PERMA 2/2015 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2015 oleh 
Ketua MA Muhammad Hatta Ali. Lalu, pada tanggal yang sama PERMA 2/2015 
diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
 
 Terdiri dari 33 Pasal dan 9 Bab, PERMA 2/2015 mendefinisikan small 
claim court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan
 perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp200 juta yang 
diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.
 
 Lebih lanjut, PERMA 2/2015 menetapkan kriteria perkara yang 
diselesaikan dengan mekanisme small claim court adalah perkara cidera 
janji (wanprestasi) dan atau perbuatan melawan hukum (PMH). PERMA 2/2015
 juga mensyaratkan bahwa pihak-pihak penggugat dan tergugat tidak boleh 
lebih dari satu, kecuali kepentingan hukum yang sama.
 
 Baik penggugat maupun tergugat diwajibkan hadir secara langsung dalam 
persidangan dengan atau tanpa kuasa hukum. Small claim court tidak dapat
 diterapkan untuk perkara yang tergugatnya tidak diketahui tempat 
tinggalnya. Persidangan small claim court dipimpin oleh hakim tunggal.
 
 PERMA 2/2015 menyebut dua jenis perkara yang tidak bisa diselesaikan 
dalam small claim court. Pertama, perkara yang penyelesaian sengketanya 
dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur dalam peraturan 
perundang-undangan. Kedua, perkara sengketa hak atas tanah.  
 
 Terkait jangka waktu, PERMA 2/2015 menetapkan bahwa small claim court 
berlangsung paling lama 25 hari sejak hari pertama. Dengan jangka waktu 
yang begitu singkat, PERMA ‘melarang’ para pihak untuk mengajukan 
tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau 
kesimpulan.
 
 Tahapan-tahapannya adalah pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan berkas, 
penetapan hakim dan penunjukkan panitera, pemeriksaan pendahuluan, 
penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak, pemeriksaan sidang dan
 perdamaian, pembuktian, dan putusan.
 
 Merujuk pada isi PERMA 2/2015, maka pemeriksaan pendahuluan menjadi 
tahapan paling krusial karena di tahap ini, hakim berwenang menilai dan 
kemudian menentukan apakah perkara tersebut adalah gugatan sederhana.
 
 Apabila hakim berpendapat bahwa perkara bukanlah gugatan sederhana, 
maka dikeluarkan penetapan yang artinya small claim court tidak 
berlanjut. Atas penetapan hakim ini, tidak dapat dilakukan upaya hukum 
apapun.  
 
 Satu hal yang menarik dalam PERMA 2/2015 adalah kewajiban bagi hakim 
untuk berperan aktif dalam bentuk memberikan penjelasan mengenai acara 
gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak; mengupayakan 
penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak
 untuk melakukan perdamaian di luar persidangan; menuntun para pihak 
dalam pembuktian; dan menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para 
pihak. 
 
 Terkait putusan akhir small claim court, PERMA 2/2015 mengatur bahwa 
para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat tujuh hari setelah 
putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Putusan majelis 
hakim atas keberatan adalah putusan akhir sehingga tidak tersedia upaya 
hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55cc471fd41ba/ma-tetapkan-kriteria-perkara-ismall-claim-court-i
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar