinya mengilhami peraturan-peraturan dalam negara pada periode berikutnya. Seperti misalnya, terdapat kodifikasi hukum yaitu kodifikasi hukum yang diselenggarakan oleh raja, disebut Corpus Juris, dan kodifikasi yang diseleng garakan oleh Paus Innocentius, yaitu peraturan yang dike luarkan oleh gereja yang disebut Corpus Juris Connonici. Yang terpenting dalam penulisan ini adalah Corpus Juris, yang terdiri dari empat bagian :
1. Instituten, ini adalah sebuah ajaran, tapi mempunyai kekuatan mengikat seperti Undang-Undang, kalau dalam Undang-Undang itu mengenai sesuatu hal tidak terdapat pengaturannya, maka pengaturan mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam Instituten tadi.
2. Pandecten, ini sebetulnya merupakan penafsiran saja dari para sarjana terhadap suatu peraturan.
3.  Codex, ini adalah peraturan atau undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah/penguasa.
4.  Novellen, ini adalah tambahan dari suatu peraturan atau undang-undang.
Selanjutnya konstitusi merupakan sumber hukum terpenting dan utama bagi negara. Pada zaman modern hampir dapat dikatakan tidak ada negara yang tidak mempunyai konstitusi. Dengan demikian antara negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.
Pada tahun 1789 meletus revolusi di Perancis, ditandai oleh ketegangan-ketegangan di masyarakat dan terganggunya stabilitas keamanan negara. Maka pada tanggal 14 September 1791 tercatat diterimanya konstitusi Eropa pertama oleh Louis XVI. Sejak peristiwa inilah, sebagian besar negara-negara di dunia sama-sama mendasarkan prinsip ketatanegaraannya pada sandaran konstitusi.
D. Perkembangan Konstitusi Islam
Perkembangan konstitusi dan konstitusionalisme juga dapat dilacak pada peradaban negara-negara Islam. Ketika bangsa Eropa berada dalam keadaan kegelapan pada abad pertengahan (the dark age), di Timur Tengah tumbuh dan berkembang pesat perada ban baru di lingkungan penganut ajaran Islam. Atas penga ruh Nabi Muhammad SAW, ba nyak sekali inovasi-inovasi baru dalam kehidupan umat manusia yang di kembangkan menjadi pen dorong kemajuan peradaban. Salah satunya ialah penyusunan dan penandatanganan per setujuan atau perjanjian bersama di antara kelom pok-kelompok penduduk kota Madinah untuk ber sama-sama membangun struktur kehidupan ber sama yang di kemudian hari berkembang men jadi kehidupan ke ne gara an dalam pengertian modern sekarang. Naskah per setujuan bersama itulah yang selanjutnya dikenal sebagai Piagam Madinah (Madinah Charter).
          Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan penger tian konstitusi dalam arti modern. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil pen du duk kota Madinah tak lama setelah beliau hijrah dari Mekkah ke Yastrib, nama kota Madinah sebelum nya, pa da tahun 622 M. Para ahli menyebut Piagam Madinah ter sebut dengan berbagai macam istilah yang berlainan satu sama lain
          Para pihak yang mengikatkan diri atau terikat dalam Piagam Madinah yang berisi per janjian masya rakat Madinah (social contract) tahun 622 M ini ada tiga belas kelompok komu nitas yang secara eksplisit disebut dalam teks Piagam. Ketiga belas komunitas itu adalah (i) kaum Mukminin dan Muslimin Muhajirin dari suku Quraisy Mekkah, (ii) Kaum Mukminin dan Muslimin dari Yatsrib, (iii) Kaum Yahudi dari Banu ‘Awf, (iv) Kaum Yahudi dari Banu Sa’idah, (v) Kaum Yahudi dari Banu al-Hars, (vi) Banu Jusyam, (vii) Kaum Yahudi dari Banu Al-Najjar, (viii) Kaum Yahudi dari Banu ‘Amr ibn ‘Awf, (ix) Banu al-Nabit, (x) Banu al-‘Aws, (xi) Kaum Yahudi dari Banu Sa’labah, (xii) Suku Jafnah dari Banu Sa’labah, dan (xiii) Banu Syuthaybah.
         Secara keseluruhan, Piagam Madinah tersebut berisi 47 pasal. Pasal 1, misalnya, mene gas kan prinsip per satuan dengan menyatakan: “Innahum ummatan wa hi­datan min duuni al-naas” (Sesungguhnya mereka ada lah ummat yang satu, lain dari (komunitas) manusia yang lain). Dalam Pasal 44 ditegaskan bahwa “Mereka (pa ra pendukung piagam) bahu membahu dalam meng ha dapi penyerang atas kota Yatsrib (Madinah)”. Dalam Pasal 24 dinyatakan “Kaum Yahudi memi kul biaya ber sama kamu mukminin selama dalam peperangan”. Pasal 25 menegaskan bahwa “Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf ada lah satu umat dengan kaum mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kamu mukminin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan yang jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya sendiri.” Jaminan persamaan dan persatuan dalam kera ga man tersebut demi kian indah dirumuskan dalam Pia gam ini, sehingga dalam menghadapi musuh yang mung kin akan menyerang kota Madinah, setiap warga kota di tentukan harus saling bahu membahu.
          Dalam hubungannya dengan perbedaan keimanan dan amalan keagamaan, jelas diten tu kan adanya kebeba san beragama. Bagi orang Yahudi sesuai dengan agama mereka, dan bagi kaum mukminin sesuai dengan agama mereka pula. Prinsip kebersamaan ini bahkan lebih tegas dari rumusan al-Quran mengenai prinsip lakum diinu kum walya diin (bagimu agamamu, dan bagiku agama ku) yang menggunakan perkataan “aku” atau “kami” ver sus “kamu”. Dalam piagam digunakan perkataan mere ka, baik bagi orang Yahudi maupun bagi kalangan mukminin dalam jarak yang sama dengan Nabi. HalH
           Selanjutnya, pasal terakhir, yaitu Pasal 47 berisi ketentuan penutup yang dalam bahasa Indonesianya adalah:
Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang yang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan taqwa. (tertanda Muhammad Rasulul lah SAW).
Dapat dikatakan bahwa lahirnya Piagam Madinah pada abad ke 7 M itu merupakan inovasi yang paling pen ting selama abad-abad pertenga han yang memulai suatu tradisi baru adanya perjanjian bersama di antara kelompok-kelompok masyarakat untuk bernegara dengan naskah perjanjian yang dituangkan dalam bentuk yang tertulis. Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai konstitusi tetulis pertama dalam sejarah umat manusia, meskipun dalam pengertiannya sebagai konstitusi mo dern yang dikenal dewasa ini.
Konstitusi Amerika Serikat tahun 1787-lah yang pada umumnya dianggap sebagai konstitusi ter tulis pertama. Peristiwa penandatangan Pia gam Madinah itu dicatat oleh banyak ahli sebagai per kembangan yang paling modern di zamannya, sehingga mempengaruhi berbagai tradisi kene gara an yang ber­kembang di kawasan yang dipe ngaruhi oleh peradaban Islam di kemudian hari. Bahkan pada masa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh empat khalifah pertama yang biasa dikenal dengan se bu tan Khalifatu al-Rasyidin, yaitu Abubakar, Umar ibn Khat tab, Utsman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
E.  Perkembangan Konstitusi Inggris
  Parlemen pertama di Inggris yang terdiri dari wakil-wakil county dan kota dibentuk pada 1265. Sejak tahun1295, tahun “Parlemen Model” Edward I, parlemen-parlemen bersidang dengan interval waktu yang tidak tetap,terutama bertujuan untuk memberikan dana bantuan keuangan kepada raja. Namun pada akhir abad ke-14,muncul alasan baru bagi keberadaan parlemen. Tahun 1399, Raja Richard II diturunkan dengan paksa  dan seorang keturunan keluarga Edward III yang lebih muda, wangsa Lancaster, merebut tahta. Karena tidak memiliki hak waris keturunan yang sebenarnya,Raja Henry IV dan para penerusnya bergantung pada Parlemen untuk mengesahkan kedudukan mereka. Meskipun demikian, kelemahan posisi wangsa Lancaster semakin bertambah dengan kekalahannya dalam perang melawan Perancis dan ketidakmampuan Raja Henry IV yang penurunan tahtanya diakibatkan oleh Perang Mawar. Raja Edward IV, harus meneruskan perang yang semakin mendekat akibat kekalahan saudaranya, Richard III di Boswoth oleh Henry Tudor tahun1485. Peristiwa inilah yang mengawali berdirinya monarki yang sesekali disebut Despotisme Tudor (Tudor Despotism).Despotisme Tudor memiliki tiga orang pemerintahan yaitu Dewan,Parlemen dan Hakim-hakim setempat (the Justices of the Peace).Dewan adalah kaki tangan raja dibagian eksekutif.
          Perang saudara (1642-1649) benar-benar menghancurkan kesempatan apapun yang ada di Inggris untuk mendirikan tipe despotisme terbuka (Englightened Despotism) yang telah berkembang pesat di Eropa continental.
           Fakta penting Revolusi  tahun 1688,pertama, penguasaan urusan Negara telah di alihkan secara efektif dari Raja kepada “Raja dalam Parlemen”; kedua,perubahan ini ditetapkan berdasarkan undang-undang,dimana sebelumnya yang berlaku hanya  hokum adat-istiadat dan konvensi.
          Berbagai macam undang-undang yang disahkan selama masa Revolusi Tahun 1688-1689 menetapkan kedaulatan Negara Inggris berada di tangan Parlemen, karena the Bill of Right dan the Mutiny Act- Undang-Undang Pemberontakan memberi Parlemen kekuasaan atas angkatan bersenjata. Fungsi eksekutif dalam Parlemen tetap berada ditangan raja dan menteri-menterinya. Tetapi selama abad ke-18, telah berkembang system kabinet yang dibangun atas partai-partai dengan perkembangan konvensi murni.
           Sejarah hukum Negara telah menetapkan asas dasar yang dikenal dengan “Rule of Law” (Kedaulatan Hukum), yang artinya persamaan kedudukan semua warga Negara dari tingkatan apapun di hadapan hukum. Di satu sisi, undang-undang seperti Habeas Corpus (1679) dan the Act of Setttlement (1701) telah menjamin kekebalan warga Negara dari kesalahan hukuman penjara dan di sisi lain, menjamin pula kekebalan seorang hakim dari campur tangan raja. (C.F Strong, 2010: 40-45).
Di Inggris, peraturan yang pertama kali dikaitkan dengan istilah konstitusi adalah “Consti tutions of Cla rendon 1164” yang disebut oleh Henry II sebagai const i tutions, avitae constitu tions or leges, a recordatio vel recognition, me nyangkut hubungan antara gereja dan pemerintahan negara di masa pemerintahan kakeknya, yaitu Henry I. Isi peraturan yang disebut sebagai kon stitusi tersebut masih bersifat eklesiastik, meskipun pemasyarakatannya dila­ku kan oleh pemerintahan seku ler. Namun, di masa-masa selanjutnya, istilahconstitutio itu sering pula dipertukarkan satu sama lain dengan istilah lex atauedictum untuk menyebut berbagai secular administrative enactments.Glanvill sering meng guna kan kata constitution untuk a royal edict (titah raja atau ratu). Glanvill juga mengaitkan Henry II’s writ creating the remedy by grand assize as ‘legalis is a constitutio’, dan menyebut the assize of novel disseisin sebagai a re cog nitio sekaligus sebagai a constitutio.
            Beberapa tahun setelah diberlakukannya Undang-Undang Merton pada tahun 1236, Brac ton menulis arti kel yang menyebut salah satu ketentuan dalam undang-undang itu sebagai a new constitution, dan mengaitkan satu bagian dari Magna Carta yang dikeluarkan kembali pada tahun 1225 sebagaiconstitutio libertatis. Dalam waktu yang hampir bersamaan (satu zaman), Beauma-noir di Perancis berpendapat bahwa “speaks of the re medy in novel disseisin as ’une nouvele constitucion’ made by the kings”. Ketika itu dan selama beradab-abad sesudahnya, per kata an constitution selalu diartikan se­bagai a particular administrative enactment much as it had meant to the Roman lawyers. Perkataan consti tution ini dipakai untuk membedakan antaraparticular enactment dari consuetudo atau ancient custom (kebia saan). Pendapat dari tokoh lainnya yaitu Pierre Gregoire Tholosano (of Toulouse), dalam bukunya De Republica (1578) dan Sir James Whitelocke pada sekitar tahun yang sama.
           Pendapat Cato dapat dipahami secara lebih pasti bahwa konstitusi republik bukanlah hasil ker ja satu wak tu ataupun satu orang, melainkan kerja kolektif dan aku mu latif. Oleh karena itu, dari sudut etimologi, konsep kla sik mengenai konsti tusi dan konstitusionalisme dapat ditelusuri lebih mendalam dalam perkembangan penger tian dan penggunaan perkataan politeia dalam bahasa Yunani dan perkataan constitutio dalam bahasa Latin, serta hubungan di antara keduanya satu sama lain di se panjang sejarah pemikiran maupun pengalaman praktik kehidupan kenegaraan dan hukum.
Perkembangan-perkembangan demikian itu lah yang pada akhirnya mengantarkan umat ma nu sia pada pe ngertian kata constitution itu dalam bahasa Inggris modern. Dalam Oxford Dictionary, perkataan consti tutiondikaitkan dengan beberapa arti, yaitu: “… the act of establishing or of ordai­ning, or the ordinance or re gu lation so establi shed”. Selain itu, kataconstitution juga diartikan sebagai pembuatan atau penyusunan yang me­nentukan hakikat sesuatu.
Dalam pengertiannya yang demikian itu, kon stitusi selalu dianggap “mendahului” dan “menga tasi” pemerin ta han dan segala keputusan serta peraturan lainnya. Kon stitusi disebut mendahului, bukan karena urutan waktunya, melainkan dalam sifatnya yang supe rior dan kewenangannya untuk mengikat.
          Secara tradisional, sebelum abad ke-18, kon sti tu tionalisme memang selalu dilihat sebagai seperangkat prinsip-prinsip yang tercermin dalam kelembagaan suatu bangsa dan tidak ada yang mengatasinya dari luar serta tidak ada pula yang mendahuluinya.

F.  Perkembangan Konstitusi Modern
Konstitusi modern dimulai sejak adanya pengundangan UUD yang tertulis, yaitu pada UUD Amerika Serikat (1787) dan deklarasi Perancis tentang hak-hak asasi manusia dan warga Negara (1789). Melalui kedua naskah tersebut kemudian memberikan dampak yang cukup besar terhadap Negara-negara lainnya. Dengan diundangkannya UUD tertulis banyak mempengaruhi dan memberikan wawasan tentang perlunya UUD sebagai suatu konstitusi. Akan tetapi ada sebagian kecil Negara yang tidak memiliki UUD secara tertulis seperti Inggris misalnya. Namun demikian bukan berarti Inggris tidak memiliki konstitusi. Karena sesuai dengan zaman modern konstitusi bias lahir dari adanya kebiasaan yang timbul dari praktik ketatanegaraan.
Secara luas konstitusi berarti keseluruhan hukum dasar baik yang tertulis atau tidak tertulis yang mengatur secara mengikat mengenai penyelenggaraan ketatanegaraan suatu Negara. Pada dasarnya konstitusi modern menganut pokok-pokok yang didalamnya terkandung:
1.       Jaminan hak-hak asasi manusia.
2.      Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar.
3.      Pembagian pada pembatasan kekuasaan.
Konstitusi dibuat oleh lembaga khusus dan yang tinggi kekuasaannya. Konstitusi juga sebagai sumber hukum yang tertinggi  sehingga dijadikan patokan untuk menentukan UU, membuat kebijakan, serta dapat membatasi kewenangan penguasa dalam suatu Negara. Dari sifat konstitusi yang flexible dan rigid (kaku), maka konstitusi pada perkembangan modern dapat menyesuaikan keadaan dalam suatu Negara yang berhubungan dengan masyarakat sehingga lebih menjamin hak-hak asasi masyarakat.
           Ketatanegaraan dituangkan sebagai bentuk kaidah-kaidah hukum yang dapat digunakan untuk membatasi kekuasaan yang didalamnya mengandung prinsip Negara hukum, pembatasan kekuasaan, demokrasi, jaminan hak-hak asasi manusia dalam bentuk konstitusi. Pembatasan kekuasaan dapat dilakukan melalui suprastruktur politik maupun infrastruktur politik.
Rakyat dapat mengontrol kekuasaan penguasa dan lebih berperan dalam keikutsertaannya dalam suatu lembaga Negara. Secara ringkas konstitusi merupakan tujuan dan cita-cita suatu Negara

 sumber dari diktat kuliah Hukum Konstitusi Magister Ilmu Hukum Universitas Semarang ;Dosen pengampu Dr.Kadi Sukarna,S.H.,M.H