Menurut
ahli hukum pidana Andi Zainal Abidin Farid (1961 : 135), bahwa unsur-unsur
tindak pidana penipuan yang terkandung dalam Pasal 378 tersebut yaitu :
1.
Membujuk
(menggerakkan hati) orang lain untuk
2.
Menyerahkan
(afgifte) suatu barang atau supaya membuat suatu hutang atau menghapuskan suatu
hutang
3.
Dengan
menggunakan upaya-upaya atau cara-cara :
a.
Memakai
nama palsu
b.
Memakai
kedudukan palsu
c.
Memakai
tipu muslihat
d.
Memakai
rangkaian kata-kata bohong
4.
Dengan
maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum.
Sedangkan
unsur-unsur tindak pidana penipuan menurut Moeljatno (2002 : 70) adalah sebagai
berikut :
1.
Ada
seseorang yang dibujuk atau digerakkan untuk menyerahkan suatu barang atau
membuat hutang atau menghapus piutang. Barang itu diserahkan oleh yang punya
dengan jalan tipu muslihat. Barang yang diserahkan itu tidak selamanya harus
kepunyaan sendiri, tetapi juga kepunyaan orang lain.
2.
Penipu
itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain tanpa hak.
Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk merugikan orang yang
menyerahkan barang itu.
3.
Yang
menjadi korban penipuan itu harus digerakkan untuk menyerahkan barang itu
dengan jalan :
a.
Penyerahan
barang itu harus akibat dari tindakan tipu daya.
b.
Sipenipu
harus memperdaya sikorban dengan satu akal yang tersebut dalam Pasal 378 KUHP.
Sebagai
akal penipuan dalam Pasal 378 KUHP mengatur bahwa :
1.
Menggunakan
akal palsu
Nama palsu adalah nama yang berlainan dengan nama yang
sebenarnya, meskipun perbedaaan itu tampak kecil, misalnya orang yang
sebenarnya bernama Ancis, padahal yang sebenarnya adalah orang lain, yang
hendak menipu itu mengetahui, bahwa hanya kepada orang yang bernama Ancis orang
akan percaya untuk memberikan suatu barang. Supaya ia mendapatkan barang itu,
maka ia memalsukan namanya dari Anci menjadi Ancis. Akan tetapi kalau sipenipu
itu menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, maka ia tidak
dikatakan menggunakan nama palsu tetapi ia tetap dipersalahkan.
2.
Menggunkan
kedudukan palsu
Seseorang yang dapat dipersalahkan menipu dengan
menggunakan kedudukan palsu, misalnya : X menggunakan kedudukan sebagai pengusaha
dari perusahaan P, padahal ia sudah diberhentikan, kemudian mendatangi sebuah
toko untuk dipesan kepada toko tersebut, dengan mengatakan bahwa ia X disuruh
oleh majikannya untuk mengambil barang-barang itu. Jika toko itu menyerahkan
barang-barang itu kepada X yang dikenal sebagai kuasa dari perusahaan P,
sedangkan toko itu tidak mengetahuinya, bahwa X dapat dipersalahkan setelah
menipu toko itu dengan menggunakan kedudukan palsu.
3.
Menggunakan
tipu muslihat
Yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan
yang dapat menimbulkan gambaran peristiwa yang sebenarnya dibuat-buat
sedemikian rupa sehingga kepalsuan itu dapat mengelabui orang yang biasanya
hati-hati.
4.
Menggunakan
susunan belit dusta
Kebohongan itu harus sedemikian rupa berbelit-belitnya
sehingga merupakan suatu atau seluruhnya yang nampaknya seperti benar dan tidak
mudah ditemukan di mana-mana.
Tipu
muslihat yang digunakan oleh seorang penipu itu harus sedemikian rupa, sehingga
orang yang mempunyai taraf pengetahuan yang umum (wajar) dapat dikelabui. Jadi
selain kelicikan penipu, harus pula diperhatikan keadaan orang yang kena tipu
itu. Tiap-tiap kejahatan harus dipertimbangkan dan harus dibuktikan, bahwa tipu
muslihat yang digunakan adalah begitu menyerupai kebenaran, sehingga dapat
dimengerti bahwa orang yang ditipu sempat percaya. Suatu kebohongan saja belum
cukup untuk menetapkan adanya penipuan. Bohong itu harus disertai tipu muslihat
atau susunan belit dusta, sehingga orang percaya kepada cerita bohong itu.
Unsur-unsur
tindak pidana penipuan juga dikemukakan oleh Togat (Moeljatno, 2002 : 72),
sebagai berikut :
1.
Unsur
menggerakkan orang lain ialah tindakan-tindakan, baik berupa
perbuatan-perbuatan mupun perkataan-perkataa yang bersifat menipu.
2.
Unsur
menyerahkan suatu benda. Menyerahkan suatu benda tidaklah harus dilakukan
sendiri secara langsung oleh orang yang tertipu kepada orang yang menipu. Dalam
hal ini penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang tertipu itu kepada
orang suruhan dari orang yang menipu.
Hanya dalam hal ini, oleh karena unsur kesengajaan maka
ini berarti unsur penyerahan haruslah merupakan akibat langsung dari adanya
daya upaya yang dilakukan oleh si penipu.
3.
Unsur
memakai nama palsu. Pemakaian nama palsu ini akan terjadi apabila seseorang
menyebutkan sebagai nama suatu nama yang bukan namanya, dengan demikian
menerima barang yang harus diserahkan kepada orang yang namanya disebutkan
tadi.
4.
Unsur
memakai martabat palsu. Dengan martabat palsu dimaksudkan menyebutkan dirinya
dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang mengakibatkan si korban percaya
kepadanya, dn berdasarkan kepercayaan itu ia menyerahkan suatu barang atau
memberi hutang atau menghapus piutang.
5.
Unsur
memakai tipu muslihat dan unsur rangkaian kebohongan. Unsur tipu muslihat
adalah rangkaian kata-kata, melainkan dari suatu perbuatan yang sedemikian
rupa, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan keprcayaan terhadap orang lain.
Sedangkan rangkaian kebohongan adalah rangkaian kata-kata
dusta atau kata-kata yang bertentangan dengan kebenaran yang memberikan kesan
seolah-olah apa yang dikatakan itu adalah benar adanya.
Berdasarkan semua pendapat
yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka seseorang baru dapat dikatakan
telah melakukan tindak pidana penipuan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 378
KUHP, apabila unsur-unsur yang disebut
di dalam pasal tersebut telah terpenuhi, maka pelaku tindak pidana penipuan
tersebut dapat dijatuhi pidana sesuai perbutannya.
KANTOR HUKUM BALAKRAMA
JL.Kijang 1/12A
SEMARANG
www.balakrama.blogspot.com
balakrama6999@gmail.com