ADR adalah sebuah istilah asing yang memiliki berbagai arti dalam bahasa
indonesia seperti pilihan penyelesaian sengketa (PPS), Mekanisme
alternatif penyelesaian sengketa (MAPS) ,pilihan penyelesaian sengketa
diluar pengadilan, dan mekanisme penyeselaian sengketa secara
kooperatif.[1]
Namun dalam Pasal 1 angka 10 UU No 30 tahun 1999 mengartikan bahwa
Alernative Dispute Resolution (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Dalam praktik, hakikatnya ADR dapat diartikan sebagai Alternative to
litigation atau alternative to adjudication. Alternative to litigation
berarti semua mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan,
sehingga dalam hal ini arbitrase termasuk bagian dari ADR. Sedangkan
Alternative to adjudication berarti mekanisme penyelesaian sengketa yang
bersifat konsensus atau kooperatif, tidak melalui prosedur pengajuan
gugatan kepada pihak ke tiga yang berwenang mengambil keputusan.
Termasuk bagian dari ADR adalah konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan pendapat ahli, sedangkan arbitrase bukan termasuk
ADR.[2]
SEJARAH PERKEMBANGAN ADR (alternative dispute resolution)
Sejarah perkenbangan ADR di Indonesia.
Di Indonesia perkembangan ADR yang paling menonjol adalah Arbitrase. Ada
dua badan Arbitrase di Indonesia yaitu BANI ( Badan Arbitrase Nasional
Indonesia ) dan BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indoneisa). Dan setiap
badan Arbitrase memilik sejarah dan karakteristik yang berbeda.
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), adalah sebuah badan yang
didirikan tas prekarsa Kmar Dagang dan Industri (KADIN). Yang bertujuan
emberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa
perdata bersifat nasional dan yang bersifat internasional.[3]
Berdirinya lembaga ini diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri
(KADIN) Indonesia, pada tanggal 3 Desember 1977. Prakarsa Kamar Dagang
dan Industri Indonesia (KADIN) dalam mendirikan Badan Arbitrase Nasional
Indonesia ( BANI) sesuai dengan UU No 1 1987 tentang Kamar Dagang dan
Industri, yang menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan pengusaha
Indonesia Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dapat melakukan
antara lain jasa jasa baik dalam peberian surat keterangan, Arbitrase
dan rekomendasi mengenai pengusaha bisnis Indonesia, termasuk legalisasi
surat –surat yang diperlukan bagi kelancaran uasahanya.
Arbitarase sendiri memiliki arti penyelesaian sengketa oleh seseoang
atau beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh para
pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat pengadilan. [4]
BANI adalah jenis Arbitrase yang melembaga, dimana bentuk Arbitrase
semacam ini akan tetap ada walaupun sengketa yang telah diputus telah
selesai atau telah ada sebelum sengketa ini timbul. Dimana keberadanya
hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu dan
setelah sengketa telah diputus, keberadaan dan fungsi Arbitrase ini
lenyap dan berakhir begitu saja.
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI )
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI ) merupakan salah satu wujud
dari Arbitrase Islam yang pertama kali didirikan di Indonesia.
Pendirinya diprakarsai oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI), tanggal 5
Jumadil Awal 1414 H, bertepatan dengan tanggal 21 Oktober 1993 M. Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI ) didirikan dalam bentuk badan
hukum yayasan sesuai dengan Akta Notaris Yudo Paripurno, S.H. Nomor 175
tanggal 21 Oktober 1993. Di dalam akta pendirian Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia ( BAMUI ), yang dimaksud dengan yayasan ini bernama:
Yayasan Badan Arbitrase Muamalah Indonesia di singkat BAMUI (Pasal
1).[5]
Tujuan berdirinya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) sendiri
adalah sebagai badan permanen yang berfungsi menyelesaikan kemungkinan
terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan,
industri keuangan, jasa dan lain-lain di kalangan umat islam.
Namun pada akhirnya peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI
) dilangsungkan tanggal oktober 1993. Nama yang diberikan pada saat
diresmikan adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia ( BAMUI )
peresmianya ditandai dengan tanda tangan akta notaris oleh dewan
pendiri, yaitu Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat yang
diwakili K.H.Hasan Basri dan H.S Prodjokusumo, masing-masing sebagai
ketua umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebagai saksi
ikut menandatangani akta notaris masing-masing H.M. Soejono ( Majelis
Ulama Indonesia (MUI)) dan H. Zainul Noor, S.E. (Dirut Bank Muamalat
Indonesia) saat itu.
Kantor Hukum Balakramasumber: http://diklaw.blogspot.com/2013/09/pengertian-adr-alernative-dispute.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar