Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrecht.
Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila memenuhi 4 (empat) syarat
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat
tersebut dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau
secara diam (dengan suatu sikap/isyarat). Suatu perjanjian dikatakan
tidak memenuhi unsur kebebasan apabila mengandung salah satu dari 3
(tiga) unsur di bawah ini, yaitu :
a. Unsur paksaan (dwang)
Paksaan ialah paksaan terhadap badan, paksaan terhadap jiwa, serta paksaan lain yang dilarang oleh undang-undang.
b. Unsur kekeliruan (dwaling)
Kekeliruan terjadi dalam 2 (dua)
kemungkinan yaitu kekeliruan terhadap orang (subjek hukum) dan
kekeliruan terhadap barang (objek hukum).
c. Unsur penipuan (bedrog)
Apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar.
Suatu perjanjian yang tidak mengandung
kebebasan bersepakat sebab terdapat unsur paksaan dan/atau unsur
kekeliruan, dan/atau unsur penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai
batas waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 1454 KUHPerdata.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Seseorang dikatakan cakap hukum apabila
telah berumur minimal 21 tahun, atau apabila belum berumur 21 tahun
namun telah melangsungkan perkawinan. Selain itu seseorang itu tidaklah
boleh sedang ditaruh dalam pengampuan (curatele), yaitu orang
yang telah dewasa tetapi dianggap tidak mampu sebab pemabuk, gila, atau
boros. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata
yang perlu pula dihubungkan dengan Pasal 330 KUHPerdata.
3. Suatu hal tertentu.
Ketentuan mengenai hal tertentu
menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Dalam membuat perjanjian
antara para subjek hukum itu menyangkut mengenai objeknya, apakah
menyangkut benda berwujud, tidak berwujud, benda bergerak, atau benda
tidak bergerak. Hal tertentu mengenai objek benda oleh para pihak
biasanya ditegaskan dalam perjanjian mengenai jenis barang, kualitas dan
mutu barang, buatan pabrik dan dari negara mana, jumlah barang, warna
barang, dan lain sebagainya.
4. Suatu sebab yang halal (causa yang halal).
Sebab yang halal/causa yang halal
mengandung pengertian bahwa pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok
perjanjian itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut
hukum sehingga perjanjian itu kuat.
Syarat kesepakatan mereka yang
mengikatkan diri dan syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan
disebut sebagai syarat subjektif, yaitu syarat untuk subjek hukum atau
orangnya. Syarat suatu hal tertentu dan syarat suatu sebab yang halal
merupakan syarat objektif, yaitu syarat untuk objek hukum atau bendanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar