STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
(SOP)
TENTANG
PEMANGGILAN SAKSI / TERSANGKA DILINGKUNGAN
DIT RESKRIMSUS POLDA LAMPUNG
1. Pengertian
a.
Pemanggilan
adalah tindakan Penyidik untuk menghadirkan saksi/tersangka guna didengar
keterangannya sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi.
b.
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara
pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
c.
Tersangka adalah orang yang karena perbuatannya atau
keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak
pidana.
d.
Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik
Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang – undang untuk melakukan
penyidikan.
e.
Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Negara
Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas
penyidikan yang diatur dalam undang – undang ini.
f.
Satu hari adalah dua puluh empat jam dan satu bulan adalah waktu tiga puluh hari.
2. Ketentuan
Hukum
a.
Pasal
1 butir 2 KUHAP merupakan penjelasan
tentang apa yang dimaksud dengan penyidikan.
b.
Pasal
7 ayat (1) huruf e Pasal 11 tentang wewenang Penyidik/Penyidik Pembantu dalam
hal pemeriksaan.
c.
Pasal
112 KUHAP mengatur alasan,syarat-syarat dan tata cara untuk dapat melakukan
pemanggilan serta kewajiban untuk memenuhi panggilan.
d.
Pasal
113 KUHAP mengatur tentang seorang
tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa
ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu
datang ke tempat kediamannya.
e.
Pasal
119 KUHAP mengatur tentang Dalam hal tersangka atau saksi yang dipanggil untuk didengar
keterangannya berdiam atau bertempat tinggal diluar daerah hukum Penyidik yang
menjalankan penyidikan, maka pemanggilan dan pemeriksaan terhadapnya dapat
dimintakan bantuan kepada Penyidik dimana tersangka dan atau saksi tersebut
bertempat tinggal.
f.
Pasal
120 KUHAP mengatur tentang wewenang penyidik untuk meminta pendapat orang ahli
atau orang yang memiliki keahlian khusus dan Ahli tersebut mengangkat sumpah
atau mengucap janji dimuka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut
pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta
martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat
menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
g.
Pasal 27, 28, 29, 30 dan 31 Perkap nomor 14 tahun 2012
tentang Manajemen penyidikan tindak pidana.
3.
Persiapan
Dalam hal
Penyidik/Penyidik Pembantu akan melakukan pemanggilan, maka terlebih dahulu harus :
a.
Menyiapkan/Menerbitkan
:
1)
Surat
Panggilan,
apabila akan melakukan pemanggilan terhadap saksi/ahli/tersangka.
2)
Surat
Panggilan Kedua,apabila akan melakukan pemanggilan kedua jika yang dipanggil
tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi. dengan perintah kepada petugas
untuk membawa kepadanya.
3)
Surat
Perintah Membawa, apabila yang dipanggil tidak datang, penyidik memanggil
sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.
4)
Surat
Panggilan dibuat secara sah dan jelas dengan menyebutkan pertimbangan,dasar,
alasan pemanggilan secara jelas, waktu pemanggilan,dalam perkara apa,identitas
orang yang dipanggil,status yang dipanggil dan pasal yang dilanggar,waktu dan
tempat pejabat penyidik yang ditemui, nomor telepon, handphone, email dan
ditanda tangani oleh pejabat penyidik yang berwenang.
5)
Surat
Panggilan yang sah disampaikan kepada pihak yang dipanggil dengan memperhatikan
tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu
diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
6)
Surat
Panggilan dibuat 6 (enam) rangkap dengan rincian 1(satu) rangkap untuk pihak
yang dipanggil, 1 (satu) ranbgkap untuk tanda bukti panggilan sudah diterima
dan 4 (empat) rangkap untuk Kelengkapan Berkas Perkara.
4.
Bentuk Pemanggilan
Supaya
panggilan yang dilakukan aparat, penegak hukum pada semua tingkat pemeriksaan
dapat dianggap sah dan sempurna, harus dipenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan undang-undang. Ketentuan syarat sahnya panggilan pada
tingkat pemeriksaan penyidikan diatur dalam Pasal 112, Pasal 119, dan Pasal 227
KUHAP.
Pemanggilan oleh penyidik pada tingkat pemeriksaan
penyidikan, pada prinsipnya berlaku untuk semua tingkat pemeriksaan bagi seluruh
jajaran aparat penegak hukum,
yang berlaku untuk pemanggilan pada tingkat pemeriksaan penuntutan dan
persidangan. Itu sebabnya kita berpendapat tata cara pemanggilan yang diatur
Pasal 227 KUHAP harus dipedomani dalam
tingkat pemeriksaan penyidikan.
a)
Panggilan Berbentuk ”Surat Panggilan”
Surat panggilan harus memuat:
1)
Alasan pemanggilan
Dengan menyebut alasan pemanggilan, orang yang dipanggil tahu untuk apa dia
dipanggil, apakah sebagai tersangka, saksi atau sebagai ahli. Sering dijumpai
surat panggilan yang kabur, tidak dicantumkan secara tegas apakah dipanggil
sebagai saksi atau tersangka. Misalnya, hanya menyebut: dipanggil menghadap
tanggal sekian sehubungan dengan pemeriksaan perkara pidana yang dituduhkan
berdasar Pasal 338 KUHP. Bentuk pemanggilan seperti ini tidak fair. Seolah-olah sengaja untuk menakuti
orang yang dipanggil, padahal nyatanya hanya diperiksa sebagai saksi.
Pemanggilan seperti ini, disamping bentuknya kabur, sekaligus juga melanggar
landasan penegakan kepastian hukum bagi orang yang dipanggil. Oleh karena itu,
dengan berlakunya KUHAP yang dalam salah satu tujuannya adalah menegakkan
kepastian hukum, harus tegas dijelaskan status orang yang dipanggil apakah sebagai
tersangka atau saksi.
2)
Surat penggilan ditandatangani pejabat penyidik.
Sedapat mungkin disamping tanda tangan harus dibubuhi ”tanda cap jabatan”
penyidik. Memang cap jabatan stempel bukan mutlak, yang mutlak adalah tanda
tangan pejabat, sesuai dengan penjelasan Pasal 112 ayat (1) KUHAP, yang
menegaskan: ”Surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang
berwenang”. Adapun pejabat Penyidik yang berwenang menandatangani surat
panggilan dilingkungan Ditreskrimsus Polda Lampung adalah Kasubdit selaku
penyidik.
3)
Apabila Pejabat Penyidik sebagaimana point 2) tersebut
diatas berhalangan maka wewenang penandatangan surat panggilan tersebut dapat
di lakukan oleh Dir Reskrimsus selaku atasan Penyidik.
b)
Pemanggilan Memperhatikan Tenggang Waktu yang Wajar dan
Layak:
1)
Antara tanggal hari diterimanya surat panggilan, dengan
hari tanggal orang yang dipanggil diharuskan memenuhi panggilan, harus ada
tenggang waktu yang layak (Pasal 112 ayat (1)).
2)
Surat panggilan yang disampaikan
”selambat-lambatnya” 3 (tiga) hari atau
3x24 jam sebelum tanggal hadir yang
ditentukan dalam surat panggilan, contoh surat panggilan I diterima tanggal 1
April 2013 jam 10.00 Wib maka masa berlakunya surat panggilan I tersebut sampai
dengan tanggal 4 April 2013 jam 10.00 Wib.
3)
Apabila saksi/ahli/tersangka yang dipanggil tidak
memenuhi panggilan tanpa alasan yang patut dan wajar maka penyidik menerbitkan
surat panggilan II, contoh surat panggilan I berakhir pada tanggal 4 April 2013
jam 10.00 Wib maka surat panggilan II diterbitkan pada tanggal 5 April 2013.
5.
Tata Cara Pemanggilan
a.
Penyampaian Surat Panggilan
1)
Surat
Panggilan disampaikan oleh Petugas Polri langsung kepada saksi/ahli/tersangka yang dipanggil
ditempat tinggal/kediaman atau alamat domisili dimana yang bersangkutan berada.
2)
Petugas
yang menyampaikan surat panggilan supaya memperkenalkan diri dengan
memperlihatkan tanda pengenal diri/identitas.
3)
Apabila
saksi/ahli/tersangka
yang dipanggil tidak berada ditempat maka tindakan yang diambil adalah :
a)
Surat
Panggilan tersebut dapat diterimakan kepada orang lain yang dapat menjamin
bahwa surat panggilan tersebut akan disampaikan kepada yang bersangkutan
(misalnya keluarga, Rt/Rw, Pamong Desa dan Pegawainya)
b)
Lembar
lain Surat Panggilan Supaya dibawa kembali oleh petugas yang menyampaikan
setelah ditandatangani oleh orang yang menerima, atau bila tidak dapat menulis,
setelah dibubuhi cap jempol.
4)
Apabila
tersangka atau saksi yang dipanggil menolak untuk menerima surat panggilan maka
tindakan yang diambil adalah :
a)
Petugas
yang menyampaikan Surat Panggilan memberikan penjelasan dan meyakinkan yang
bersangkutan bahwa :
(1)
Memenuhi
panggilan tersebut adalah merupakan kewajiban baginya.
(2)
Dapat
dituntut secara hukum berdasarkan ketentuan Pasal 216 KUHP
(3)
Hasil
penyampaian surat panggilan tersebut
harus dilaporkan kepada atasannya/penyidik.
b.
Penyampaian Surat Panggilan ke-II
1)
Terhadap
tersangka atau saksi yang tidak memenuhi panggilan atau menolak tanpa alasan
yang patut dan wajar untuk menerima dan menandatangani surat panggilan untuk
kedua kalinya dengan mencantumkan “ke
II” pada baris Surat Panggilan dengan disertai Surat Perintah Membawa.
2)
Dalam
hal tersangka atau saksi yang dipanggil untuk kedua kalinya, tetapi tidak
memenuhi atau menolak untuk menerima dan menandatangani Surat Panggilan ke II,
maka diberlakukan Surat Perintah Membawa.
3)
Dalam
hal tersangka atau saksi yang dipanggil tidak dapat memenuhi panggilan dengan
alasan yang patut dan wajar, maka penyidik datang ketempat kediamannya untuk
melakukan pemeriksaan.
4)
Mengenai
alasan yang patut dan wajar dapat dimintakan surat keterangan dari dokter/pejabat kesehatan atau kepala
desa/ketua lingkungan dari tempat tinggal
tersangka/saksi.
c.
Surat Perintah Membawa tersangka/Saksi
Dalam hal
Penyidik/Penyidik Pembantu akan membawa saksi/tersangka, maka terlebih dahulu harus :
1)
Menyiapkan/Menerbitkan
:
a)
Surat
Perintah Membawa saksi/tersangka dengan alasan saksi / tersangka tidak memenuhi
panggilan penyidik yang sah tanpa alasan patut dan wajar.
b)
Melampirkan Surat panggilan I dan Surat Panggilan II, dan
Surat Tanda Terima Panggilan yang membuktikan bahwa surat panggilan I dan
Panggilan ke II telah disampaikan penyidik.
c)
Surat Perintah Membawa dibuat secara sah dan jelas dengan
menyebutkan pertimbangan,dasar, alasan membawa saksi/tersangka,dalam perkara
apa,identitas orang yang dibawa,status yang dibawa dan pasal yang
dilanggar,pejabat penyidik yang diperintahkan, dan ditanda tangani oleh pejabat
penyidik yang berwenang.
d)
Surat Perintah Membawa yang sah disampaikan kepada pihak
yang dibawa dan keluarganya atau pengacara dan ketua lingkungan setempat.
e)
Surat Perintah Membawa dibuat 6 (enam) rangkap dengan
rincian 1 (satu)
rangkap untuk pihak yang dibawa atau keluarganya atau pengacaranya, 1 (satu)
rangkap untuk ketua lingkungan setempat
dan 4 (empat) rangkap untuk Kelengkapan Berkas Perkara.
f)
Surat Perintah Membawa tersangka/saksi
diberlakukan/dibuat apabila seorang tersangka /saksi yang dipanggil dua kali
berturut-turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah, patut dan wajar.
g)
Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Perintah Membawa
Tersangka/Saksi dilingkungan Ditreskrimsus Polda Lampung adalah Kasubdit selaku
Penyidik.
h)
Apabila pejabat Penyidik pada point g) tersebut diatas
berhalangan maka wewenang penandatanganan surat tersebut dilimpahkan kepada Dir
Reskrimsus selaku atasan penyidik.
i)
Surat perintah membawa tersangka atau saksi diterbitkan
setelah habis masa berlaku surat panggilan II, contoh surat panggilan II
diterbitkan tanggal 5 April 2013 jam 10.00 Wib berlaku sampai dengan tanggal 8
April 2013 jam 10.00 Wib maka penyidik menerbitkan surat perintah membawa pada
tanggal 9 April 2013.
d.
Ketentuan lainnya.
1)
Dalam
hal tersangka atau saksi yang dipanggil untuk didengar keterangannya berdiam
atau bertempat tinggal diluar daerah hukum Penyidik yang menjalankan
penyidikan, maka pemanggilan dan pemeriksaan terhadapnya dapat dimintakan
bantuan kepada Penyidik dimana tersangka dan atau saksi tersebut bertempat
tinggal.
2)
Dalam
hal penyidikan dilakukan diluar daerah hukum, maka pemanggilan dilakukan oleh
Penyidik setempat dan pada waktu pemeriksaan wajib didampingi oleh Penyidik
setempat tersebut.
3)
Dalam
hal yang dipanggil adalah anggota MPR, DPR, DPD, Anggota DPR Provinsi dan
Kabupaten/kota, maka tata cara pemanggilannya disesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang yang berlaku baginya
sebagai berikut :
a)
Pemanggilan
terhadap pejabat-pejabat MPR, DPR, DPD, harus mendapatkan persetujuan tertulis
Presiden RI.
b)
Kapolda Lampung/Dir Reskrimsus bertindak atas nama
Kapolda selaku
penyidik mengajukan permohonan kepada Kapolri melalui Kabareskrim Polri untuk mendapatkan
persetujuan tertulis dari Presiden RI.
c)
Untuk
pemanggilan terhadap anggota Pimpinan/Anggota DPR Provinsi, Kapolda
Lampung/Dir Reskrimsus selaku Penyidik mengajukan permohonan kepada Kapolri melalui
Kabareskrim Polri untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam
Negeri.
d)
Untuk
pemanggilan terhadap Pimpinan/Anggota DPRD Kabupaten/Kota, Kapolda
Lampung/Dir Reskrimsus selaku penyidik
mengajukan
permohonan untuk
mendapatkan persetujuan tertulis dari Gubernur Kepala Daerah.
e)
Untuk
Pemanggilan terhadap Ketua dan Majelis Hakim, Kapolda Lampung/Dir Reskrimsus
selaku penyidik mengajukan
permohonan kepada
Ketua Mahkamah Agung RI melalui
Kabareskrim Polri untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
f)
Untuk
pemanggilan pejabat aparatur pemerintah, Penyidik mempedomani ketentuan
Perundang-undangan yang berlaku.
g)
Dalam
mengajukan Surat Permohonan tersebut, harus dicantumkan alasan pemanggilan dan
dilampiri Laporan Kemajuan dan Resume.
6.
Penutup
a.
Standar
Operasional Prosedur Pemanggilan menjadi acuan bagi Penyidik dalam melaksanakan
penyidikan tindak pidana.
b.
Hal-hal
yang belum diatur dalam Standar Operasional Prosedur Pemanggilan ini akan
ditentukan kemudian.
c.
Standar
Operasional Prosedur Pemanggilan ini, berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
Surat Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Lampung.
d.
Ketentuan
yang belum diatur dalam Standar Operasional Prosedur Pemanggilan ini akan
diatur lebih lanjut.
e.
Ketentuan yang bertentangan dengan Standar
Operasional Prosedur Pemanggilan ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
sumber: http://bagbinopskrimsuslpg.blogspot.com/2014/01/sop-pemanggilan-tersangka.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar