Dalam hukum
pidana perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana telah disebut diatas diatur
dalam Bab XVIII tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang Pasal 335 KUHP
yang rumusannya berbunyi:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling
lama satu tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah;
Ke-1:
barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau
membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun
perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu
perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu
sendiri atau orang lain.
Ke-2:
barangsiapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau
membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
Dari
rumusannya, pasal 335 ayat (1) KUHP mensyaratkan adanya pemenuhan atas dua
unsur yakni “memakai kekerasan” atau “ancaman kekerasan”. Pembuktian delik ini
cukup dengan terpenuhinya salah satu dari dua unsur tersebut.
Dalam prakteknya,
penerapan pasal 335 KUHP oleh Mahkamah Agung R.I. (MA) akan menekankan pada
penafsiran terhadap “unsur paksaan” sebagai unsur utama yang harus ada dalam
rangkaian perbuatan yang tidak menyenangkan. Unsur paksaan, menurut MA, tidak
selalu diterjemahkan dalam bentuk paksan fisik, tapi dapat pula dalam bentuk
paksaan psikis.
Dalam putusan No.:
675 K/Pid/1985 tanggal 4 Agustus 1987 yang memperbaiki putusan bebas (vrijspraak)
dari Pengadilan Negeri Ende No.: 15/Pid.B/1984 tanggal 26 Maret 1985, MA telah
memberi kualifikasi perbuatan pidana yang tidak menyenangkan yaitu: “Dengan
sesuatu perbuatan, secara melawan hukum memaksa orang untuk membiarkan sesuatu.”
Artinya, ada rangkaian perbuatan terdakwa yang bersifat melawan hukum yang
melahirkan akibat yaitu orang lain atau korban tidak berbuat apa-apa sehingga
terpaksa membiarkan terjadinya sesuatu sedang dia (korban) tidak setuju atau
tidak mau terjadinya sesuatu tersebut, baik karena dia tidak suka maupun karena
dia tidak membolehkan terjadinya sesuatu tersebut; akan tetapi dia tidak
mempunyai kemampuan fisik dan psikis untuk menolak, menghalangi, menghindar
dari terjadinya perbuatan yang bersifat melawan hukum tersebut.
Dalam perkembangan terbaru, MK mengabulkan
sebagian permohonan uji materi Pasal 335 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP terkait delik perbuatan tidak
menyenangkan dan Pasal 21 ayat (4)UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. MK membatalkan frasa perbuatan
tidak menyenangkan dalam Pasal 335 KUHP, tetapi MK tak membatalkan Pasal 335
ayat (1) KUHP dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP sebagai pasal yang bisa dilakukan
penahanan.
“Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang
tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP bertentangan dengan UUD
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,”
ucap Ketua MK, Hamdan Zoelva saat membacakan
putusan bernomor 1/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK, sehingga, Pasal 335 ayat (1)
butir 1 KUHP selengkapnya berbunyi,
“Barang
siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan
atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman
kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”
Melalui kuasa hukumnya, permohonan ini diajukan oleh Oei Alimin Sukamto Wijaya yang berstatus tersangka akibat berlakunya kedua pasal itu. Pemohon telah ditahan oleh Polsek Genteng Surabaya pada 5 Agustus 2012 lantaran bertengkar dengan pemilik Hotel Meritus (Haryono Winata), walau menurut pemohon, pemohon dalam posisi dianiaya oleh Haryono. Pemohon menilai penerapan Pasal 335 ayat (1) KUHP secara konstitusional bisa melanggar hak siapapun ketika ada penyidik atau penuntut umum menggunakan pasal itu. Sebab, frasa dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP bersifat absurd (kabur) atau tidak jelas dan menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga siapapun dengan mudah bisa dijerat pasal karet itu.
Mahkamah menilai frasa “Sesuatu perbuatan
lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1
KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab,
implementasi ketentuan itu memberi peluang terjadinya kesewenang-wenangan
penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan.
“Ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang menjamin perlindungan atas hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil dalam proses penegakan hukum,” ujar Hakim Konstitusi, Ahmad Fadil Sumadi, saat membacakan pertimbangan hukum.
Menurut Mahkamah sebagai suatu rumusan delik, kualifikasi, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” tidak dapat diukur secara objektif. Seandainya pun dapat diukur, ukuran tersebut sangatlah subjektif dan hanya berdasarkan atas penilaian korban, para penyidik, dan penuntut umum semata.
“Ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang menjamin perlindungan atas hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil dalam proses penegakan hukum,” ujar Hakim Konstitusi, Ahmad Fadil Sumadi, saat membacakan pertimbangan hukum.
Menurut Mahkamah sebagai suatu rumusan delik, kualifikasi, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” tidak dapat diukur secara objektif. Seandainya pun dapat diukur, ukuran tersebut sangatlah subjektif dan hanya berdasarkan atas penilaian korban, para penyidik, dan penuntut umum semata.
“Sebagai akibat dari adanya rumusan delik yang demikian itu, dapat juga menjadi peluang bagi penyidik dan penuntut umum untuk berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain berdasarkan suatu laporan,” kata Fadil. Namun, apabila laporan tidak terbukti di pengadilan, pihak yang dilaporkan jelas telah menderita kerugian karena harus berurusan dengan penyidik dan penuntut umum. Terlebih, lagi apabila yang bersangkutan ditahan yang berarti seseorang telah kehilangan kemerdekaan sebagai hak asasinya. Padahal sejatinya hukum pidana dan hukum acara pidana justru ditujukan untuk melindungi hak asasi dari kesewenang-wenangan penegak hukum. Selain itu, yang bersangkutan secara moral dan sosial telah dirugikan karena telah mengalami stigmatisasi sebagai orang yang tercela sebagai akibat laporan tersebut. Karena itu, lanjut Fadil, permohonan Pemohon dalam pengujian konstitusionalitas Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP sepanjang frasa, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” beralasan menurut hukum.
KANTOR
HUKUM BALAKRAMA
JL.Kijang 1/12A SEMARANG
www.balakrama.blogspot.com
balakrama6999@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar