1. Pemberitahuan Tiga Hari Sebelum Eksekusi
Sebelum dilaksanakannya eksekusi hukuman mati yang dijatuhkan kepada
terpidana, terpidana wajib mengetahui mengenai rencana pelaksanaan
tersebut.
Terpidana harus diberitahu tiga hari sebelum hari H pelaksanaan eksekusi. Ini diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No.2/PNPS/1964.
Ketentuan itu berbunyi“Tiga kali dua puluh empat jam sebelum
pelaksanaan pidana mati, Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut memberitahukan
kepada terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana mati tersebut.”
2. Bila Terpidana Banyak
Eksekusi mati terhadap terpidana mati yang lebih dari satu dalam satu
putusan harus dilaksanakan secara serempak. Ini diatur dalam UU
No.2/PNPS/1964.
Pasal 2 ayat (2) menyatakan, “Pidana mati yang dijatuhkan atas diri
beberapa orang di dalam satu putusan dilaksanakan serempak pada wkatu
dan tempat yang sama, kecuali jika terdapat hal-hal yang tidak
memungkinkan pelaksanaan demikian itu.”
3. Bila Terpidana adalah Perempuan Hamil
Bila ada perempuan hamil yang akan dieksekusi mati maka dia baru bisa
dieksekusi 40 hari setelah anaknya dilahirkan. Ini diatur dalam Pasal 7
UU No.2/PNPS/1964.
4. Pasukan Penembak
Siapa yang akan menjadi “algojo” hukuman mati? Hukum positif Indonesia
menegaskan bahwa hukuman mati dilakukan oleh pasukan penembak. Kepala
Polisi Komisariat Daerah tempat kedudukan pengadilan tingkat pertama
menjatuhkan hukuman kepada terpidana mati membentuk sebuah regu
penembak.
Regu penembak tersebut terdiri atas seorang Bintara, dua belas orang
Tamtama, dan dipimpin oleh seroang Perwira. Regu penembak ini berada di
bawah perintah Jaksa Tingi/Jaksa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
ekseksusi sampai selesainya pelaksanaan pidana mati.
5. Permintaan Terakhir
Setiap terpidana mati diberikan hak untuk mengemukakan sesuatu
(permintaan terakhir) kepada jaksa agung atau jaksa sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 ayat (2) UU No.2/PNPS/1964. Permintaan itu diterima oleh
Jaksa Agung/jaksa.
6. Siapa yang Boleh Menyaksikan?
Dalam eksekusi, selain Regu Penembak, yang diperbolehkan hadir dalam
ekseksusi hukuman mati berdasar Pasal 8 UU 2/PNPS/1964 adalah pembela
terpidana. Atas permintaan pembela atau atas permintaan terpidana,
pembela dapat hadir dalam pelaksanaan hukuman mati yang dijatuhkan
kepada kliennya.
Selain itu, terpidana juga dapat meminta untuk didampingi oleh rohaniawan.
7. Lokasi Eksekusi
Undang-undang tidak mengatur secara khusus di mana lokasi
dilaksanakannya eksekusi hukuman mati. UU No.2/PNPS/1964 hanya
menyebutkan jika tidak ditentukan lain oleh Menteri, maka pidana mati
dilaksanakan di suatu tempat dalam daerah hukum pengadilan yang
menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama.
Dilihat dalam ketentuan yang menyebutkan lokasi eksekusi hukuman mati
tidak dilaksanakan di muka umum, dapat ditafsirkan bahwa lokasi
dirahasiakan agar jauh dari jangkauan orang-orang yang tidak termasuk
dalam daftar yang boleh hadir dalam eksekusi. Pada hari H, untuk
mengelabui lokasi eksekusi, biasanya regu akan mengecoh orang dengan
iring-iringan mobil.
Sebelum menentukan lokasi eksekusi, berdasarkan Pasal 10 ayat (2)
Perkapolri 12/2010, regu penembak akan melakukan survey bersama dengan
instansi terkait. Regu yang melakukan survey juga akan memberikan
rekomendasi beberapa alternatif lokasi dengan memperhatikan faktor
kemanan lingkungan di sekitarnya.
8. Kalau Tidak Mati Sekali Tembak
Terpidana mati akan ditembak di lokasi dimana dirinya telah ditentukan
akan dieksekusi. Regu penembak dengan jarak antara lima hingga sepuluh
meter akan membidik pada jantung terpidana.
Apabila setelah penembakan tersebut pidana masih memperlihatkan
tanda-tanda bahwa dirinya masih hidup, Komandan Regu segera
memerintahkan kepada Bintara Regu Penembak untuk melepaskan tembakan
pengakhir dengan menekankan ujung laras senjatanya tepat di atas
telinganya.
9. Terpidana Miliki Ilmu Kebal
Melihat pada frasa yang mengatur tata pelaksanaan hukuman mati,
eksekusi “ditembak sampai mati” maka dapat kita simpulkan bahwa dalam
pelaksanaan pidana mati, pemidanaan akan dilakukan sampai terpidana
dalam kondisi mati.
Pasal 15 ayat (25) dan ayat (26) Perkapolri 12/2010 mengatur penembakan
pengakhir dapat diulangi sampai dokter menyatakan bahwa tidak ada lagi
tanda-tanda kehidupan.
10. Penguburan
Setelah dilakukan eksekusi, pelaksanaan penguburan terpidana mati
diserahkan kepada keluarga atau sahabat terpidana. Jika tidak ada
kemungkinan pelaksanaan penguburan oleh keluarga atau sahabat, maka
penguburan diselenggarakan oleh negara dengan cara yang diatur dalam
kepercayaan yang dianut oleh terpidana.
sumber :hukumonline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar