STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP)
TENTANG
PEMERIKSAAN SAKSI / TERSANGKA DILINGKUNGAN
DIT RESKRIMSUS POLDA LAMPUNG
BANDAR
LAMPUNG, JANUARI 2014
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
( SOP )
PEMERIKSAAN
1.
Pengertian
a. Pemeriksaan adalah kegiatan untuk memperoleh keterangan, kejelasan, dan keidentikan dari tersangka,
saksi, ahli tentang barang bukti maupun unsur-unsur tindak pidana yang telah
terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti didalam
tindak pidana tersebut menjadi jelas, dituangkan didalam berita acara
pemeriksaan.
b.
Pemeriksa adalah pejabat
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan baik sebagai penyidik
maupun penyidik pembantu.
c.
Keterangan saksi adalah
salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang didengar, dilihat dan dialami sendiri
dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
d.
Pemeriksaan Surat
Penyidik
berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor
pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan telekomunikasi atau pengangkutan (pasal 47 ayat (1) KUHAP).
e.
Berita Acara Pemeriksaan
tersangka, saksi dan ahli adalah catatan atau tulisan yang bersifat otentik,
dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik atau penyidik pembantu atas kekuatan
sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditanda tangani oleh penyidik atau penyidik
pembantu dan tersangka serta ahli yang diperiksa, memuat uraian tindak pidana
yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu pidana
dilakukan, identitas penyidik/penyidik pembantu dan yang diperiksa, keterangan
yang diperiksa.
2.
Ketentuan Hukum
a.
Pasal
1 angka 26, 27, 28, 29
dan 30, Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 2,Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 8, pasal 47 ayat (1) ,Pasal
50 ayat (1), Pasal 51, Pasal 52, Pasal
53, Pasal 54, Pasal
55, Pasal 56, Pasal
71, Pasal 75, Pasal
76, Pasal 112, Pasal
113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal
116, Pasal 117, Pasal 118 dan Pasal 119 KUHAP.
b.
Pasal 13, Pasal 14 ayat
(1) huruf g, Pasal 16 ayat (1) huruf f , Pasal 18 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
c.
Pasal 63, 64, 65, 66, 67 dan
68 Perkap nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan.
3.
Persiapan
a.
Syarat-syarat Pemeriksaan.
1)
Dasar
Laporan Polisi ( Laporan Polisi Model A atau Model B atau
Model C )
2)
Pemeriksa.
a)
Mempunyai
kewenanganan melakukan pemeriksaan dan membuat Berita Acara Pemeriksaan, baik
sebagai Penyidik /Penyidik Pembantu, berdasarkan Skep Penyidik/Penyidik
Pembantu dan surat perintah penyidikan.
b)
Mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana dan Peraturan
Perundangan-Undangan / Hukum-hukum lainnya.
c)
Mempunyai
pengetahuan yang cukup dan mahir melaksanakan fungsi tehnis profesional
kepolisian dibidang penyidikan khususnya kemahiran tentang taktik dan teknik
pemeriksaan.
d)
Mempunyai
pengetahuan dan menguasai kasus tindak pidana dengan baik, berdasarkan
Laporan Polisi, Laporan Hasil
Penyelidikan, Berita Acara Pemeriksaan di tempat Kejadian Perkara, informasi
dan data lainnya.
e)
Memiliki
kepribadian :
(1) percaya pada diri sendiri.
(2) Mempunyai kemampuan menghadapi orang lain/adaptif.
(3) Tidak mudah terpengaruh.
(4) Sopan, Sabar,
dapat mengendalikan emosi.
(5) Kemampuan menilai dengan tepat dan bertindak cepat dan
obyektif.
(6) Tekun, ulet dan mampu mengembangkan inisiatip.
f) Mampu mempersiapkan rencana pemeriksaan dan membuat draf pertanyaan sesuai dengan materi perkara yang
ditangani.
3)
Yang
diperiksa.
a)
Tersangka,
saksi / ahli, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
b)
Tersangka,
saksi / ahli, bebas dari rasa takut.
c)
Tersangka,
dipanggil dengan panggilan yang sah kecuali bila tersangka ditangkap /
tertangkap tangan.
d)
Saksi / ahli
dipanggil dengan panggilan yang sah.
4)
Tempat
Pemeriksaan.
a)
Ditentukan/ditetapkan
secara khusus sebagai tempat untuk melakukan pemeriksaan baik dikantor penyidik
/ penyidik pembantu atau tempat-tempat
lain yang dijadikan tempat
pemeriksaan.
b)
Dalam
hal saksi / saksi ahli telah dua kali
dipanggil secara bertutut-turut dengan surat panggilan yang sah, namun tidak bisa hadir dengan alasan yang patut dan wajar
maka pemeriksaan
dapat dilakukan di rumah / kediamannya atau tempat-tempat lain yang disepakati bersama.
c)
Tempat
pemeriksaan harus sedemikian rupa/layak sehingga tidak menimbulkan kesan menakutkan /
menyeramkan dan dalam suasana tenang.
d)
Dalam hal pemeriksaan
dilaksanakan diluar wilayah yuridiksi kesatuan penyidik, maka pelaksanaan
pemeriksaan agar didampingi oleh penyidik setempat.
e)
Apabila pemeriksaan
dilaksanakan di Luar Negeri maka hasil BAP harus dilegalisir Perwakilan Negara Republik Indonesia dan
saksi /ahli harus disumpah.
f)
Tempat
pemeriksaan harus terjamin keamanannya.
g)
Tersedia
tempat bagi penasehat hukum.
h)
Bila
memungkinkan dibuat ruang khusus pemeriksaan tersangka / saksi dengan segala
prasarana dan sarana yang diperlukan.
5)
Saat
mulai pemeriksaan.
a)
Pemeriksaan
agar dilakukan
sesegera mungkin / tepat waktu sesuai waktu panggilan.
b)
Setelah
penangkapan dilaksanakan terhadap tersangka agar segera diadakan pemeriksaan.
c)
Dalam
waktu satu hari ( 1 X 24 jam ) setelah perintah penahanan dilaksanakan, tersangka harus mulai
diperiksa (Pasal 122 KUHAP).
d)
Hindarkan
pertanyan-pertanyaan yang dapat menimbulkan situasi perdebatan yang tidak perlu
maupun pembicaraan yang emosional.
e)
Hindari
agar pemeriksa jangan sampai dipengaruhi tersangka atau saksi / ahli.
f)
Agar
memperhatikan norma-norma kesopanan dan kesusilaan, terutama apabila tersangka
atau saksi seorang wanita.
g)
Dalam
hal tersangka / saksi agak sulit / kurang lancar dalam mengemukakan keterangan,
maka agar dibantu atau dibimbing sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang seseorang, keadaan dan terjadinya tindak pidana secara lengkap, sistematis dan berurutan.
h)
Pemeriksaan
tersangka atau saksi pada prinsipnya tidak boleh dihadiri oleh orang yang tidak
berkepentingan dengan pemeriksaan.
i)
Hendaknya
dibangkitkan rasa simpati dan dicegah jangan sampai menimbulkan sikap yang
bertentangan.
j)
Pertanyaan-pertanyaan
harus singkat, padat dan jelas, sehingga mudah dimengerti oleh tersangka, saksi
dan ahli.
k)
Untuk
memperoleh keterangan yang lebih meyakinkan pemeriksa agar mengulang pertanyaan
yang sama kepada tersangka, saksi dan ahli.
l)
Tidak
memberikan kesempatan kepada tersangka, saksi dan ahli untuk membuat keterangan yang bersifat
khayalan atau keterangan yang tidak benar.
m) Agar bersikap sabar, tekun dan ulet dalam menghadapi
tersangka, saksi dan ahli yang berbelit-belit.
n)
Kepada
tersangka, saksi dan ahli supaya disuruh mengenali, diperlihatkan kembali
barang bukti yang didapatkan dan keterangannya supaya dimuat dalam berita acara
pemeriksaan atas dirinya.
o)
Keterangan
tersangka atau saksi / ahli wajib ditulis secara teliti dan lengkap dalam
berita acara pemeriksaan.
6)
Sarana
Pemeriksaan.
a)
Ruangan pemeriksaan yang
layak.
b)
Meja
dan kursi sesuai kebutuhan.
c)
Mesin
tulis / komputer.
d)
Alat-alat
tulis.
e)
Tape
recorder dan alat-alat elektronika sebagai pendukung pemeriksaan (bila diperlukan).
f)
Kelengkapan
administrasi penyidikan.
7)
Pembuatan
Berita Acara Pemeriksaan.
a)
Persyaratan
Formal.
(1)
Pada
halaman pertama disebelah sudut kiri atas disebutkan nama kesatuan dan wilayah.
(2) Dibawahnya nama kesatuan ditulis kata-kata “ PRO JUSTITIA
“.
(3) Pada tengah-tengah bagian atas halaman pertama ditulis
kata-kata “ BERITA ACARA PEMERIKSAAN “ dan dibawahnya antara tanda kurung dituliskan TERSANGKA / SAKSI / AHLI, isi berita acara pemeriksaan dimulai dibawahnya.
(4) Disebelah kiri dari setiap lembaran Berita Acara
Pemeriksaan dikosongkan selebar ¼ halaman yang disebut marge yang maksudnya
disediakan untuk tempat perbaikan apabila terjadi kekeliruan dalam penulisan
materinya.
(5)
Pada
pendahuluan Berita Acara pemeriksaan dicantumkan :
(a)
Hari,
tanggal, bulan, tahun dan waktu pembuatan (huruf pertama diawali 7 ketikan).
(b)
Nama,
pangkat, Nrp, Jabatan dan kesatuan dari penyidik serta Skep penyidik.
(c)
Nama
(nama lengkap), termasuk nama kecil, alias (nama panggilan), tempat dan tanggal
lahir (umur) agama, kewarganegaraan, tempat tinggal atau kediaman dan pekerjaan
dari tersangka / saksi / ahli, berdasarkan keterangannya dan dicocokkan dengan
identitas diri dalam Kartu Penduduk / Passport / Kartu Pengenal lainnya ( SIM,
STNK, dll ).
(d) Diperiksa selaku tersangka atau saksi / ahli.
(e) Alasan pemeriksaan ( dalam hubungan dengan tindak pidana
yang terjadi dengan menyebutkan pasal Undang-Undang yang dilanggar serta
menyebutkan nomor dan tanggal laporan polisi.
(6) Pada akhir Berita Acara Pemeriksaan terdapat kolom tanda
tangan yang diperiksa dan pihak-pihak lain yang terlibat, kemudian Berita Acara
Pemeriksaan ditutup dan ditandatangani oleh Penyidik.
(7) Bila yang diperiksa tidak dapat membaca dan menulis (buta
huruf), maka kolom tanda tangan dibubuhkan cap jempol / tiga jari kanan (
telunjuk, jari tengah, jari manis ) kiri / kanan sesuai dengan keadaan yang
paling memungkinkan dari pada yang diperiksa tersebut.
(8) Apabila yang diperiksa tidak mengerti atau memahami
bahasa Indonesia, maka kepada yang
diperiksa harus didampingi oleh penterjemah bahasa yang dikuasai orang
yang diperiksa.
Terhadap transleter atau penerjemah bahasa yang ditunjuk
oleh penyidik harus yang mempunyai kualifikasi dan ada surat penunjukan dari
pejabat yang berwenang, apabila pada suatu wilayah tidak ada penerjemah yang
berkualifikasi maka penyidik menunjuk penerjemah yang ada di wilayah tersebut.
(9) Apabila
yang diperiksa mengalami tuna rungu dan tuna wicara maka penyidik wajib mencari
ahli bahasa isyarat untuk mendampingi pemeriksaan sebagai penerjemah.
(10) Bagi
yang diperiksa dikarenakan cacat tubuh tidak memiliki kedua belah tangan, maka pemeriksa membubuhkan keterangan tentang keadaan
terperiksa dan
diketahui oleh saksi lain.
(11) Setiap
halaman, kecuali halaman terakhir yang memuat tanda tangan yang diperiksa,
harus diberi paraf yang diperiksa dipojok kanan bawah.
(12) Dalam
hal pemeriksaan belum dapat diselesaikan, maka pemeriksaan maupun pembuatan
Berita Acara Pemeriksaan dapat dihentikan sementara dengan menutup dan
menandatangani BAP tersebut oleh yang diperiksa dan penyidik serta semua pihak
yang terlibat.
(13) Untuk
melanjutkan Berita Acara Pemeriksaan yang belum dapat diselesaikan, maka
pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (Lanjutan) dilaksanakan sebagai berikut :
(a) Halaman berikut.
(b) Ditulis nama kesatuan dan memakai kata-kata PRO JUSTITIA.
(c) Judul berita Acara Pemeriksaan adalah : Berita Acara
Pemeriksaan Lanjutan Tersangka / saksi / Ahli.
(d) Nomor pertanyaan melanjutkan nomor pertanyaan Berita
Acara Pemeriksaan sebelumnya.
(e) Pengantar pembuatan Berita Acara Pemeriksaan lanjutan
dibuat sebagaimana Berita Acara sebelumnya.
(14) Bilamana tersangka/ saksi/ ahli tidak mau menanda tangani
Berita Acara Pemeriksaan, dibuatkan Berita Acara penolakan dengan menuliskan
alasan-alasannya.
(15) Apabila tersangka / saksi didampingi juru bahasa/ahli
bahasa isyarat maka agar disebutkan dalam uraian setelah
kata-kata ” setelah Berita Acara Pemeriksaan ini selesai dibuat, maka ......
dst ” Selanjutnya juru bahasa / ahli
isyarat turut menanda tangani Berita Acara Pemeriksaan dimaksud, disamping
tanda tangan yang diperiksa.
(16) Dalam
hal pemeriksaan dilaksanakan di Luar Negeri maka pada saat pemeriksaan harus
didampingi dari perwakilan negara Republik Indonesia ( Kedutaan Besar atau
Konsulat Jenderal
atau Konsuler ) dan hasil Berita Acara Pemeriksaan dilegalisir oleh Perwakilan
Negara Republik Indonesia di negara tersebut.
(17) Harus diketik diatas kertas folio warna putih, dengan
jarak antara baris kalimat sebesar 1 ½ ( satu setengah ) spasi.
(18) Diantara baris awal tidak boleh dituliskan apapun, pada
setiap awal kalimat dimulai 7 (tujuh) ketikan.
(19) Pada setiap awal dan akhir kalimat, apabila masih ada
ruang kosong diisi dengan garis putus-putus.
(20) Bilamana ada tulisan-tulisan yang salah, jangan
sekali-kali menghapus dengan alat-alat apapun dan menindih dengan huruf atau
kata-kata lain.
(21) Bilamana ada tulisan-tulisan yang salah dan perlu
diperbaiki supaya yang salah tersebut dicoret dan diparaf pada ujung atau kitri
dan kanan, perbaikannya ditulis pada marge dan diparaf pada ujung kiri dan
kanan dengan didahului kata-kata ”SAH
DIGANTI”.
(22) Kata-kata harus ditulis dengan lengkap, jangan
menggunakan singkatan, kecuali singkatan kata-kata yang resmi dan sudah umum digunakan.
(23) Penulisan angka yang menyebutkan jumlah, harus di ulangi dengan huruf dalam kurung.
(24) Nama orang harus ditulis dengan huruf besar ( huruf balok
) dan diberi garis
bawah.
b)
Persyaratan
Materil.
Tindak pidana adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang/lebih, badan hukum pada
tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang diancam
dengan pidana atau Undang-undang, bersifat melawan hukum
yang memenuhi unsur-unsur yaitu:
(1) Subyek
(2) Kesalahan
(3) Bersifat melawan hukum (ciri tindakan)
(4) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh
undang-undang/ dan terhadap pelanggarannya diancam pidana
(5)
Waktu,
tempat, dan keadaan
Persyaratan materil yang harus dipenuhi dalam suatu berita acara pemeriksaan terdiri atas :
(1)
Keseluruhan
isi/materi Berita Acara Pemeriksaan agar memenuhi jawaban atas pertanyaan 7
(tujuh) KAH yaitu :
(a) Siapakah.
”Siapakah” mengandung pengertian agar dapat menjawab
tentang orang-orang yang diperlukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
antara lain sebagai berikut :
-
Siapa
yang melaporkan / mengadukan.
-
Siapa
yang pertama-tama mengetahui.
-
Siapa
korban / yang dirugikan.
-
Siapa
pelakunya / tersangkanya.
-
Siapa
saksi-saksinya.
-
Siapa
yang terlibat lainnya.
(b) Apakah.
”Apakah” mengandung pengertian agar
dapat menjawab tentang peristiwa, alat, penyebab dan latar belakangnya dengan mengajukan
pertanyaan antara lain sebagai berikut :
-
Apa
yang telah terjadi ( Peristiwanya).
-
Apa
yang dilakukan tersangka dan saksi-saksi.
-
Apa
alat yang digunakan.
-
Apa
akibat yang ditimbulkan.
-
Apa
kerugian yang dialami.
-
Apa
penyebab timbulnya kejadian.
-
Apa
sebab tersangka / saksi melakukan.
(c) Dimanakah.
”Dimanakah” mengandung pengertian agar dapat menjawab
tempat-tempat tertentu dengan pertanyaan-pertanyaan antara lain sebagai berikut :
-
Dimanakah
peristiwa itu terjadi.
-
Dimanakah
korban berada sebelum kejadian , pada saat kejadian dan saat ditemukan.
-
Dimanakah
benda-benda/barang-barang bukti itu ditemukan dan dimana sebelum ditemukan.
-
Dimanakah
saksi-saksi ketika tindak pidana terjadi.
-
Dimanakah
tersangka berada pada waktu tindak pidana terjadi.
(d) Dengan apakah.
”Dengan apakah” mengandung pengertian agar dapat menjawab
tentang alat yang dipergunakan dengan mengajukan pertanyaan, antara lain sebagai
berikut :
-
Dengan
apakah tersangka melakukan perbuatannya.
-
Dengan
apakah tersangka membawa korban / barang.
-
Dengan
apakah saksi dapat melakukan.
(e) Mengapakah.
”Mengapakah” mengandung pengertian agar dapat menjawab
latar belakang kejadian, dengan pertanyaan-pertanyaan
antara lain :
-
Mengapakah
perbuatan itu dilakukan.
-
Mengapa
menggunakan alat / cara-cara itu.
(f)
“Bagaimanakah”
mengandung pengertian agar dapat menjawab tentang cara perbuatan itu dilakukan
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, antara lain sebagai berikut :
-
Bagaimanakah
cara melakukan perbuatan itu.
-
Bagaimana
cara amendapatkan sesuatu (baik tersangka / saksi ).
(g)
Bilamanakah
“Bilamanakah” mengandung
pengertian agar dapat menjawab tentang waktu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, antara lain sebagai berikut :
-
Bilamana
perbuatan / tindak pidana dilakukan terjadi.
-
Bilamana
kejadian tersebut dilaporkan.
-
Bilamana
korban ditemukan.
-
Bilamana
korban meninggal; dunia dan lain-lain.
Keseluruhannya
agar memuat uraian keterangan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang
dipersangkakan.
c)
Bentuk
Berita Acara Pemeriksaan tersangka, saksi dan ahli.
Pada dasarnya Bentuk Berita Acara Pemeriksaan tersangka
saksi dan ahli berisikan gambaran / kontruksi suatu tindak pidana, dapat
digolongkan menjadi tiga macam, yaitu bentuk cerita / pertanyaan kronologis,
Tanya jawab dan gabungan antara bentuk cerita dengan tanya jawab.
(1) Bentuk cerita pertanyaan.
Berita Acara Pemeriksaan dalam bentuk cerita / pertanyaan
adalah serangkaian jawaban atas pertanyaan lisan yang diajukan oleh pemeriksa
kepada yang diperiksa disusun dalam kalimat sehingga merupakan rangkaian kejadian yang memenuhi jawaban-jawaban atas pertanyaan 7 KAH serta memenuhi
unsur-unsur tindak pidana.
(2) Bentuk tanya jawab.
Berita Acara Pemeriksaan dalam bentuk tanya jawab disusun
dalam bentuk tanya jawab antara penyidik dengan yang diperiksa sehingga
memberikan gambaran kejadiannya secara jelas dan memenuhi jawaban-jawaban atas
pertanyaan 7 KAH serta unsur-unsur tindak pidananya.
(3) Bentuk Gabungan cerita dan tanya jawab.
Berita Acara Pemeriksaan dalam bentuk gabungan cerita dan
tanya jawab pada hakekatnya disusun dalam bentuk tanya jawab dan dalam hal
tertentu diselingi dengan bentuk cerita / pertanyaan.
b.
Pemeriksaan saksi, ahli dan tersangka
1)
Persiapan:
a)
Penunjukan Pejabat
Penyidik/Penyidik Pembantu yang akan melakukan pemeriksaan.
b)
Penentuan waktu, tempat dan target pemeriksaan.
c)
Pemeriksa sudah mempelajari
kasus tindak pidana yang terjadi berdasarkan : Laporan Polisi, Berita Acara Pemeriksaan di
tempat Kejadian Perkara (TKP), Laporan hasil penyelidikan dan keterangan lain
yang ada (Riwayat hidup, catatan residivis) agar diperoleh suatu gambaran
tentang tindak pidana yang terjadi (posisi kasus).
d)
Menyusun dan merumuskan
daftar pertanyaan pemeriksaan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan 7 KAH, meliputi :
1)
Pertanyaan awal, yaitu
pertanyaan terutama yang menyangkut identitas tersangka, saksi dan ahli atau
biodata (riwayat hidup) tersangka.
2)
Pertanyaan pokok, yaitu
pertanyaan yang mengarah kepada jawaban unsur-unsur tindak pidana yang
dipersangkakan.
3)
Pertanyaan tambahan, yaitu
pertanyaan yang merupakan hasil pengembangan pertanyaan pokok, pertanyaan yang
mengandung hal-hal yang meringankan atau memberatkan serta latar belakang dan
faktor yang mendorong dilakukannya tindak pidana.
e)
Menentukan urut-urutan
tersangka atau saksi/ahli yang akan diperiksa berdasarkan kadar keterlibatan atau
pengetahuan tentang tindak pidana yang terjadi.
f)
Menyiapkan/menunjuk
penasihat hukum dalam hal tersangka melakukan tindak pidana yang diancam pidana
mati atau pidana 15 tahun atau lebih
atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih
yang tidak mempunyai
penasihat hukum sendiri (pasal 56 KUHAP).
g)
Penelitian identitas yang
diperiksa:
1)
Teliti terlebih dahulu identitas
oarang yang akan diperiksa agar tidak terjadi kekeliruan.
2)
Cara penelitian identitas
dapat dilaksanakan melalui pengecekan tanda pengenal orang yang akan diperiksa
(antara lain melalui : KTP, SIM, PASSPORT, atau tanda pengenal lainnya).
h)
Dalam hal diperlukan, pemeriksa (Penyidik/Penyidik
Pembantu) dapat mengadakan konsultasi/meminta bantuan ahli antara lain
psycholog atau psychiater tentang
kepribadian atau keadaan kejiwaan tersangka/saksi.
i)
Dalam hal tersangka/saksi
belum bisa diambil keterangannya atas permintaan/pemberitahuan tersangka/saksi
tersebut karena alasan kesehatan, maka pemeriksa (Penyidik/Penyidik Pembantu)
dapat meminta bantuan dokter untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka/saksi
yang bersangkutan.
j)
Melakukan pendekatan:
1)
Untuk memudahkan/melancarkan
jalannya pemeriksaan, supaya diadakan pendekatan kepada yang diperiksa
(tersangka/saksi/ahli) menyangkut sifat, watak dan tingkat kecerdasannya.
2)
Bila perlu untuk pendekatan
kepada yang diperiksa dapat meminta
bantuan ahli antara lain psycholog, psychiater, juru bahasa termasuk juru bahasa isyarat.
k)
Penampilan pemeriksa:
1)
Tampilkan diri sebagai seorang yang hendak
berusaha untuk menggali
kebenaran dalam rangka menegakkan hukum agar yang
diperiksa tidak mempunyai kesan, bahwa yang
bersangkutan dipaksa untuk memberikan pengakuan.
2)
Berpakaian rapi dan sopan
serta bersikap baik (correct).
3)
Duduk dengan sikap yang baik
pada waktu berhadapan dengan yang diperiksa.
4)
Perlakukan yang diperiksa
secara wajar dan pandanglah dia sebagai manusia dengan sifat-sifat dan harkat
kemanusiaannya.
4.
Tata Cara Pemeriksaan
a.
Pemeriksaan Saksi.
Saksi diperiksa dengan tidak disumpah,
kecuali ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam
pemeriksaan di pengadilan, maka pemeriksaan terhadap saksi dilakukan diatas
sumpah (Pasal 116 ayat (1) KUHAP). Dalam hal
ini disaksikan/didampingi rohaniawan.
1)
Saksi diperiksa secara
tersendiri, tetapi boleh dipertemukan satu dengan yang lain (konfrontasi) dan
mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya. (Pasal 116 ayat (2) KUHAP).
2)
Saksi yang dipanggil wajib
datang pada Penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi,
dengan perintah kepada petugas untuk membawa saksi tersebut kepadanya (Pasal 112 ayat (2) KUHAP).
3)
Saksi dalam memberikan
keterangan tidak boleh diperlakukan dengan melakukan tekanan atau kekerasan
dalam bentuk apapun oleh siapapun (Pasal 117 ayat (1) KUHAP).
4)
Saksi dapat menolak
memberikan kesaksian karena ada hubungan keluarga dengan tersangka sampai
derajat ketiga karena berdasarkan hubungan darah/keluarga atau karena akibat
perkawinan maupun karena situasi tertentu, mereka itu adalah :
a)
Karena ada hubungan
darah/keluarga.
b)
Karena akibat perkawinan.
c)
Orang lain yang karena sebab
tertentu berhak untuk menolak memberikan kesaksian.
5)
Penyidik/Penyidik Pembantu
menanyakan kepada
saksi apakah ada hubungan keluarga dengan tersangka, bila ada hubungan keluarga dipertanyakan apakah saksi
bersedia untuk diperiksa bila tidak bersedia maka tidak perlu dilakukan
pemeriksaan.
b.
Pemeriksaan Ahli
1)
Apabila dalam pemeriksaan
suatu tindak pidana terhadap hal-hal tertentu
yang hanya dapat diterangkan/dijelaskan oleh orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu, untuk kepentingan penyidikan,
maka penyidik/penyidik pembantu dapat minta pendapat kepada orang ahli/yang
memiliki keahlian khusus dimaksud.
2)
Permintaan pendapat tersebut
dapat dilakukan dengan mengajukan permintaan secara tertulis keterangan
keahlian atau dengan memanggil orang ahli/yang memiliki keahlian khusus tersebut dengan surat panggilan yang sah,
guna didengar keterangan keahliannya.
3)
Keterangan keahlian oleh
ahli tersebut diberikan dengan mengangkat sumpah/mengucapkan janji dihadapan
penyidik/penyidik pembantu bahwa
ia akan memberikan keterangan menurut keahlian
yang sebaik-baiknya, kecuali disebabkan karena harkat dan martabat,pekerjaan
atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk
memberikan keterangan yang diminta.
4)
Penyidik/Penyidik Pembantu
menuangkan keterangan yang diberikan oleh
ahli tersebut dalam Berita Acara Pemeriksaan Ahli.
5)
Dalam hal penyidik/penyidik
pembantu meminta pendapat kepada ahli,
maka penyidik/penyidik pembantu mengirimkan barang-barang bukti/surat-surat atau
korban tersebut kepada ahli yang bersangkutan, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, guna mendapatkan keterangan ahli atau berita
acara hasil pemeriksaan ahli.
6)
Penyidik/Penyidik Pembantu
dapat meminta pendapat orang ahli/orang yang memiliki keahlian khusus (Pasal
120 ayat (1) KUHAP).
7)
Ahli
mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dihadapan penyidik, kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan menyimpan
rahasia, dapat menolak untuk memberikan
keterangan yang diminta (Pasal 120 ayat (2) KUHAP).
c.
Pemeriksaan Tersangka
Pemeriksaan terhadap
tersangka, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1)
Setelah penangkapan terhadap
tersangka, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a)
Sebelum dilakukan
pemeriksaan Pro Justitia, dilakukan tanya jawab secara lisan untuk menggali
informasi awal tentang perbuatan pidana yang dilakukannya.
b)
Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk menguji kebenaran keterlibatan tersangka. Keterangan-keterangan yang
diberikan agar diseleksi/dipilih yang berkaitan dengan unsur-unsur tindak
pidana dan disusun kembali serta dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (Trickery
approach).
c)
Dalam hal tersangka mungkir
:
(1) Perlihatkan
fakta-fakta/bukti-bukti yang ada.
(2) Tunjukkan
kontradiksi dari setiap ketidakbenaran keterangan tersebut.
(3) Adakan
konfrontasi dan atau rekontruksi.
2)
Dalam hal tersangka ditahan
dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, tersangka
harus mulai diperiksa oleh penyidik/penyidik pembantu.
3)
Penyidik/Penyidik Pembantu
sebelum mulai memeriksa wajib memberitahukan kepada tersangka tentang haknya untuk
mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi
oleh penasihat hukum.
4)
Penyidik/Penyidik Pembantu
menanyakan kepada tersangka apakah akan mengajukan saksi yang menguntungkan.
Bila tersangka menginginkan mengajukan saksi yang menguntungkan
maka akan dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan dan
selanjutnya penyidik/penyidik pembantu wajib memanggil dan memeriksa saksi
tersebut.
5)
Penyidik/Penyidik Pembantu agar memfokuskan pemeriksaan untuk
mengetahui peran tersangka dalam tindak pidana yang sedang diperiksa berkaitan
dengan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHAP.
6)
Dalam hal tersangka
diam/tidak mau memberikan keterangan serta tidak mau menandatangani berita
acara, maka Penyidik membuat
Berita Acara Penolakan.
7)
Tersangka berhak segera
mendapatkan pemeriksaan oleh
penyidik/penyidik pembantu (Pasal 50 ayat
(1) KUHAP).
8)
Tersangka berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa
yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai (Pasal 51 KUHAP).
9)
Dalam pemeriksaan, tersangka
berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik/penyidik pembantu
(Pasal 52 KUHAP).
10) Dalam hal tersangka
tidak dapat hadir setelah dipanggil dengan panggilan yang sah karena
alasan yang patut dan wajar maka Penyidik datang ketempat kediamannya untuk
melakukan pemeriksaan (Pasal 113 KUHAP).
11) Atas
permintaan tersangka atau penasehat hukumnya tersangka berhak menerima turunan
berita acara pemeriksaan atas dirinya untuk kepentingan pembelaannya (Pasal 27 KUHAP)
12) Tersangka
berhak mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki keahlian khusus yang dapat
menguntungkan baginya dalam pemeriksaan (Pasal 116 ayat (3) dan (4) dan Pasal
65 KUHAP).
13) Tersangka
dalam memberikan keterangan tidak boleh diperlakukan dengan melakukan tekanan
dan kekerasan dalam bentuk apapun oleh siapapun (Pasal 117 ayat (1) KUHAP).
d.
Pemeriksaan Surat
Memperhatikan pasal-pasal yang diatur dalam
pemeriksaan surat serta yang diatur dalam Pasal
131 dan Pasal 132, dapat dilihat pengaturan yang membedakan
bentuk dan cara pemeriksaan surat.
Secara garis besar, ada tiga ciri bentuk surat atau
tulisan. Ketiga ciri ini dengan sendirinya menimbulkan tata cara pemeriksaan
yang berbeda sesuai dengan ciri yang terdapat pada surat atau tulisan.
1)
Bentuk
Surat atau Tulisan yang Dicurigai
a)
Berdasarkan
ketentuan Pasal 47 KUHAP, Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita
surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan giro, atau perusahaan komunikasi atau jasa pengangkutan
jika benda tersebut dicurigai dengan alasan kuat mempunyai hubungan dengan
perkara pidana yang sedang diperiksa, dengan izin khusus dari Ketua Pengadilan
Negeri. Dalam hal Penyidik melakukan
pemeriksaan surat agar dipedomani Pasal 29, Pasal 48, Pasal 130, Pasal 131 dan
Pasal 132 KUHAP.
b)
Jika
izin khusus telah diperoleh penyidik, tindakan selanjutnya yang harus dilakukan :
(1) Meminta surat atau tulisan yang dicurigai itu kepada
kepala kantor pos dan giro, atau pimpinan perusahaan komunikasi atau jasa pengangkutan yang bersangkutan agar surat yang
dicurigai diserahkan kepada penyidik.
(2) Atas penyerahan surat dimaksud, penyidik memberikan
“surat tanda penerimaan”
(3) Dengan adanya penyerahan surat, penyidik membuka
dan memeriksa ataupun langsung menyita jika surat
tersebut terkait dengan tindak pidana
yang sedang diperiksa.
(4) Dalam hal surat tersebut tidak mempunyai hubungan dengan
perkara yang sedang diperiksa maka penyidik menutup surat tersebut dengan rapi dengan membubuhkan cap yang berbunyi “telah dibuka oleh penyidik” dan segera diserahkan kembali kepada dimana
surat diterima/disita.
(5) Penyidik/Penyidik Pembantu wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh isi surat
yang dikembalikan.
(6) Penyidik/Penyidik Pembantu wajib membuat berita acara atas tindakan yang dilakukan.
2)
Bentuk
dan Cara Pemeriksaan Surat Palsu
a)
Apabila
Penyidik Menerima Pengaduan dari
seseorang tentang adanya surat atau tulisan palsu atau dipalsukan, yang langsung
dibawa dan diserahkan pengadu kepada penyidik, maka langkah-langkah yang
dilakukan adalah sebagai berikut ::
(1) Memeriksa sendiri kebenarannya, apakah surat atau
tulisan itu palsu atau dipalsukan, atau
(2) Kalau memerlukan bantuan ahli, penyidik dapat minta
keterangan tentang kepalsuan surat atau tulisan itu dari “seorang ahli” yang
mempunyai keahlian khusus untuk itu.
b)
Apabila surat palsu
atau tulisan palsu yang diadukan itu berada pada tangan orang lain, maka penyidik melakukan penyitaan atas surat tersebut (Pasal
129 KUHAP).
e.
Konfrontasi dan Rekontruksi
1)
Apabila dalam pemeriksaan,
antara tersangka yang satu dengan tersangka yang lain, antara tersangka dengan
saksi maupun antara saksi dengan saksi yang lain terdapat pertentangan atau
ketidakcocokan keterangan yang diberikan kepada pemeriksa, Penyidik/Penyidik Pembantu dapat melakukan konfrontasi.
2)
Demikian pula halnya untuk
perkara tertentu, apabila dipandang perlu dalam pembuktiannya dapat dilakukan
rekontruksi.
3)
Pelaksanaan Konfrontasi dan
Rekontruksi :
a)
Cara melakukan konfrontasi:
(1) Langsung
Tersangka/para tersangka dan atau saksi/para saksi yang
keterangannya saling tidak ada kecocokan atau tidak terdapat persesuaian satu
sama lain, dipertemukan satu sama lain dihadapan pemeriksa guna diuji manakah
diantara keterangan-keterangan tersebut yang benar atau yang paling mendekati
kebenaran.
(2) Tidak
Langsung
Tersangka/orang yang dicari dicampur dengan beberapa
orang (3 orang atau lebih) yang
belum dikenal oleh saksi, berdiri atau duduk berjajar dan masing-masing diberi nomor,
ditempatkan didalam suatu ruangan yang dapat dilihat saksi. Sedangkan saksi
bersama pemeriksa berada diluar ruangan tersebut, dapat melihat orang-orang
tersebut. Manakah yang dimaksudkan dalam keterangannya tersebut, cara ini biasa
disebut dengan link up.
(3) Hasil
konfrontasi supaya dituangkan dalam Berita Acara Konfrontasi.
b)
Cara melakukan rekonstruksi
(1) Penyidik membuat sekenario rekonstruksi sesuai dengan isi
Berita Acara Pemeriksaan.
(2) Penyidik menyiapkan pemeran pelaku yang akan melaksanakan
rekonstruksi.
(3) Rekontruksi
dapat dilakukan ditempat kejadian perkara (TKP) atau ditempat lain yang disesuaikan dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP).
(4) Para pemeran pelaku melaksanakan peragaan sesuai skenario
rekonstruksi yang sudah dibuat, berdasarkan urut-urutan kejadian dan diberi
nomor, difoto dan
bila memungkinkan agar dibuat video film.
(5) Jalannya peragaan dituangkan
dalam Berita Acara rekonstruksi.
(6) Hasil
rekontruksi agar dianalisa terutama pada bagian-bagian yang sama dan berbeda
dengan isi Berita Acara Pemeriksaan untuk
mendapatkan kebenaran.
f.
Pengambilan Sumpah/Janji
Saksi/Ahli
1)
Dalam hal penyidik
berkesimpulan bahwa terhadap Saksi/Ahli perlu diambil sumpah/janjinya maka perlu dihadirkan rohaniawan dari
agama yang sama dengan Saksi/Ahli yang akan disumpah :
a)
Dalam Berita Acara
pengambilan sumpah/janji saksi/ahli, bagi yang menanda tangani Berita Acara
tersebut dicantumkan identitasnya masing-masing.
b)
Menyediakan orang yang dapat diangkat sebagai
Saksi dalam pengambilan Sumpah/Janji.
c)
Berita Acara Pemeriksaan
Saksi/Ahli yang ada, memuat
pemberitahuan bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan
di pengadilan.
2)
Pelaksanaan pengambilan
Sumpah/Janji sebagai berikut :
a)
Pelaksanaan pengambilan
Sumpah/Janji dilaksanakan pada prinsipnya di kantor penyidik, kecuali dalam
hal-hal tertentu dapat dilakukan ditempat lain.
b)
Dalam hal dugaan tersebut
timbul atas pemberitahuan dari saksi, maka:
(1) Penyidik
meneliti kebenarannya, melalui surat-surat yang bersangkutan, bila ada.
(2) Apabila
pemberitahuan disampaikan sebelum pemeriksaan saksi, berlaku ketentuan tersebut
huruf a diatas.
(3) Apabila
pemberitahuan terjadi dalam pemeriksaan Saksi, dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan dan pengambilan Sumpah/Janjinya segera dilakukan.
c)
Sebelum pengambilan
Sumpah/Janji agar ditanyakan terlebih dahulu Agama saksi/ahli dan kesediaannya
untuk diambil sumpahnya.
d)
Tata cara pengambilan sumpah
yang bersifat keagamaan mengikuti ketentuan yang diberitahukan dan dilaksanakan
oleh Rohaniawan, sesuai dengan Agama dan kepercayaan Saksi/Ahli, Penyidik
membacakan naskah Sumpah Atau Janji yang harus diikuti oleh yang diambil sumpah, sebagi berikut :
(1) Bagi
yang beragama Islam :
“Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya telah/akan
memberikan keterangan yang sebenarnya dan apabila saya tidak memberikan
keterangan yang sebenarnya, saya mendapat kutukan dari Tuhan”.
(2) Bagi
yang beragama Katholik :
“Demi Allah, Putra dan Roh Kudus, saya bersumpah, bahwa
saya sebagi Saksi/Ahli telah/akan memberikan keterangan dengan sungguh-sungguh
dan sebenarnya,jika saya berdusta, saya akan mendapatkan hukuman dari Tuhan”.
(3) Bagi
yang beragama Protestan :
“Demi
Allah, Putra dan Roh Kudus, saya bersumpah, bahwa saya sebagi Saksi/Ahli
telah/akan memberikan keterangan dengan sungguh-sungguh dan sebenarnya,jika
saya berdusta, saya akan mendaptakan hukuman dari Tuhan, Semoga Allah menolong
saya”.
(4) Bagi
yang beragama Hindu Dharma :
“Demi
Sang Hyang Widi Wasa, Saya bersumpah, bahwa saya sebagai Saksi/Ahli telah/akan
memberi keterangan yang sebenarnya, apabila saya tidak memberikan keterangan
yang sebenarnya, saya akan mendapat kutukan dari Tuhan”.
(5) Bagi
yang beragama Hindu :
“Demi Sang Hyang Adhi Budha, saya berjanji,
bahwa saya sebagai
Saksi/Ahli telah/akan memberikan keterangan yang sebenarnya, jika saya berdusta
atau menyimpang daripada yang telah saya ucapkan ini, maka saya bersedia
menerima karma yang buruk”.
(6) Bagi yang memeluk aliran kepercayaan
Tuhan Yang Maha Esa :
“Demi
Tuhan Yang Maha Esa, Saya berjanji bahwa saya Saksi/Ahli telah/akan memberikan
keterangan yang sebenarnya, jika saya tidak memberikan keterangan yang
sebenarnya semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kutukan kepada saya”.
3)
Dalam hal keadaan yang perlu
dan mendesak karena tenaga Rohaniawan maupun Kitab Suci tidak mungkin didapat,
maka pengambilan sumpah atau janji cukup dilakukan dengan disaksikan oleh dua
orang dan hal ini dituangkan dalam
Berita Acara.
4)
Dibuat Berita Acara
Pengambilan Sumpah/Janji Saksi/Ahli, ditanda tangani oleh Penyidik, yang
disumpah dan para saksi pengambilan Sumpah (Rohaniawan dan Saksi/Ahli).
g.
Evaluasi Hasil Pemeriksaan
Agar memperoleh keterangan, petunjuk-petunjuk,
bukti-bukti, fakta
yang cukup, maka hasil pemeriksaan Tersangka/Saksi/Ahli yang dituangkan dalam
Berita Acara Pemeriksaan
baik secara sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan dievaluasi guna
mengembangkan dan mengarahkan pemeriksaan berikutnya ataupun untuk membuat
suatu kesimpulan dari pemeriksaan sebagai salah satu kegiatan
penyidikan yag dilakukan.
Adapun proses dari evaluasi meliputi tahap-tahap sebagai
berikut :
a)
Tahap Inventarisasi
Penyidik/Penyidik Pembantu mengumpulkan
keterangan-keterangan yang benar-benar mengarah kepada unsur-unsur Pasal tindak pidana yang dipersangkakan.
b)
Tahap Seleksi
Dari keterangan yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diseleksi
untuk mencari keterangan yang ada relevansinya dengan peristiwa pidana yang terjadi dan mempunyai
hubungan yang logis.
c)
Tahap Pengkajian
(1) Dari
keterangan yang
telah diseleksi tersebut penyidik/penyidik pembantu mengkaji, dan menguji
kebenarannya dengan bukti-bukti serta petunjuk-petunjuk yang ada, sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan apakah keterangan tersebut benar dan dapat dipercaya, dengan cara:
(a) Menilai
adanya persesuaian untuk keterangan saksi.
(b) Menilai
adanya persesuaian keterangan saksi dengan keterangan ahli
dan bukti yang ada.
(c) Adanya
alasan yang logis dari setiap keterangan yang
diberikan.
(2) Setelah
diperoleh gambaran atau kontruksi perkara pidananya secara bulat, maka dapat
diketahui :
(a) Bahwa
benar peristiwa tindak pidana telah terjadi.
(b) Peranan
dari masing-masing tersangka yang terlibat.
(c) Saksi-saksinya, baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan.
(d) Barang/benda
yang menjadi barang bukti.
(3) Dari
hasil evaluasi tersebut, penyidik/penyidik pembantu menyusun resume.
5. Penutup
a.
Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan menjadi acuan
bagi Penyidik dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana.
b.
Hal-hal yang belum diatur dalam Standar Operasional Prosedur
Pemeriksaan ini akan ditentukan kemudian.
c.
Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan ini, berlaku
sejak tanggal ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Lampung.
d.
Ketentuan yang belum diatur dalam Standar Operasional
Prosedur Pemeriksaan ini akan diatur lebih lanjut.
e.
Ketentuan yang bertentangan dengan Standar Operasional
Prosedur Pemeriksaan ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
sumber : http://bagbinopskrimsuslpg.blogspot.com/2014/01/sop-pemeriksaan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar