STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR ( SOP )
TENTANG
PENYITAAN
1.
Pengertian
Penyitaan adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk
mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau
tidak bergerak, berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan.
2.
Ketentuan Hukum
a.
Pasal 1 butir 16 KUHAP
memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan penyitaan.
b.
Pasal 5 (1) huruf b angka 1, Pasal 7 (1) huruf d, Pasal 40, Pasal 41
dan Pasal 42 KUHAP mengatur tentang kewenangan Penyidik/Penyidik Pembantu dalam
hal penyitaan.
c.
Pasal 38, 128 dan Pasal 129
KUHAP mengatur dengan syarat-syarat penyitaan.
d.
Pasal 39 dan Pasal 131 KUHAP
mengatur tentang benda/barang yang disita.
e.
Pasal 43 KUHAP mengatur
tentang penyitaan yang hanya dapat
dilakukan atas persetujuan dan izin khusus Ketua PN.
f.
Pasal 44 KUHAP mengatur
tentang penyimpanan benda sitaan.
g.
Pasal 45 KUHAP mengatur
tentang syarat-syarat benda sitaan yang dapat dijual lelang, dirampas atau
dimusnahkan.
h.
Pasal 46 KUHAP mengatur
tentang pengembalian benda sitaan kepada orang yang paling berhak/dari siapa
benda itu disita.
i.
Pasal 47 KUHAP mengatur
tentang kewenangan penyitaan terhadap syarat-syarat lain yang dikirim melalui
kantor pos/telkom atau jasa pengiriman barang.
j.
Pasal 130 KUHAP mengtur
tentang penanganan dan pengamanan
terhadap benda sitaan.
k.
Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
3.
Persiapan
Sebelum melaksanakan penyitaan, perlu dilakukan persiapan
sebagai berikut:
a.
Mengajukan permintaan izin
penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri Setempat yang ditandatangani oleh Kasubdit selaku Penyidik untuk
memperoleh Surat Izin Penyitaan atau Surat Izin Khusus untuk melakukan
pemeriksaan dan penyitaan surat/surat-surat lain.
b.
Menerbitkan Surat Perintah
Penyitaan rangkap 10
(sepuluh) yang ditandatangani oleh Kasubdit selaku Penyidik, setelah
memperoleh Surat Izin/Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri
setempat (salinan/foto copy Surat Izin/izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan
Negeri dilampirkan pada Surat Perintah Penyitaan).
c.
Menerbitkan Surat Perintah
Penyitaan tanpa Surat Izin/Izin Khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat
terlebih dahulu, apabila tindakan penyitaan perlu segera dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu
dan mendesak.
d.
Di setiap Kesatuan Polri
ditunjuk petugas yang melakukan pengawasan terhadap barang-barang yang
disita/barang bukti
e.
Dalam hal pejabat
penandatanganan surat perintah penyitaan dan permintaan ijin penyitaan
sebagaimana point a dan b tersebut diatas berhalangan maka penandatanganan
surat tersebut dapat dilakukan oleh Dir
Reskrimsus selaku Atasan Penyidik.
4.
Tata cara Penyitaan
a.
Penyitaan
Benda
1)
Diluar hal tertangkap tangan
:
a)
Diperlukan Surat Izin/Surat
Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri.
b)
Diperlukan Surat Perintah
Penyitaan.
c)
Dapat dilakukan oleh
Penyidik/Penyidik Pembantu dan Penyelidik atas Perintah Penyidik.
d)
Penyitaan dilakukan terhadap
benda-benda bergerak ataupun benda tidak bergerak yang dapat berupa :
(1)
Benda atau tagihan
tersangka/terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga /diperoleh/sebagai hasil
tindak pidana.
(2)
Benda yang telah
dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya.
(3) Benda
yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
(4) Benda
yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
(5) Benda
lain yang mempunyai hubungan langsung
dengan tindak pidana yang dilakukan.
(6) Benda
yang berada dalam sitaan perkara perdata atau pailit sepanjang memenuhi
sebagaimana tersebut pada (a), )b), (c),
(d) dan (e).
2)
Dalam keadaan yang sangat
perlu dan mendesak :
a)
Dapat dilakukan tanpa Surat
Izin Ketua Pengadilan Negeri.
b)
Tidak diperlukan Surat
Perintah Penyitaan.
c)
Penyitaan terbatas hanya terhadap benda bergerak saja.
d)
Dilakukan oleh
Penyidik/Penyidik Pembantu dan Penyelidik atas perintah Penyidik.
3)
Dalam hal tertangkap tangan
a)
Tidak diperlukan Surat
izin/Surat Izin Khusus Ketua Pengadilan Negeri.
b)
Tidak diperlukan Surat
Perintah Penyitaan
c)
Penyitaan dapat dilakukan
terhadap benda dan alat yang ternyata diduga telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
d)
Dilakukan oleh
Penyidik/Penyidik Pembantu, baik karena mendapatkan sendiri maupun karena
adanya penyerahan dari Penyelidik atau orang
lain.
e)
Dilakukan oleh Penyelidik,
baik karena mendapatkan sendiri maupun karena adanya penyerahan dari orang
lain, untuk segera diserahkan kepada
penyidik/penyidik pembantu didaerah hukumnya dengan disertai BA tentang
tindakan yang dilakukannya.
4)
Dalam hal penyitaan diluar
daerah hukum, maka pelaksanaanya selain harus diketahui oleh Ketua Pengadilan
Negeri juga didampingi oleh penyidik/Penyidik Pembantu yang ditunjuk oleh
kepala Kesatuan daerah hukum tempat dilakukannya penyitaan.
5)
Penyitaan supaya dilakukan
oleh paling sedikit 2 (dua) orang petugas.
6)
Menghubungi Kepala
Desa/Ketua Lingkungan,
diminta untuk menjadi saksi dalam tindakan penyitaan itu.
7)
Penyidik/Penyidik Pembantu
dan atau Penyelidik atas perintah Penyidik yang akan melakukan penyitaan
menunjukkan Tanda Pengenal dan Surat Perintah Penyitaan (dilampiri salinan/foto
copy Surat Izin/izin Khusus Ketua Pengadilan
Negeri) kepada tersangka/keluarganya dari siapa benda akan disita.
Benda-benda
yang akan disita, diperlihatkan kepada tersangka/keluarganya/orang lain dari
siapa benda-benda tersebut akan disita
termasuk data dan keterangan tentang asal benda-benda tersebut dengan
disaksikan oleh Kepala Desa/Ketua Lingkungan Beserta 2 (dua) orang saksi.
8)
Membuat daftar benda-benda
yang disita secara terperinci tentang jumlah atau berat menurut jenis
masing-masing.
9)
Untuk kepentingan
pengamanan, apabila dianggap perlu benda yang akan disita dilakukan pemotretan
terlebih dahulu.
10) Benda-benda
sitaan dibungkus atau diikat menurut jenisnya masing-masing dan diberi label.
11) Tata
cara pembungkusan benda sitaan :
a)
Benda sitaan dibungkus dan
diberi label
b)
Pada label tersebut harus
dicatat :
(1)
Nomor registrasi barang
bukti
(2)
Jenis
(3)
Jumlah dan atau beratnya
(4)
Ciri maupun sifat khasnya.
(5)
Tempat, hari dan tanggal
penyitaan
(6)
Nomor laporan Polisi.
(7)
Identitas orang dimana benda
itu disita
(8)
Ditanda tangani oleh yang
menyita.
c)
Diberi lak dan stempel
d)
Terhadap barang sitaan yang
berbentuk cairan, bubuk dan mudah
menguap agar dibungkus
sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari kemungkinan hilang atau berkurangnya jumlah barang bukti yang telah
disita.
12) Untuk
pembungkusan dan penyegelan benda sitaan/barang bukti ini dibuatkan Berita
Acaranya yang memuat uraian tentang alat/pembungkusan dan penyegelannya
sehingga barang atau benda sitaan tersebut tidak dapat dikeluarkan dari dalam
pembungkusnya tanpa merusak segel dan pembungkus itu sendiri.
13) Untuk
benda sitaan yang tidak mungkin dibungkus.
a)
Diberi label yang memuat
catatan yang sama seperti label dimaksud pada huruf k, diatas, kemudian
ditempatkan atau dikaitkan pada bagian
benda sitaan yang memungkinkan label tersebut mudah terlihat.
b)
Dalam hal benda sitaan
disimpan didalam kemasan/peti dan jumlahnya banyak sehingga benda sitaan akan
disimpan tetap ditempat semula, maka dengan mempergunakan benang (tali) yang
kuat, peti-peti tersbut dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa dan pada
bagian-bagian tertentu tali tersbut disimpul dan dilak serta cap/stempel lak,
sehinga apabila ada perubahan (diambil dan sebaginya) akan mudah
diketahui oleh petugas.
14) Memberikan
Surat Tanda Penerimaan kepada tersangka/ keluarganya/ jawatan/ lembaga/
orang lainnya yang menyerahkan
benda-benda yang dapat disita.
15) Membuat
Berita Acara Penyitaan yang setelah dibacakan terlebih dahulu oleh
Penyidik/Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik yang melakukan penyitaan atas
perintah Penyidik, kemudian ditanda tangani olehnya dan oleh tersangka / atau keluarganya / lembaga / orang lain dari siapa benda
itu disita serta diketahui Kepala Desa/Ketua
Lingkungan.
16) Dalam
hal tersangka/keluarganya/jawatan/badan/orang lainnya dari siapa benda tersebut disita
menolak untuk menandatangani Berita Acara Penyitaan, dicatat didalam Berita
Acara Penyitaan dan
disebutkan alasan penolakan tersebut.
17) Benda
yang telah disita harus dicatat didalam Buku Register Barang Bukti.
18) Barang
Bukti harus disimpan :
a)
Ditempat penyimpanan barang
bukti pada kantor kepolisian setempat.
b)
Di RUPBASAN, apabila sudah
ada RUPBASAN.
c)
Ditempat penitipan barang
pada Bank Pemerintah.
d)
Ditempat semula ketika benda
itu disita.
19) Penyerahan
barang bukti kepada
pejabat RUPBASAN dilaksanakan dengan surat pengantar yang dilampiri daftar
barang bukti yang diserahkan dan dibuat Berita Acara Penyerahan Barang Bukti.
20) Penyimpanan
barang bukti di kantor Kepolisian dilakukan oleh petugas khusus yang ditunjuk
untuk itu. Untuk setiap penyerahan barang bukti dari penyidik/penyidik pembantu
yang melakukan pemeriksaan atau dari petugas yang memberikan Surat Tanda
Penerimaan. Barang harus disimpan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung
jawab.
21) Sebelum
adanya RUPBASAN, pertanggung jawaban fisik atas barang bukti ada pada petugas
penyimpanan barang bukti, sedangkan yang berwenang dalam pelaksanaan penyidikan
perkara yang bersangkutan. Untuk keamanan barang bukti siapapun dilarang
memakai barang bukti.
22) Setelah
ada RUPBASAN, pertanggung jawaban fisik ada pada pejabat RUPBASAN , sedangkan
tanggung jawab Yuridis ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat
pemeriksaan dalam rangka proses peradilan pidana.
23) Dalam
hal barang bukti akan dilelang, maka sebagian kecil disisihkan untuk keperluan
pembuktian didepan sidang pengadilan, hasil lelang disimpan untuk pengganti
barang bukti proses lelang agar mengacu kepada Pasal 45 KUHAP dan
penjelasannya. Untuk itu dibuat BA Penyidikan
Barang Bukti dan Berita Acara Pelelangan.
24) Dalam
hal penyidik/penyidik pembantu mengembalikan barang bukti, karena :
a)
Kepentingan penyidikan dan
penuntutan tidak memerlukan lagi (setelah dikonsultasikan lebih dahulu dengan
penuntut umum dan Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang).
b)
Ada putusan pra Peradilan
yang menetapkan bahwa ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian
dan harus dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.
c)
Penyidikan dihentikan,
karena tidak cukup bukti, atau bukan merupakan tindak pidana, atau demi hukum.
Untuk itu harus dibuat Berita Acara Pengembalian barang bukti.
25) Dalam
hal penyidikan tidak dapat dilanjutkan karena tidak cukup bukti, atau penyidik
sudah tidak membutuhkan lagi, maka barang bukti yang disita harus dikembalikan
kepada pihak yang berhak, sepanjang
pihak tersebut mempunyai bukti-bukti yang memperkuat kepemilikannya.
b.
Penyitaan
Surat Lain
1)
Diperlukan Surat Izin Khusus
Ketua Pengadilan.
2)
Penyidik/Penyidik pembantu
secara tertulis meminta kepada Kepala Kantor Pos, Telekomunikasiatau Perusahaan
Komunikasi atau transportasi atau perusahaan jasa yang terkait, agar mnyerahkan
“Surat Lain” yang diperlukan.
3)
Pembukaan “Surat Lain”
dilakukan dengan cara memotong salah satu sisi sampul surat sedemikian rupa
sehingga tidak merusak isi surat atau tulisan yang ada didalam sampul tersebut.
4)
Apabila setelah dibuka dan
diperiksa ternyata
“Surat Lain” tersebut
mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang sedang diperiksa, maka dilakukan
penyitaan.
5)
Apabila ternyata “Surat
Lain” tersebut tidak mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang sedang
“DIBUKA OLEH PENYIDIK”, dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan, nama dan pangkat
Penyidik/Penyidik Pembantu yang bersangkutan, kemudian dikembalikan kepada
Kepala Kantor Pos dan Telekomunikasi
atau Transportasi atau Perusahaan Jasa
yang terkait dengan dibuatkan Tanda Bukti Penyerahan Kembali.
6)
Penutupan kembali “Surat Lain”
yang tidak disita adalah dengan cara menutup dengan kertas yang dilem
sedemikian rupa sehingga tidak mudah dibuka kembali dan dicap yang membekas
pada sebagian kertas penutup dan sebagian pada sampul surat tersebut.
7)
Dibuat Berita Acara tentang pembukaan,
pemeriksaan dan penyitaan “Surat Lain” tersebut, ditanda tangani oleh
Penyidik/Penyidik Pembantu dan Kepala kantor Pos dan Telekomunikasi atau
perusahaan jasa
terkait, atau perusahaan komunikasi atau transportasi.
5.
Hal yang perlu diperhatikan
a.
Termasuk penyitaan adalah
membuka dan memeriksa “ surat lain” yaitu surat dari dan kepada tersangka yang
dikirimkan melalui kantor pos dan telekomunikasi,perusahaan komunikasi dan
transportasi yang dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan
tindak pidana yang sedang diperiksa dan pelaksanaannya harus dengan ijin khusus
Ketua Pengadilan Negeri.
b.
Dalam hal benda sitaan
terdiri dari atas benda yang lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak
mungkin untuk disimpan sampai
putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum
yang tetap atau jika biaya penyimpanannya menjadi terlalu tinggi, sejauh
mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya, dapat dijual lelang oleh
penyidik dalam hal perkara dalam tahap
penyidikan dan pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Kantor Lelang Negara tanpa perlu adanya
penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri.
c.
Terhadap barang barang
sitaan harus dirawat dan dijaga keutuhan dan keasliannya dan Harus dicatat
secara rinci meliputi jenis, kualitas
dan jumlahnya,keadaan/bentuk dan ciri-ciri khusus dari benda sitaan serta harus
diperhatikan aspek pengamanannya.
d.
Memperhatikan klasifikasi
benda sitaan dan penanganan
khusus,maka agar tidak hilang atau rusak, harus diperhatikan pengawasan dan
pengamanannya, seperti : benda yang berbahaya (mudah terbakar,meledak), benda
yang perlu pengamatan (sperma,darah), benda-benda yang bernilai ekonomis
(perhiasan emas, berlian, mutiara,uang dan sebagainya).
e.
Dalam melakukan penyitaan
minimal harus disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang
identitasnya jelas.
f.
Perlakuan terhadap barang
sitaan berupa uang, harus dihitung lembar perlembar, catat angka nominal dan
nomor seri.
g.
Penyitaan terhadap barang
bukti yang tidak bergerak, harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri
setempat.
h.
Penyimpanan barang bukti
hasil sitaan sedapat mungkin disimpan di RUPBASAN.
6.
Penutup
a.
Standar Operasional
Prosedur Penyitaan menjadi acuan bagi penyidik
dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana.
b.
Hal-hal yang belum
diatur dalam Standar Operasional Prosedur Penyitaan ini akan ditentukan
kemudian.
c.
Standar Operasional
Prosedur Penyitaan ini, berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan Surat Keputusan
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri.
d.
Ketentuan yang belum
diatur dalam Standar Operasional Prosedur Penyitaan ini akan diatur lebih
lanjut.
e.
Ketentuan yang
bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur Penyitaan ini, dinyatakan
tidak berlaku lagi.
sumber: http://bagbinopskrimsuslpg.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar