PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 01 TAHUN 2008
Tentang
PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang
lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar
kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi
rasa keadilan.
b. Bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan
dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan
perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga
pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang
bersifat memutus (ajudikatif).
c. Bahwa hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154
RBg, mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat
diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam
prosedur berperkara di Pengadilan Negeri.
d. Bahwa sambil menunggu peraturan perundang-undangan dan memperhatikan
wewenang Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup
diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka demi kepastian,
ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk
menyelesaikan suatu sengketa perdata, dipandang perlu menetapkan suatu
Peraturan Mahkamah Agung.
e. Bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Prosedur
Mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia No. 2 Tahun 2003 ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang
bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sehingga Peraturan
Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 perlu direvisi dengan maksud untuk lebih
mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di
Pengadilan.
Mengingat:
1. Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Reglemen Indonesia yang diperbahrui (HIR) Staatsblad 1941 Nomor 44
dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg)
Staatsblad 1927 Nomor 227;
3. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Nomor 8 Tahun 2004;
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, lembaran
Negara Nomor 73 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung, Lembaran Negara Nomor 9 Tahun 2004 dan Tambahan
Lembaran Negara No 4359 Tahun 2004;
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, lembaran
Negara Nomor 20 Tahun 1986, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor
2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Lembaran Negara Nomor 34 Tahun 2004;
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, Lembaran Negara Nomor 206 Tahun 2000.
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Lembaran
Negara Nomor 73 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang
-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Lembaran Negara Nomor 22 Tahun 2006,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4611.
M E M U T U S K A N :
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Perma adalah Peraturan Mahkamah Agung Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
2. Akta perdamaian adalah akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian
dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang
tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa.
3. Hakim adalah hakim tunggal atau majelis hakim yang ditunjuk oleh
ketua Pengadilan Tingkat Pertama untuk mengadili perkara perdata;
4. Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya;
5. Kesepakatan perdamaian adalah dokumen yang memuat syarat-syarat yang
disepakati oleh para pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil
dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator atau lebih
berdasarkan Peraturan ini;
6. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses
perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa
tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian;
7. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator;
8. Para pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bukan kuasa hukum
yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke pengadilan untuk
memperoleh penyelesaian;
9. Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan ini;
10. Resume perkara adalah dokumen yang dibuat oleh tiap pihak yang memuat duduk perkara dan atau usulan penyelesaian sengketa;
11. Sertifikat Mediator adalah dokumen yang menyatakan bahwa seseorang
telah mengikuti pelatihan atau pendidikan mediasi yang dikeluarkan oleh
lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung;
12. Proses mediasi tertutup adalah bahwa pertemuan-pertemuan mediasi
hanya dihadiri para pihak atau kuasa hukum mereka dan mediator atau
pihak lain yang diizinkan oleh para pihak serta dinamika yang terjadi
dalam pertemuan tidak boleh disampaikan kepada publik terkecuali atas
izin para pihak.
13. Pengadilan adalah Pengadilan Tingkat Pertama dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.
14. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tinggi dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
(1) Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.
(2) Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur
penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
(3) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
(4) Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa
perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi
dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 3
Biaya Pemanggilan Para Pihak
(1) Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi lebih
dahulu dibebankan kepada pihak penggugat melalui uang panjar biaya
perkara.
(2) Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan
para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditanggung bersama atau
sesuai kesepakatan para pihak.
(3) Jika mediasi gagal menghasilkan kesepakatan, biaya pemanggilan para
pihak dalam proses mediasi dibebankan kepada pihak yang oleh hakim
dihukum membayar biaya perkara.
Pasal 4
Jenis Perkara Yang Dimediasi
Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga,
pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke
Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian
melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
Pasal 5
Sertifikasi Mediator
(1) Kecuali keadaan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 11
ayat (6), setiap orang yang menjalankan fungsi mediator pada asasnya
wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti
pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh
akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(2) Jika dalam wilayah sebuah Pengadilan tidak ada hakim, advokat,
akademisi hukum dan profesi bukan hukum yang bersertifikat mediator,
hakim di lingkungan Pengadilan yang bersangkutan berwenang menjalankan
fungsi mediator.
(3) Untuk memperoleh akreditasi, sebuah lembaga harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. mengajukan permohonan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia;
b. memiliki instruktur atau pelatih yang memiliki sertifikat telah
mengikuti pendidikan atau pelatihan mediasi dan pendidikan atau
pelatihan sebagai instruktur untuk pendidikan atau pelatihan mediasi;
c. sekurang-kurangnya telah dua kali melaksanakan pelatihan mediasi bukan untuk mediator bersertifikat di pengadilan;
d. memiliki kurikulum pendidikan atau pelatihan mediasi di pengadilan yang disahkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Pasal 6
Sifat Proses Mediasi
Proses mediasi pada asasnya tertutup kecuali para pihak menghendaki lain.
BAB II
Tahap Pra Mediasi
Pasal 7
Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara dan Kuasa Hukum
(1) Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.
(2) Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi.
(3) Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak,
mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses
mediasi.
(4) Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.
(5) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.
(6) Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa.
Pasal 8
Hak Para Pihak Memilih Mediator
(1) Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut:
a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;
b. Advokat atau akademisi hukum;
c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa;
d. Hakim majelis pemeriksa perkara;
e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.
(2) Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang
mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para
mediator sendiri.
Pasal 9
Daftar Mediator
(1) Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan
menyediakan daftar mediator yang memuat sekurang-kurangnya 5 (lima) nama
mediator dan disertai dengan latarbelakang pendidikan atau pengalaman
para mediator.
(2) Ketua pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.
(3) Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator
yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilan yang bersangkutan dapat
ditempatkan dalam daftar mediator.
(4) Mediator bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator
pada pengadilan yang bersangkutan.
(5) Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
(6) Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.
(7) Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar
mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain, karena mutasi
tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan
pelanggaran atas pedoman perilaku.
Pasal 10
Honorarium Mediator
(1) Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
(2) Uang jasa mediator bukan hakim ditanggung bersama oleh para pihak atau berdasarkan kesepakatan para pihak.
Pasal 11
Batas Waktu Pemilihan Mediator
(1) Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan
para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja
berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang
mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim.
(2) Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua majelis hakim.
(3) Ketua majelis hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas.
(4) Jika setelah jangka waktu maksimal sebagaimana dimaksud ayat (1)
terpenuhi, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang
dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih
mediator kepada ketua majelis hakim.
(5) Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih
mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa
pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk
menjalankan fungsi mediator.
(6) Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa
perkara yang bersertifikat, maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan
atau tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib
menjalankan fungsi mediator.
Pasal 12
Menempuh Mediasi dengan Iktikad Baik
(1) Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik.
(2) Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik.
BAB III
Tahap-Tahap Proses Mediasi
Pasal 13
Penyerahan Resume Perkara dan Lama Waktu Proses Mediasi
(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak
menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan
resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.
(2) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal
memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara
kepada hakim mediator yang ditunjuk.
(3) Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja
sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis
hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dan (6).
(4) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat
diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa
40 (empat puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat 3.
(5) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.
(6) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat
dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.
Pasal 14
Kewenangan Mediator Menyatakan Mediasi Gagal
(1). Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah
satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali
berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal
pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut
turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil
secara patut.
(2) Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam
sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau
kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak
disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan
tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator
dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara
yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak
tidak lengkap.
Pasal 15
Tugas-Tugas Mediator
(1) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
(2) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
(3) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
(4) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak.
Pasal 16
Keterlibatan Ahli
(1) Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat
mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk
memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu
menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak.
(2) Para pihak harus lebih dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan
mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan atau penilaian seorang
ahli.
(3) Semua biaya untuk kepentingan seorang ahli atau lebih dalam proses
mediasi ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.
Pasal 17
Mencapai Kesepakatan
(1) Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan
bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang
dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
(2) Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para
pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan
yang dicapai.
(3) Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa
materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang
bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang
memuat iktikad tidak baik.
(4) Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang
yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.
(5) Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
(6) Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan
dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat
klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara
telah selesai.
Pasal 18
Tidak Mencapai Kesepakatan
(1). Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3), para pihak tidak mampu
menghasilkan kesepakatan atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam
Pasal 15, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi
telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim.
(2). Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan
pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.
(3) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap
berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum
pengucapan putusan.
(4) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berlangsung
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak
menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang
bersangkutan.
Pasal 19
Keterpisahan Mediasi dari Litigasi
(1) Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan
para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat
bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara
lain.
(2) Catatan mediator wajib dimusnahkan.
(3) Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan.
(4) Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata atas isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.
BAB IV
Tempat Penyelenggaraan Mediasi
Pasal 20
(1) Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Tingkat
Pertama atau di tempat lain yang disepakati oleh para pihak.
(2) Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan.
(3) Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya.
(4) Jika para pihak memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain,
pembiayaan dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.
BAB V
PERDAMAIAN DI TINGKAT BANDING, KASASI, DAN PENINJAUAN KEMBALI
Pasal 21
(1) Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya
perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi,
atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada
tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu
belum diputus.
(2) Kesepakatan para pihak untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan
secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili.
(3) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili segera
memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang
atau Ketua Mahkamah Agung tentang
kehendak para pihak untuk menempuh perdamaian.
(4) Jika perkara yang bersangkutan sedang diperiksa di tingkat banding,
kasasi, dan peninjauan kembali majelis hakim pemeriksa di tingkat
banding, kasasi, dan peninjauan kembali wajib menunda pemeriksaan
perkara yang bersangkutan selama 14 (empat belas) hari kerja sejak
menerima pemberitahuan tentang kehendak para pihak menempuh perdamaian.
(5) Jika berkas atau memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali
belum dikirimkan, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan
wajib menunda pengiriman berkas atau memori banding, kasasi, dan
peninjauan kembali untuk memberi kesempatan para pihak mengupayakan
perdamaian.
Pasal 22
(1) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak penyampaian
kehendak tertulis para pihak diterima Ketua Pengadilan Tingkat Pertama.
(2) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan di
pengadilan yang mengadili perkara tersebut di tingkat pertama atau di
tempat lain atas persetujuan para pihak.
(3) Jika para pihak menghendaki mediator, Ketua Pengadilan Tingkat
Pertama yang bersangkutan menunjuk seorang hakim atau lebih untuk
menjadi mediator.
(4) Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak boleh berasal
dari majelis hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan pada
Pengadilan Tingkat Pertama, terkecuali tidak ada hakim lain pada
Pengadilan Tingkat Pertama tersebut.
(5) Para pihak melalui Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dapat mengajukan
kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada majelis hakim tingkat
banding, kasasi, atau peninjauan kembali untuk dikuatkan dalam bentuk
akta perdamaian.
(6) Akta perdamaian ditandatangani oleh majelis hakim banding, kasasi,
atau peninjauan kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak dicatat dalam register induk perkara.
(7) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5)
peraturan ini, jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian yang
telah diteliti oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama atau hakim yang
ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan para pihak
menginginkan perdamaian tersebut dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian,
berkas dan kesepakatan perdamaian tersebut dikirimkan ke pengadilan
tingkat banding atau Mahkamah Agung.
Bab VI
Kesepakatan di Luar Pengadilan
Pasal 23
(1) Para pihak dengan bantuan mediator besertifikat yang berhasil
menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian
dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang
berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan
gugatan.
(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai
atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang
membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.
(3) Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan
perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian
tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. sesuai kehendak para pihak;
b. tidak bertentangan dengan hukum;
c. tidak merugikan pihak ketiga;
d. dapat dieksekusi.
e. dengan iktikad baik.
Bab VII
Pedoman Perilaku Mediator dan Insentif
Pasal 24
(1) Tiap mediator dalam menjalankan fungsinya wajib menaati pedoman perilaku mediator
(2) Mahkamah Agung menetapkan pedoman perilaku mediator.
Pasal 25
(1) Mahkamah Agung menyediakan sarana yang dibutuhkan bagi proses
mediasi dan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi
mediator.
(2) Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung tentang kriteria
keberhasilan hakim dan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan
fungsi mediator.
BAB VIII
Penutup
Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 27
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 31 Juli 2008
KETUA MAHKAMAH AGUNG
BAGIR MANAN
www.balakrama6999.blogspot.com
Kantor Hukum Balakrama
JL Kijang 1/12A Semarang 50161
Telp/Fax :024 6709513
HP :0813 9080 6999
PIN BBM :2669816D
email:balakrama6999@gmail.com